Say No to Futur After Married

love-leaf

Hari ini saya terhenyak mendengar cerita seorang kawan, ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap saudara kandungnya, kakak yang dicintainya.

Sang kakak, seorang akhwat yang tekun mengaji,  rapat berhijab syar’i, rajin menghadiri majlis-majlis ilmu dan mengenal manhaj salaf. Tapi itu dulu, ketika ia belum menikah dan tersibukkan dengan anak dan suami.

Kini, sang kakak yang justru mengajaknya untuk giat tholabul ‘ilmi dengan pemahaman salaf yang lurus itu.. telah jauh berbeda. Yang dahulunya masih datang ta’lim, kini tidak sama sekali. Mulai terpengaruh lingkungan sekitarnya, yang lelaki -ada dua orang kakaknya- mulai merokok dan celananya pun isbal.

Sedang kakak perempuannya kini menyewakan playstation di rumahnya, bahkan memasukkan anak perempuannya ke sekolah modelling. Ketika si anak ditanya oleh tantenya -kawan saya tadi- ingin jadi apa ketika besar nanti, dengan bangganya ia menjawab,

“Pengen jadi artis!”

Deg..

Sejenak saya tak dapat berkata-kata.

Setelah menguasai perasaan yang tak menentu itu, saya beranikan menghibur perasaan kawan saya -yang saya yakin hatinya jauh lebih hancur dibanding saya.

“Yang sabar ya mbak..mudah-mudahan Allah tetapkan kita untuk istiqomah. Sungguh mempertahankan hidayah lebih sulit ketimbang mendapatkannya…”

Saya coba menguatkannya…

Read More »

Advertisement

Tak Ada Ruginya Menurut

clouds

“Mi, bawa payung, yang besar…,” seru suamiku saat kami akan pergi berbelanja bersama si kecil di suatu pagi yang cerah. Saya cemberut dan menolak. “Wong  hari ini cerah, kok!”.

Saya jujur saja, tidak suka ribet. Malas, mau masuk ke tempat rame, bawa-bawa payung seakan menantang hujan. Payung besar lagi.  Memang ada tempat penitipan barang, tetapi jarak dari pintu masuk kesana cukup jauh. Tidak enak dilihat orang lain.

Read More »