Sol Sepatu

Suatu pagi saat akan berangkat takhossus bahasa arab ke madrasah, saya berpapasan dengan seorang bapak tukang sol sepatu. “Sol sepatu!” teriaknya. Usianya tak bisa dibilang muda, tapi juga belum terlalu tua. Tak lama, seorang ibu muda yang sedang duduk-duduk di depan rumah menyambut panggilan si bapak.

” Berapa bang?” ujarnya.

“Tergantung bu, yang disol kayak gimana..” jawab si bapak tukang sol sepatu.

“Kecil kok bang, punya anak saya nih..” lantas ia menunjuk seorang anak kecil yang ada di sebelahnya.

Bentar saya ambilin..” sahutnya lagi, kemudian masuk ke dalam rumah.

Segini  bang, kecil kan? Berapa?” sambil membawa sepatu yang dimaksud.

Sejenak sang bapak mengamati, “lima ribu bu..”

“Ah masa, orang kecil segini kok. Tiga ribu aja deh!”

“Wah nggak boleh bu, kan juga nggak kecil banget sepatunya.. Lima ribu udah biasa.” sahut si Bapak.

“Ah tiga ribu aja deh kalo boleh.. Kalo nggak boleh ya udah..” kata si ibu sambil masuk ke dalam, bermaksud mengembalikan sang sepatu.

Si Bapak berpikir sejenak, agak menghela nafas kemudian berujar, “Ya udah  bu.. sini sepatunya..”

Saya yang mengamati sepintas peristiwa tadi hanya berpikir.. Sepantasnyalah uang lima ribu itu sebagai pengganti lelah menjahit sepatu si adek kecil. Menjahit itu tidak mudah lho, perlu teknik. Apalagi menjahit bahan yang tebal dan keras seperti alas sepatu.

Saya jadi sedikit merenung tentang arti dua ribu rupiah itu. Dua ribu yang nyaris tidak ada artinya jika kita membawannya ke pusat perbelanjaan atau mall.  Mudah bagi kita mengeluarkannya untuk sekedar berbelanja baju, makanan di food court atau membeli gadget keluaran terbaru. Tapi mengapa terasa sulit ketika kita sedang menawar barang di pedagang kaki lima atau penjual jasa macam tukang sol tadi?

Ya, dua ribu yang mungkin tak ada harganya bagi kita, tapi cukup berarti bagi si bapak tukang sol sepatu dan mungkin bagi orang lain.

Dan sepanjang perjalanan menuju madrasah, saya terus memikirkannya.

[ image source: Google  ]

Advertisement

12 thoughts on “Sol Sepatu

  1. sama ukh…sering banget nemu yang beginian. kalo ditempatku ada bapak2 yang keliling nawarin jasa tambal panci, tapi upahnya ga sebanding sama lelahnya dia untuk berkeliling di tiap komplek. hmm

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.