Ada yang bilang, nikah itu.. kalau nunggu bener-bener siap.. ya nggak siap-siap. Hmmm, betul juga ya. Karena ukuran siap bagi tiap orang kan beda-beda.
Ada yang mendefinisikan ‘siap’ itu dengan punya item tertentu, yah intinya harus berkepribadian dulu deh. Rumah pribadi, kendaraan pribadi, rekening pribadi and so on.
Ada juga yang mematok usia sebagai faktor kesiapan.
“Kalo perempuan umur 25 lah, kalo laki-laki, ya.. minimal 27.. biar pas udah mapan..”.
Sering sekali saya dengar kriteria seperti itu.
Ya tapi.. tiap orang kan beda-beda juga. Ada yang memang pengen nikah muda, ada yang pengen nikah karena kepepet umur, ada yang udah pengen nikah tapi nunggu settled dulu semuanya, ada yang udah pengennn…… banget nikah tapi terbentur restu orang tua atau mesti menyelesaikan pendidikan dulu.
Nah yang kayak gini nih sering saya temui di kalangan teman-teman saya. Heheheu..
Tapi.. ada juga yang sudah dalam taraf wajib menikah karena memang ia butuh menikah untuk menjaga diri dari fitnah dan menyelamatkan kehormatannya. Mungkin karena faktor lingkungan dan pekerjaaan yang mengharuskannya untuk banyak berinteraksi dengan lawan jenis. Dengan menikah, maka insya Allah pandangan dan hati akan lebih terjaga.
Tapi.. *ish kebanyakan tapi nih …
benarkah nikah nggak butuh persiapan? Apa ya cukup hanya bermodal cinta? Atau cuma berbekal niat untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah? Kalau buat saya sih, enggak cukup.
Nikah itu ibadah. Dan seperti ibadah lainnya tentu nikah juga butuh ilmu. Ilmu juga termasuk persiapan kan?
Bagi seorang laki-laki, nikah menuntut pelakunya untuk tahu ilmu tentang mencari nafkah yang halal, memimpin dan mendidik keluarga, menghadapi problematika dalam rumah tangga, bijaksana dalam mengambil keputusan, dan lain sebagainya. Bagi seorang wanita, nikah artinya tahu ilmu tentang kerumahtanggaan semisal memasak, melahirkan, mengurus anak dan suami, mendidik anak dan lain-lain.
Ada lagi persiapan yang tak kalah penting. Persiapan mental. Siap nikah artinya siap berkomitmen. Siap dengan segala konsekuensinya. Siap menghadapi arus tenang dan kencang dalam kehidupan yang all brand new. Kehidupan yang sama sekali baru. Dunia yang sama sekali belum pernah dijelajahi sebelumnya.
Some kind of, “Ok, get ready.. fasten your seatbelt!” 😀
Bagi para laki-laki…
Siapkah jika suatu saat kelak di-PHK oleh perusahaan tempat Anda bekerja? Bila ya, apa yang akan Anda lakukan setelahnya? Siapkah menjadi qowwam yang bijak bagi keluarga kecil Anda? Siapkah mendengar tangisan si kecil yang rewel di malam hari?
iapkah mengambil sebuah keputusan penting yang menyangkut masa depan keluarga? Siapkah menjadi tumpahan kekesalan dan kelabilan emosi istri Anda? Yang… you know lah how women are 😛
Bagi para wanita..
Siapkah Anda menjadi ibu sekaligus istri? Dua kata ini saja sudah luas maknanya, apalagi tugasnya. Hehehe.. Siapkah Anda dengan segala perubahan fisik dan emosi ketika kelak mengandung, melahirkan dan mengurus anak? Siapkah begadang hingga larut malam saat bayi baru itu datang dan meramaikan hari-hari Anda? Dan keesokan paginya bangun dengan mata panda karena kurang tidur dan kelelahan?
Siapkah Anda memikul tanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi keluarga, mengatur keuangan, merapikan rumah, mengajari anak-anak Anda? Siapkah Anda tampil menawan dengan penuh senyum ketika suami pulang kerja, sekesal atau se-moody apapun perasaan Anda?
Siapkah Anda menghadapi kemungkinan terburuk misalnya saat suami kehilangan pekerjaannya? Siapkah Anda kehilangan kebebasan seperti waktu masih sendiri dulu?
Seseorang pernah bilang jauh sebelum saya menikah dulu, yang namanya kebahagiaan dalam pernikahan itu semacam bonus. Sesuatu yang insya Allah akan datang dengan sendirinya. Tapi, ada hal penting lainnya yang mesti kita persiapkan lebih jauh lagi..
Yaitu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi dalam kehidupan pernikahan. Sesuatu yang tidak pernah diharapkan, yang qaddarullah terjadi sebagai ujian dalam berumah tangga.
Perpisahan, kematian, berkurangnya harta, masalah kesehatan, komunikasi yang terhambat dengan pasangan, konflik dengan keluarga pasangan, futurnya pasangan, perilaku anak yang menjadi ujian…
Sudahkah kita siapkan mental dan juga ilmu, untuk menghadapinya?
Kebanyakan orang terfokus hanya pada kebahagiaan yang akan direguk, hingga akhirnya melupakan tentang faktor apa saja yang bisa membuat sang biduk tenggelam.
Bukan berarti kita membiarkan hal-hal negatif itu menghalangi langkah untuk segera menyempurnakan separuh dien, atau menyurutkan niat untuk membangun rumah tangga karena ingin menegakkan sunnah. Sama sekali bukan. Nikah itu indah, coba aja tanya sama yang udah nikah 🙂
Tapi ada baiknya kita membuka mata, tak terlalu larut dalam berjuta mimpi indah tentang pernikahan. Kita akan benar-benar kaget ketika tahu bahwa kehidupan pernikahan adalah sesuatu yang real, yang tidak melulu hanya happily ever after seperti kisah-kisah dalam negeri dongeng.
Dan di sini kebanyakan kita kalah, karena menganggap bahwa nikah itu bebas dari masalah.
“Dalam kehidupan pernikahan, ada duka, bahagia, air mata, perjuangan, kesediaan untuk berkorban juga pembelajaran diri untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.”
Tidak ada yang instan, termasuk soal pernikahan. Darinya kita belajar, setiap hari, setiap waktu. Setiap permasalahan yang datang mendewasakan kita. Setidaknya kita belum menguasai semua ilmu (dan rasanya takkan benar-benar pernah) tentang pernikahan, tapi kita berusaha untuk terus dan terus belajar.
Meningkatkan kualitas diri, memantaskan diri untuk menggapai rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah. Dengan bekal taqwa demi mencari keridhaan-Nya. Seiring berjalannya waktu, maka bangunan itu akan semakin kuat. Insya Allah..
Ya, menurut saya.. persiapan dalam pernikahan itu amatlah perlu. Tapi nggak mesti harus siap 100% juga. Karena kalo nunggu siap bisa-bisa kita nggak nikah-nikah dong. Yang perlu disiapkan mungkin mental tahan banting dalam menghadapi kehidupan dan segala dinamikanya.
Bahwa pernikahan, tak selalu indah-indah saja. Nikah karena galau pengen lepas dari masalah dan tugas-tugas kuliah. Well, justru setelah nikah permasalahan itu jauh lebih kompleks. Saya bisa ngomong gini ya karena udah nikah. Jadi udah praktek langsung, tak hanya sekadar teori 🙂
Dan tanpa landasan ilmu agama, pernikahan ibarat perahu yang berlubang. Yang tinggal menunggu waktu karamnya saja. Yang jelas, nikah itu.. jangan hanya bermodal niat, apalagi cinta. Cinta dalam pernikahan itu penting, walau bukan segala-galanya..
Umar Radliyallaahu ‘Anhu menasehati seseorang yang hendak menceraikan istrinya. “Kenapa engkau ingin menceraikan istrimu?”. Dia menjawab, “Karena aku sudah tidak mencintainya.” Maka Umar berkata, “Apakah setiap rumah tangga harus dibangun atas dasar cinta? Kalau memang begitu manakah pentingnya merawat cinta dan menahan kebencian?”
Tidak ada pernikahan sempurna. Seperti juga tidak ada pasangan yang sempurna. Saling mengisi, saling melengkapi. Sama-sama saling membantu pasangannya untuk siap menghadapi segalanya. Bersama, menghadapi dunia. Dengan bersandar pada penjagaan Allah Azza wa Jalla, merujuk pada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.. Dibawah naungan rahmat-Nya.
Ya Rabb, mudahkanlah..
Single or married, never let your happiness depends only on your status.
Happy to be single and grateful to be taken in halal way 🙂
~ A little note to my sisters, who are on their way to be ‘available’ ~
© aisyafra.wordpress.com
[ image source: Tumblr ]
Sipp, setuju banget 😀
LikeLike
sip 😉
LikeLike
really really nice post 🙂 love it
barakallahu fiiki
LikeLike
alhamdulillaah.. wafiyki barakallaahu 🙂
LikeLike
wah bener bgt mb 😉
setju kalau kata teman2ku yg sdh menkah persiapan palng dasar adalah MENTAL
LikeLike
yup.. thanks for sharing ya 🙂
LikeLike
setuju dekh
kalau kata teman2 yg sdah menkah bwa persiapan mendasar adalah siap mental
LikeLike
Reblogged this on khairannissaputeri.
LikeLike
jazakillahu khoyrn kak atas tulisan indah ini. *warm hug*.
setelah membaca dan mencari beberapa artikel yg berkaitan dengan separuh agama *uhuks*, aku jadi kembali bertanya pada diriku sendiri … hehehe. ahh :’ , deeply …
LikeLike
fajazakillaah khayran sylvi *hug tighter* 🙂
nah sambil menanti, mari mulai menyiapkan diri.. biar nggak kaget-kaget nanti kalo udah menjalani, hehe..
LikeLike
siapppp, in syaa’ Allah {()}
LikeLike
Reblogged this on Home is Where the heart is… and commented:
Tentang separuh agama mu dan sunnah nabi mu, Muhammad Shallahu ‘allaihi wasallam … Pernikahan. Yakin sudah siap ?
LikeLike
bila ditanya siap atau berani atau tidak untuk menikah, insya Alloh semua lelaki siap
tetapi bila ditanya apakah dah menyiapkan materi untuk menikah nanti maka biasanya jawabannya belum (based of true story) 😀
LikeLike
Nah berarti itu baru sekadar niat, tapi belum ada persiapan..
LikeLike
begitulah,persiapan itu yg lebih berat daripada keinginan
LikeLike
Reblogged this on sakuradihya and commented:
Siap nikah?
LikeLike
Reblogged this on Ruli Ismawati.
LikeLike
Ijin Copas ya Mba.. Makasih
LikeLike
silakan, semoga bermanfaat 🙂
LikeLike
Reblogged this on eefizabayu and commented:
smoga bermanfaat bagi yg sedang mempertimbangkan, 🙂
LikeLike
Reblogged this on Safitri Nur Rahmi.
LikeLike
assalamu’alaikum mba..
ijin reblog ya..terima kasih
wassalamu’alaikum
LikeLike
Silakan mba 🙂
LikeLike
Reblogged this on nengsyera and commented:
Bismillahirahmanirrahim..ya Allah mudahkanlah
LikeLike
Reblogged this on aisyahaqilah3.
LikeLike
Reblogged this on "Percikan cerita tentang kefanaan dunia"..
LikeLike
Reblogged this on Be Yourself.
LikeLike
Reblogged this on المطر في الشفق and commented:
Perpisahan, kematian, berkurangnya harta, masalah kesehatan, komunikasi yang terhambat dengan pasangan, konflik dengan keluarga pasangan, futurnya pasangan, perilaku anak yang menjadi ujian…
Sudahkah kita siapkan mental dan juga ilmu, untuk menghadapinya?
LikeLike
[…] Download Image More @ aisyafra.wordpress.com […]
LikeLike
[…] Tulisan serupa tentang pentingnya mempersiapkan diri sebelum menikah pernah saya tulis di sini. […]
LikeLike