Guru.. Sungguh Mulia Peranmu

a new beginning

“The mediocre teacher tells.  The good teacher explains.  The superior teacher demonstrates.  The great teacher inspires.”  ~William Arthur Ward

Menjadi guru, adalah sebuah pengabdian mulia. Ia seperti pelita dalam kegelapan, menghijrahkan dari ketidaktahuan menuju alam pengetahuan. Menjadi guru adalah sebuah pilihan. Pilihan yang menuntut pengorbanan.  Memberi, tanpa mengharap untuk kembali.

Seorang guru adalah pribadi penuh inspirasi dan motivasi. Menyematkan harapan di dada para siswa untuk meraih cita-cita tertinggi mereka. Menjadi orang tua kedua di sekolah, sekaligus menjadi sahabat dan teman bercerita. Betapa menyenangkannya dapat memberi banyak manfaat pada sesama. Bahkan, dengan izin Allah, merubah hidup banyak manusia menjadi lebih baik lewat tangan mereka.

Bicara tentang guru, tentu tiap-tiap kita punya memori tersendiri tentang sosok mulia itu. Dalam proses belajar selama bertahun-tahun, mulai dari hari pertama hadir di dunia, tumbuh, menempuh pendidikan formil dari TK sampai SMA, saya memiliki berbagai kenangan tentang sosok para pendidik yang begitu menginspirasi dan memotivasi. Membentuk karakter saya hingga menjadi seperti saat ini.

Guru pertama saya adalah mereka yang pertama kali saya lihat saat membuka mata.. Ya, mereka adalah orang tua saya.. yang kerap saya panggil Abi dan Ummi.

Ummi.. beliaulah yang mengenalkan saya pada dunia, untuk pertama kalinya. Mengajarkan saya bicara, berjalan, tertawa, mengenal rasa sedih dan bahagia. Beliau pula yang telaten mengajari saya membaca dan mengenal angka, hingga saya telah lancar membaca dan menulis sebelum masuk TK. Mengenalkan saya pada wajibnya menutup aurat dengan jilbab dan mengajari banyak hal tentang agama. Dan setelah saya menjadi ibu, kini saya paham.. tiada yang lebih mengerti dan memahami seorang anak, seperti ibunya sendiri.

Abi.. dari beliau saya belajar banyak hal. Pengorbanan, ketulusan, hidup dengan segala petualangannya sampai cara jitu menawar ketika membeli barang. Hampir setiap malam sebelum tidur, Abi selalu bercerita dan mendongeng untuk anak-anaknya. Walau cerita yang dikisahkan hanya itu-itu saja, tapi kami tak pernah bosan. Karena Abi selalu bercerita dengan gayanya yang khas. Sesuatu yang masih selalu kami ingat hingga kini.

Pernah saat masih kecil, saya terserang flu berat, batuk-batuk hebat hingga tak bisa tidur semalaman. Karena lelah mengurus saya seharian, Ummi sudah pulas tertidur. Sedang Abi yang juga lelah sepulang kerja, tetap terjaga menemani saya yang terus terbatuk-batuk, membuatkan air garam hangat dan memijat punggung saya dengan minyak kayu putih sampai akhirnya saya terlelap. Kenangan itu tak pernah bisa saya lupakan sampai sekarang.

No matter how big you are, you’ll always be daddy’s little girl somehow.. 🙂

Walau dulu tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua, tapi mereka begitu cakap mengajari saya hampir segalanya. Metode yang digunakan dalam mendidik pun beda dengan para pengajar kebanyakan, karena mereka mengajar dengan penuh cinta kasih. Cinta dan kasih orang tua kepada anaknya yang tulus dan tanpa syarat..

Waktu TK saya punya guru favorit, namanya Bu Sri – Rahimahullaah.

Orangnya cantik, ramah dan keibuan. Di antara tiga guru yang menangani TK A dan B, beliaulah yang paling mendapat tempat spesial di hati saya. Beliau begitu sabar dan lembut dalam mengajar. Saat istirahat, ketika sedang menunggu giliran naik ayunan, beliau sering mengajak saya mengobrol. Juga mengajari saya berenang untuk pertama kalinya.

Di mata saya waktu itu, beliau adalah sosok ibu guru yang begitu sempurna. Baik dan penuh perhatian. Ketika saya bertengkar dengan teman sekelas, beliau bisa bersikap tegas, tapi tetap lembut. Bahkan ketika pernah suatu saat saya bertingkah dan beliau memberi hukuman ringan, saya tetap merasa bahwa beliau selalu menyayangi saya.

Sayangnya beliau tak berusia panjang.. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, saya mendengar kabar bahwa beliau telah berpulang. Saya kaget sekali, karena beliau masih begitu muda. Sedih sekali rasanya saat itu, saya menangis.. kehilangan satu sosok guru yang sangat berkesan dan dicintai. Semoga Allah merahmati dan mengampuni dosa-dosa beliau..

Sosok guru lain yang menginspirasi hidup saya adalah wali kelas merangkap guru Matematika saya saat kelas enam SD, Pak Nanang  namanya.

Beliau di mata saya adalah sosok guru super. Super segala-galanya. Begitu tulus dan berdedikasi. Tanpa pamrih. Beliau yang memompa semangat saya dalam menghadapi ujian nasional (dulu namanya EBTANAS). Tak ada hari tanpa persiapan ujian.

Beliau selalu menekankan, yang namanya prestasi dan kesuksesan itu, tidak diperoleh secara instan, melainkan lewat usaha yang gigih dan perjuangan. Memaksimalkan ikhtiar, tak lupa berdo’a agar diberi kemudahan, baru setelahnya bertawakkal akan hasilnya.

Ketika liburan catur wulan dimulai, beliau mengumumkan pada seisi kelas bahwa siapa saja yang mau les tambahan persiapan menghadapi ujian, silakan datang ke rumah beliau. Setiap hari, gratis, tanpa dipungut biaya. Disana kami diberikan lembaran soal-soal EBTANAS tahun lalu, untuk kemudian dibahas bersama-sama. Ya, beliau juga yang membuat saya begitu jatuh cinta pada subject Matematika dan IPA, selain ibu saya tercinta tentunya.. wink

Beliau juga tak pernah melarang bahkan mendukung penuh usaha kecil-kecilan saya untuk berjualan es mambo di sekolah. “Bapak suka siswa yang kreatif, mandiri, mau usaha apa saja buat nambah-nambah uang saku.. Jadi nggak perlu minta terus sama orang tua..”,  kata beliau sambil tersenyum.

Beliau pula yang akhirnya —dengan izin Allah— berhasil mengantarkan saya menjadi juara sekolah dengan nilai ujian nasional tertinggi. Dan mensupport penuh agar saya mau mendaftar masuk ke sebuah SMP unggulan di Jakarta kala itu.. Yang katanya, masuknya cukup sulit dan seleksinya begitu ketat, yang sekarang sudah termasuk sekolah berstandar internasional (SSI). Saingannya pun sudah pasti pintar-pintar..

Tapi beliau selalu meyakinkan saya..

“Bapak yakin kamu bisa berkompetisi dengan mereka. Kamu juga harus yakin dengan dirimu sendiri bahwa kamu bisa. Perjuanganmu nggak boleh berhenti disini, Meut. Bapak dukung kamu seratus persen..”

Beberapa tahun kemudian, secara tak sengaja saya bertemu kembali dengan beliau. Tak disangka, beliau menyesalkan sekali keputusan saya untuk tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

“Bapak menyayangkan sekali kamu memilih untuk tidak kuliah, Meut. Kenapa? Kamu kan dulu berprestasi.. “  tanya beliau dengan raut wajah kecewa.

Saya hanya tersenyum kecil, tak terasa terselinap sedikit rasa haru sambil berkata dalam hati, “Terima kasih, Pak..”

Sekitar tahun 2005, saya diundang seorang kawan untuk menghadiri kajian Islam ilmiah di masjid Komplek Departemen Penerangan, Cimanggis.  Pematerinya adalah ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat – Hafizhahullaah.  Ketika itu, saya begitu antusias menyimak ceramah beliau, sampai-sampai saya tak sempat mencatat, saking fokusnya dengan materi yang disajikan.

Itulah pertama kali saya ikut kajian beliau, pertama kalinya saya mengenal dan mengetahui apa itu salaf, pertama kalinya saya mengetahui perlunya bermanhaj, perlunya tashfiyah wa tarbiyah.  Bahwa ber-Islam saja tak cukup tanpa lurusnya pemahaman dari para salaf (pendahulu), yaitu sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Dari situ saya mulai tertarik untuk mendatangi kajian salaf yang lain. Dilanjutkan dengan kajian beliau lainnya di masjid UI, Depok.  Masih dengan tema yang sama di tahun yang sama. Dan lewat perantara beliau, saya memantapkan diri untuk memilih terus berada di atas manhaj yang haq ini, insya Allah..

Setelah itu, tak lama saya menemukan tempat ta’lim rutin tiap Ahad yang ternyata tak jauh dari rumah, alhamdulillaah. Kajian yang begitu dekat dengan rumah saya yang sekarang. Hanya berjarak beberapa meter saja. Pengajar tetapnya adalah ustadz Kurnaedi – Hafizhahullaah.

Dari beliau saya banyak sekali mendapat pencerahan tentang apa yang boleh dan tak boleh, apa yang halal dan apa yang haram. Ternyata banyak sekali hal yang belum saya ketahui. Cara mengajar beliau begitu santun dan mengena. Sampai sekarang saya dan suami masih rutin mengikuti kajian beliau tersebut.

Sosok ustadz lain yang berperan besar dalam menggapai nikmat hidayah ini adalah ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas – Hafizhahullaah.

Mengenal beliau pertama kali di masjid Istiqlal, sebagai penerjemah syaikh dari timur tengah saat tabligh akbar awal tahun 2006. Saya suka sekali dengan gaya mengajar beliau yang begitu khas; tegas, berapi-api, sekaligus lembut dan penuh hikmah. Dari situ saya tertarik untuk mengikuti kajian beliau lainnya.

Kenangan ta’lim di masjid Al Furqon – DDII Kramat Raya,  sampai daurah muslimah bersama kawan-kawan di masjid Imam Ahmad bin Hambal, Bogor. Masya Allah.. Indahnya majelis ilmu benar-benar saya rasakan kala itu.

Alhamdulillaahilladzii bini’matihi tatimush-shalihat.. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatNya segala kebaikan menjadi sempurna.

Saya sangat bersyukur mengenal manhaj yang lurus ini. Kenikmatan sesungguhnya adalah nikmat Islam, iman, nikmat mencari dan menemukan kebenaran. Jazakumullaahu khayran yaa asatidz, atas segala ilmu dan hikmah yang kalian berikan. Semoga menjadi pemberat amal shalih kalian di yaumil hisab kelak. Karena salah satu sumber pahala yang tak akan terputus adalah ilmu yang bermanfaat. Masya Allah..

Ya, merekalah sosok-sosok pendidik yang berjasa besar dalam kehidupan saya. Guru yang baik, tulus dan berdedikasi, akan selalu menempati tempat istimewa di hati anak didiknya. Bahkan hingga ia dewasa dan berhasil kelak, jasa mereka tak akan mudah terlupa.

Dan saya yakin, di antara sekian banyak oknum yang mencoreng nama baik para guru, masih ada sosok-sosok guru yang tulus dan tanpa pamrih dalam mendidik dan mencerdaskan bangsa ini.

Segala puji bagi Allah atas segala nikmat ilmu yang saya dapatkan melalui beliau semua, guru-guru saya. Betapa berharganya mengenal ilmu di tengah kebodohan, laksana menemukan cahaya kala tersesat di kegelapan. Mereka telah mengenalkan saya pada ilmu, dan berhasil membuat saya mencintai ilmu.

Jasa-jasa mereka tak akan pernah bisa saya balas, karena begitu tak terhingga. Semoga Allah membalas amal shalih kalian dengan sebaik-baik balasan..

“Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, dialah yang dinamakan orang besar di bawah kolong langit ini. Ia bagai matahari yang memberi cahaya orang lain sedangkan ia sendiri pun bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain, ia sendiri pun harum.” ~Imam Ghazali

~ Jakarta di suatu pagi, 7 Oktober 2013.. teruntuk kalian, para pahlawan tanpa tanda jasa dimanapun berada.. semoga Allah menganugerahkan pada kalian, kebaikan yang banyak.

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Getty Images ]

Advertisement

5 thoughts on “Guru.. Sungguh Mulia Peranmu

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.