Apa yang ada dalam pikiran saya ini mungkin juga pernah dirasakan oleh ikhwah lainnya. Sebuah fenomena klasik yang sering dijumpai para ikhwah di masa-masa penantian dan pencarian. Ketika si virus merah jambu mulai melanda hati dan memporak-porandakan jiwa.
Tsaaah.
Dalam interaksi antara ikhwan dan akhwat, di dunia nyata ataupun maya, seringkali terjadi apa yang namanya ‘pacaran berlabel ta’aruf’. Nggak cuma sekarang aja sih, dari zaman saya belum nikah juga sudah banyak fenomena seperti itu.
Kenapa saya bilang pacaran berlabel ta’aruf? Secara zhahir mereka sedang dalam prosesi ta’aruf syar’i, bahkan ada yang baru ‘akan’ melangkah ke proses tersebut. Baru dikenalkan, baru bertukar biodata, baru sekilas memandang.
Namun secara nyata pula, aktifitas yang mereka lakukan tak ubahnya layaknya sepasang kekasih yang berpacaran. Walau mungkin tak separah gaya pacaran zaman sekarang, seperti bergandengan tangan, nonton film atau dinner bareng.
Dari mulai kekaguman berlebihan, perhatian-perhatian berlebihan, komunikasi berlebihan, nazhor berlebihan..
Seperti pesan singkat,
“Assalamu’alaikum ukh, sedang apa? Udah makan belum? Jangan lupa makan yah, nanti sakit lho.. “
“Kuliah jam berapa hari ini akh? Jangan capek-capek ya, ana kan jadi kepikiran kalo akhi kecapean nanti..” .
Atau email dan chat yang ‘berbau’ tausiyah,
“Sudah qiyamullail belum ukh? Hafalan sudah sampai mana, akh? Semangat ya.. Barakallaahu fiik !”
Bahkan panggilan sayang,
“Ummi-Abi.. Dinda-Kanda.. Pelengkap separuh agamaku.. Tulang rusukku yang hilang..”.
Doh.. kalau saya yang diperlakukan seperti itu oleh seorang ikhwan saat menjalani ta’aruf, dijamin bakalan ‘ilfeel’ abisss.. asli bikin males. Memangnya dia siapa saya? Personal things macam itu kan tak layak ditanyakan oleh lawan jenis yang bukan mahram.
Mungkin terdengar biasa bagi mereka yang memang belum tahu ilmunya, tapi menjadi tidak biasa ketika hal-hal tersebut terjadi antara dua orang yang sedang menjalani proses ta’aruf..
Tahukah mereka hal seperti itu dapat mengotori hati? Malu dong akh, ukh, sama diri sendiri, sama komitmen untuk teguh menjaga hati. Terutama, malu sama Allah..
Ada juga yang berjanji untuk bertemu di suatu tempat, tanpa ada pihak ketiga. Tempat pertemuannya memang terbuka, sebuah tempat umum. Namun apa yang dibicarakan dan dapatkah mereka menahan pandangan dan lisan dari hal-hal yang diharamkan?
Hanya Allah dan mereka berdua yang tahu.
Chatting nggak penting pun jadi alat pendekatan. Sekadar ngobrol ngalor ngidul dan haha-hihi nggak jelas, atau bahkan curhat serius sampai berurai air mata. Dengan webcam, mereka berdalih dapat dengan jelas melihat wajah masing-masing. Namanya juga nazhor, dalih mereka.
Loh.. nazhor kok terus-terusan, akh, ukh? 😀
Bahkan ada juga yang terang-terangan jalan berdua, mencari busana walimah dan perlengkapannya. Tanpa rasa risih dan malu. Masih atas nama proses yang bernama ta’aruf. Dan syaithan pun tertawa penuh kemenangan.
Astaghfirullah.. apa mereka belum tahu ataukah lupa akan ilmunya?
Dan mirisnya, di antara berbagai kemungkaran tadi dilakukan oleh sebagian ikhwah yang mengaku berada di atas manhaj yang haq. Meski begitu saya percaya masih banyak ikhwah yang memegang teguh prinsip hijab dalam berinteraksi dengan calonnya selama ta’aruf.
Tanpa menutup mata bahwa fenomena ini ada, ini nyata.. It’s sad yes it’s true.
Duhai saudaraku, bersabarlah!
Saya tahu, godaan itu sangat besar. Saya pun pernah merasakannya. Sungguh akan datang saatnya Allah halalkan apa yang tadinya terlarang. Keteguhan dalam menjaga hati itu terasa berat pada awalnya, namun akan berbuah manis kelak.
Percayalah.. pacaran setelah menikah jauh lebih mengasyikkan dan.. lebih bebas tentunya. Karena yang halal itu jauh lebih menentramkan.
Masa-masa ta’aruf adalah masa-masa yang rentan fitnah dan godaan. Tak sedikit yang tergelincir dalam jerat syaithan yang menipu ini. Ingatlah wahai ikhwan-akhawat fillah, calon istrimu bukanlah istrimu. Dan calon suamimu bukanlah suamimu. Ia tetap ajnabi bagimu, hingga ijab kabul terucap. Jaga hatimu hingga saat itu tiba. Karena sesungguhnya wanita yang baik hanya untuk laki-laki yang baik, begitu pula sebaliknya.
Jangan berikan hal-hal spesial diatas pada seseorang yang ‘belum pasti’ menjadi suami atau istri kita kelak. Siapa yang bisa menjamin masa depan? Siapa yang bisa menjamin perasaan dan hati seseorang tak pernah berubah?
Bagaimana jika kita sudah memberikan hampir segalanya, menyimpan perasaan terdalam dan menggantungkan harapan tinggi-tinggi hanya pada si dia.. Tetapi takdir Allah tak sesuai keinginan.. dia yang kita puja, ternyata bukan jodoh kita.
Sesuatu yang diawali dengan cara yang tidak direstuiNya, maka jangan harap di kemudian hari akan menuai barakah.
Maka, biarkan rasa itu hadir pada saatnya, dengan ikatan yang diridhai oleh Allah Azza wa Jalla..
Mitsaqan ghalizha…
Sebuah perjanjian yang kuat dan suci antara dua manusia. Berbuah sakinah, mawaddah, wa rahmah. Insya Allah.
Dan satu hal yang perlu kita ingat ketika akan bermaksiat kepadaNya,
“Ittaqillaah wahai jiwa yang lalai, takutlah kepada Allah! Seandainya engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Ia melihatmu…”
Nas‘alullaaha As-Salamah wal-‘Afiyah. Allaahul musta’an.
~ Untuk Zaujiy yang kucintai karena Allah, terimakasih telah membantuku menjaga hati dari semua godaan selama proses ta’aruf dulu..
©aisyafra.wordpress.com
[ image source: Pinterest ]
mba meut bisa aja bikin contoh percakapannya,lucu abiss.hehe
izin share yaa mbaa :))
LikeLike
eh tapi beneran ada lho yang kayak gitu 😀 silakan niar.. 🙂
LikeLike
Materinya menarik sekali mba. Izin share jg yaa.. 🙂
LikeLike
silakan ukhty 🙂
LikeLike
diriku membanjiri postinganmu kakk , hihii
” ~ untuk zaujiy, terimakasih telah membantuku menjaga hati dari semua godaan selama proses ta’aruf dulu.. ” aihhhh …
LikeLike
aihhh~ hehe tapi emang itu yang dulu aku rasakan :’)
LikeLike
Mbak, ijin share ya 🙂
LikeLike
Silakan, elly 🙂
LikeLike
[…] saya tidak sendirian. Pemilik salah satu blog favorit saya ini pun berpendapat yang sama. Penjelasan beliau bisa lebih jelas […]
LikeLike
ukh… izin share ya, jazakillah ^_^
LikeLike
Silakan ukhti, waiyyaki 🙂
LikeLike
Reblogged this on "Percikan cerita tentang kefanaan dunia"..
LikeLike