Dulu sekali, sekitar 5 tahun yang lalu, saat sedang ngobrol-ngobrol santai soal fenomena Facebook yang ketika itu sedang booming dengan seorang sahabat, tiba-tiba antara kami muncul ide diskusi seperti ini…
“Rasanya sayang banget ya kalau ide-ide kita cuma tercecer berupa status di Facebook, yang kalau status-status itu dikumpulkan dan dijumlah, bisa sampai puluhan bahkan ratusan halaman.. Coba disatukan dalam sebuah blog atau website dengan rapi.. Insya Allah akan lebih bermanfaat dan mudah mencarinya kembali.”
Dan tak terasa sudah dua tahun lebih nge-blog, alhamdulillaah. Bagi saya, blog adalah sarana menulis yang sederhana, mudah, gratis sekaligus menyenangkan. Karena di dalamnya saya bisa menulis apa yang saya inginkan, dengan cara yang saya sukai. Bebas dan merdeka menjadi diri sendiri.
Terlebih lagi, membantu saya untuk mengevaluasi tulisan-tulisan saya lewat feedback berupa komentar dari para pembaca. Dan ada satu pertanyaan yang sering mampir di email atau via mention di socmed…
“Kok blognya bisa update terus sih mbak? Gimana caranya supaya nggak kehabisan ide dalam menulis?”
Jawaban saya sederhana saja..
- “Soal update, itu komitmen saya dulu saat pertama membuat blog. Akan terus update, sesibuk apapun, insya Allah. Isi blog saya juga tidak sepenuhnya asli tulisan saya, kok. Banyak yang berupa salinan dari penulis lain, yang saya anggap menarik dan layak untuk saya publish ulang di blog ini, seperti yang saya tulis di menu About This Blog. Dan meng-update blog secara berkala adalah salah satu bentuk apresiasi dan rasa terima kasih saya kepada para pembaca yang setia mengunjungi rumah kecil tempat berbagi celoteh ini. Sekali lagi, terima kasih, ya 🙂
- Yang kedua, soal ide. Menurut hemat saya, ide menulis itu bukan sesuatu yang harus dicari. Ide itu datang dengan sendirinya dalam berbagai kesempatan. Seringkali ia datang dalam kesempatan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan ide itu sendiri. Dan ide itu dapat ditemukan dari hal-hal yang sederhana saja. Jangan pernah membatasi diri dalam menggali dan menuangkan ide..“
Ide, gagasan atau inspirasi, biasanya justru hadir di saat-saat yang tak terduga, bahkan pada keadaan di mana tak memungkinkan untuk segera dituliskan. Misalnya pas lagi di atas motor (ini sering banget), lagi masak, di kamar mandi, di sekolah, main ke rumah teman, nyuapin anak, menyetrika setumpuk pakaian bahkan saat liburan.. 😀
“The best time for writing a book is while you’re doing the dishes.” ~Agatha Christie
Ide, kehadirannya memang tak mengenal waktu dan tempat. Dan yang paling bikin geregetan adalah, ketika ide itu datang dan tak segera dituangkan, lantas ide dan antusiasme itu lenyap dan menghilang begitu saja.
Grrrrrr……. *garuk-garuk tembok
Maka ketika ide itu datang, lekas tuangkan. Dengan media seadanya, walau dengan secarik kertas dan pensil, di atas lembaran jurnal harian, notes di gadget, atau langsung di dashboard blog. Tapi saya sendiri, jarang sekali menulis langsung di dashboard blog, karena saya tak suka sering-sering online via PC, ribet.. Paling hanya sesekali saja.
Hampir semua tulisan saya tulis di notes hape, kemudian saya pindahkan ke dashboard lewat browser. Kalau nunggu bisa online di PC, wah keburu menguap idenya.
Menulis itu bisa kapan saja buat saya. Bahkan saat saya memiliki bayi, saya biasa menulis sambil bermain di atas kasur dengan si kecil, atau sambil menunggu cucian selesai dibilas di mesin cuci. Tapi yang pasti, saya belum pernah menulis sambil tidur. Kecuali di dalam tidur itu saya bermimpi sedang menulis. Haiyah 😀
Ide menulis itu, bisa datang dari mana saja. Tulisan saya di blog dan socmed banyak yang terilhami dari berbagai kejadian di sekitar, apa yang saya baca, lihat, dengar dan rasakan. Terinspirasi dari hal-hal yang sederhana.
Obrolan dengan seorang teman, membaca sebuah paragraf, duduk di depan mesin jahit saat hujan turun, tak sengaja teringat sepotong kejadian di masa lalu, memperhatikan lalu lalang manusia di jalan-jalan, memandangi langit senja sambil menghirup damainya udara sore..
Banyak tulisan saya yang dibuat secara spontan, tanpa planning. Tiba-tiba.. “tring!” ide itu muncul dan tangan ini seakan bergerak sendiri tanpa diperintah untuk menuliskannya. Mengalir begitu saja..
“Write to write. Write because you need to write. Write to settle the rage within you. Write with an internal purpose. Write about something or someone that means so much to you, that you don’t care what others think.” ~Nick Miller
Maka, tuliskan saja.. Lupakan sejenak tentang teori menulis yang baik dan benar. Luapkan apa yang ingin kita curahkan saat itu, semau kita. Setelah lega, setelah dituangkan, barulah kembali sunting tulisan yang telah kita buat.
Edit, edit, edit.. Proses revisi bisa saya lakukan berulang-ulang sebelum mem-publish sebuah tulisan. Coret kata-kata yang tidak perlu. Even the best writer has to erase.
A good writing is to show, not to tell. Sederhanakanlah tiap kalimat, rapikan tiap paragraf. Jangan menyingkat kata dengan singkatan yang tidak lazim, sehingga sulit dipahami maksudnya.
Gunakan bahasa dan istilah yang mudah dicerna, tapi mengena. Pilih judul yang unik dan sesuai dengan topik yang kita angkat. Terbitkan tulisan setelah benar-benar yakin tak ada lagi yang perlu diperbaiki. Bismillah.. klik publish!
I love writing. I love the swirl and swing of words as they tangle with human emotions…
Writing is seeing. It is paying attention.
“Menulislah dengan sudut pandang yang berbeda, yang menunjukkan, itu tulisanmu, bukan tulisan orang lain. Untuk menulis, kita butuh amunisi berupa membaca, memperhatikan, mendengarkan, dan mengkonstruksi segala sesuatu yang ada di sekeliling kita.” ~Tere Lije
Menulis adalah memperhatikan detail-detail kecil dari sebuah peristiwa. Merangkai mozaik-mozaik kehidupan yang tercecer. Menulis, adalah mengasah kepekaan akan fakta-fakta, membebaskan imajinasi lewat kata-kata, dengan cara yang kita pilih sendiri.
Jangan takut kehabisan ide atau khawatir ide kita dicuri orang lain. Trust me, ide itu bisa dicuri.. tapi kreatifitas, tidak. Karena isi kepala tiap manusia berbeda. Seandainya ada 10 orang diberi kesempatan untuk menulis dengan sebuah tema yang sudah ditentukan, maka pasti hasilnya tidak akan ada yang sama persis. Jika ada yang sama persis, maka bisa dipastikan bahwa salah satunya memplagiat karya orang lain.
Menulislah sesering mungkin, walau hanya kita sendiri yang membacanya. Karena menulis adalah tentang kebiasaan, makin sering menulis, akan makin terasah. Sebanyak apapun tips menulis yang kita hafalkan, kalau tidak segera dimulai, ya kapan bisanya?
Mengutip pesan penulis muda Raditya Dika,
“Seperti menjahit, menulis adalah sebuah keterampilan. Semakin sering dilatih akan semakin kita terbiasa untuk ‘rapih’.”
Sebuah tulisan yang baik adalah tulisan yang bermanfaat. Sebuah tulisan yang baik memiliki kekuatan untuk menggugah, menguatkan dan menggerakkan hati pembacanya, bahkan mengubah. Sesuatu yang ditulis dari hati, akan sampai ke hati juga, insya Allah.
Mulailah menulis, apa saja. Bukankah air tidak akan mengalir sampai krannya dibuka? Ya, kita tak pernah tahu apa yang bisa terjadi dengan apa yang kita tulis. Sebuah tulisan yang mungkin kita anggap sederhana, biasa saja.. mungkin justru sangat berarti bagi orang lain.
Tulisan yang hanya kita simpan di draft blog atau di lembar buku harian, bisa jadi akan menginspirasi orang lain untuk berbuat kebaikan, ketika kita menerbitkannya di ruang publik.
Layaknya ucapan lisan, tulisan adalah do’a. Maka tulislah yang bermanfaat saja, bukan sebaliknya. Selalu pikirkan kembali, akankah apa yang kita tulis ini menuai maslahat atau justru menimbulkan mudharat. Tulislah sesuatu yang tidak akan kita sesali di kemudian hari..
“Tulisan itu rekam jejak. Sekali dipublikasikan, tak akan bisa kautarik. Tulislah hal-hal berarti yang tak akan pernah kau sesali kemudian.” ~Helvy Tiana Rosa
Menulis adalah sarana muhasabah dan evaluasi diri. Ketika membaca ulang tulisan-tulisan lama saya, seringkali saya seperti diingatkan. Bagaimana saya berpikir dan merasakan sesuatu di masa lampau. Bagaimana saya yang dulu dan bagaimana saya yang sekarang.
Adakah kemajuan? Stagnan? Atau justru kemunduran?
Menulis juga adalah ladang pahala yang akan terus mengalir, selama tulisan itu bermanfaat bagi orang lain. Teruslah mengikat apa yang telah dipelajari dengan tulisan, mendulang amal kebaikan, bahkan kelak setelah tiada. Karena apa-apa yang dituangkan lewat pena dan kata, abadi adanya. Demikian juga balasannya…
Terus perkaya wawasan dengan banyak belajar dan membaca. Karena membaca dan menulis adalah ibarat dua saudara yang tidak terpisahkan. Saling melengkapi satu sama lain.
Pepatah mengatakan,
“Dengan membaca, kita bisa tahu dunia.. dengan menulis, dunia bisa tahu kita.”
Salah satu cara terbaik untuk mengabadikan momen-momen berharga adalah dengan menuliskannya. Bacalah apa yang kita tulis 5 tahun lalu. Akan tergambar bagaimana kita telah jauh melangkah dan bertumbuh, betapa akhirnya fase-fase sulit itu berhasil kita lewati. Dan kita akan mengenangnya sambil tersenyum pada diri sendiri,
“Ya, waktu telah mendewasakan aku..”.
I write to express, not to impress.
Dan yang paling penting, jujur dan jadilah diri sendiri ketika menulis. Kita boleh terinspirasi dari banyak penulis dengan karya-karya mereka yang patut diacungi jempol, tapi selebihnya, milikilah gaya menulis sendiri.
Mengapa? Karena kita (baca: saya) menulis untuk menyenangkan diri sendiri, bukan orang lain. Karena, akan sulit menyenangkan semua orang dengan tulisan yang saya buat. Dan karena, dari apa yang saya tulis, saya ingin dikenal sebagai saya, bukan sebagai orang lain.
Menulislah.. tentang apa yang kita rasa dan kita suka, bukan apa yang orang lain suka. Jika ternyata tulisan kita banyak disukai orang, alhamdulillah… Tapi jangan jadikan hal tersebut sebagai alasan utama untuk menulis. Menulislah walau hanya dituangkan dalam blog pribadi.
Walau kadang ada juga komentar yang bikin saya senyam-senyum sendiri saat membacanya, “Mbak, ngomong-ngomong kapan tulisan-tulisan di blognya dibukukan? Saya mau pesan..”
Loh? 😀 #tutupmuka
“Menulislah, karena yakin tulisan kita bisa mengubah. Menulislah, karena yakin tulisan kita bisa menghibur. Menulislah, karena yakin tulisan kita bisa menemani. Menulislah, dengan keyakinan bahwa itu bisa mengubah, menghibur dan menemani. Jangan pedulikan jumlah komen, jumlah like, jumlah pengunjung. menulislah! Karena dunia ini akan jauh lebih baik jika semua orang pintar menulis —bukan pintar bicara. Menulislah! “ ~Tere Lije
~ Jakarta, Februari 2014.. saya menulis, karena saya mencintai ungkapan rasa lewat kata-kata..
© aisyafra.wordpress.com
[ image source: WeHeartIt ]
Makasih Mba’,
Semangat menulis! 🙂
LikeLike
Sama-sama mba 🙂
Yup, semangat menulis! ♥
LikeLike
[…] 1 Mei 2011. Kenapa nge-blog? Pernah saya tulis di sini. Secara singkat, bagi saya blog adalah sarana menulis yang sederhana, mudah, gratis sekaligus […]
LikeLike