Petikan Hikmah dari Buku ‘Gadis-Gadis Riyadh’

Beberapa hari lalu, saya membaca sebuah buku terjemahan yang berjudul “Gadis-gadis Riyadh” atau versi internasionalnya “Girls of Riyadh”. Buku yang katanya based on true story ini, aslinya berjudul “Banat al Riyadh”. Yang ternyata termasuk buku terbitan lama, sekitar tahun 2005. Sejujurnya, saya belum pernah mendengar tentang buku ini sebelumnya. Sampai saya tak sengaja menemukannya dalam daftar e-book di situs download yang sering saya kunjungi. Karena judulnya inilah saya jadi tertarik untuk membacanya. Seperti apa sih kehidupan wanita muslimah dipandang dari kaca mata seorang feminis yang juga adalah seorang muslimah? Meski sempat beberapa kali ingin berhenti di beberapa bagian (karena banyak yang saya anggap kontradiktif dengan Islam), akhirnya buku ini berhasil saya tamatkan dalam waktu beberapa jam saja.

girls of riyadh

Buku yang sejak membuka halaman pertama kental dengan nuansa feminisme (walau secara eksplisit sang penulis tidak pernah mengaku sebagai seorang feminis) dan kebencian terhadap kebijakan negara Saudi (baca: syariat Islam) ini.. Yang setelah saya guling-guling di gugel ternyata di-banned atau dilarang beredar di Saudi ini..

Alih-alih membuat saya yang seorang muslimah, menjadi benci pada syari’at.. Atau merasa seperti katak dalam tempurung, terjebak dan terkungkung di dalamnya.. Justru malah meyakinkan saya bahwa hanya Islamlah satu-satunya yang menghormati perempuan dalam segala aspek. It’s amazing how Islam protects and liberates woman at the same time, perfectly.

Banyak poin-poin penting yang saya ambil dari buku ini.. Mungkin bukan poin yang diharapkan oleh penulisnya, malah boleh jadi justru sangat bertolak belakang. Seperti kita ketahui bersama, di Kerajaan Saudi Arabia atau sering disebut KSA diberlakukan syari’at Islam sebagai undang-undang negara.

Benang merah yang saya ambil dari buku ini, tujuan sang penulis, Rajaa al Sanea (semoga Allah berkenan memberinya hidayah) menulis buku ini adalah untuk menggugat peraturan yang berlaku di negaranya, terutama soal persamaan hak antara pria dan wanita. Termasuk menuntut kebebasan bagi wanita dalam segala hal.

Sang penulis juga menganggap Syi’ah adalah bagian dari Islam. Terucap jelas dari kalimatnya yang membagi Islam menjadi dua aliran, yaitu Ahlussunah dan Syi’ah. Dalam buku ini digambarkan seolah Syi’ah adalah korban dari kezaliman dan ketidakadilan kebijakan negara Saudi, yang menganggap Syi’ah seperti kotoran yang harus dibuang. I say: Then look at what they’ve done to our brothers in Syria, Miss..

Secara garis besar, buku ini berkisah tentang perjalanan hidup dan cinta empat orang gadis dari kalangan atas yang saling bersahabat di kota Riyadh. Kalau tidak salah ingat, nama mereka adalah Qamra, Lumeis, Michelle dan Shadim. Saya tidak akan bercerita tentang isi dari buku ini, melainkan petikan-petikan hikmah yang saya ambil darinya..

  • Islam membatasi pergaulan antara pria dan wanita, tidak lain karena pergaulan bebas dan ikhtilath adalah pembuka bagi pintu-pintu zina. Pertama sebatas memandang, kemudian muncul ketertarikan, bertukar nomor telepon, berjanji bertemu, pergi berdua ke tempat sepi, kemudian terjadilah zina. Wal’iyadzubillah..
  • Islam menganjurkan untuk meneliti lebih dalam siapa orang yang akan kita nikahi. Sebatas memandang saja tidak cukup, selidikilah lebih lanjut, siapa dia, bagaimana kefaqihannya dalam agama, keturunannya dan sebagainya. Jangan sampai kita seperti membeli kucing dalam karung, menerima pinangan walau tidak jelas siapa orangnya. Lebih baik cermat di awal, daripada menyesal kemudian.
  • Tidak ada yang namanya ‘pertunangan’ dalam Islam. Yang ada adalah khitbah (meminang) kemudian dilanjutkan dengan akad nikah dan walimah. Salah satu tokoh dalam buku ini, merasa tertipu oleh tunangannya setelah ia menyerahkan kesuciannya hanya beberapa waktu sesudah pertunangannya. Setelah ‘kejadian’ malam itu, sang tunangan pergi tanpa kabar, melupakan pertunangan yang sudah terjadi, bahkan membatalkan pernikahan yang tak lama lagi akan digelar. Tinggallah si wanita terpuruk menyesali kesalahan dan kebodohannya. Termenung ia di depan lemari pakaiannya sambil menangis memandangi gaun pengantinnya yang sudah terlanjur dipesan. Pikirnya, setelah bertunangan, maka ia telah halal untuk menyerahkan dirinya pada tunangannya. Padahal, Islam telah mengatur batasan-batasan ketika kita menjalani proses ta’aruf. Calon istri kita bukanlah istri kita, demikian pula calon suami kita bukanlah suami kita. Ia tetap ajnabi’ bagi kita, hingga akad telah resmi terucap.
  • Wanita diciptakan Allah sebagai pelengkap kaum pria. Dan sebaik-baik pria adalah mereka yang memperlakukan wanita dan keluarganya dengan sebaik-baiknya. Bila ada seorang pria muslim yang berakhlak buruk dan bejat, maka mereka bukan barometer pria muslim lainnya. Masih banyak pria muslim yang baik akhlak lagi santun perilakunya. Jangan menyamaratakan bahwa setiap pria selalu menganggap wanita dengan rendah dan tidak menghargainya. Bukan agamanya yang salah, tapi pemeluknya. Muslims aren’t perfect, Islam is. Don’t get confused. Islam justru mewajibkan pria untuk berlaku baik terhadap para wanitanya.
  • Sebelum akad terucap, sebelum engkau halal baginya.. Jangan tambatkan perasaanmu terlalu dalam. Tak ada yang bisa menjamin bahwa perasaan seseorang tak pernah berubah, termasuk orang yang akan kita nikahi. Berbunga-bunga bahagia boleh saja, tapi jangan berlebihan.. Karena jika suatu saat Allah takdirkan ia bukan jodohmu, maka akan sulit bagimu untuk menerima kenyataan pahit itu. Sekadarnya saja..
  • Ketika kenyataan tidak selalu berjalan seperti keinginan, bersabarlah.. Sandarkan segalanya kepada sang Pemilik Kehidupan, Allah Azza wa Jalla. Insya Allah Dia telah menyiapkan sesuatu yang lain bagimu. Sesuatu yang lebih baik, yang mungkin jauh lebih indah dari apa yang pernah engkau bayangkan.
  • Islam begitu paripurna mengatur setiap sendi kehidupan manusia, termasuk mengatur hak dan kewajiban antara pria dan wanita dengan seimbang secara ma’ruf. Adil bukanlah sama rata, tapi adil adalah meletakkan sesuatu sesuai dengan porsinya. Ketika Allah memerintahkan wanita untuk berhijab dan tetap tinggal di rumah, pasti ada maslahat di dalamnya. Begitu juga ketika Allah memerintahkan pria untuk keluar mencari nafkah dan berjihad ke medan perang, pasti ada maslahat di dalamnya. Maslahat yang sering dipandang oleh sebagian orang sebagai ketidakadilan.
  • Pilihlah benar-benar dengan siapa kita menjalin persahabatan. Sahabat yang baik adalah ia yang mengingatkan kita ketika kita mulai menjauh dari kebenaran dan mendukung kita untuk istiqamah menapakinya. Ia tidak akan bungkam dari ketergelinciran kita hanya karena sungkan atau tidak enak hati untuk memberi nasehat. Ingatlah selalu, sahabatmu, cerminan siapa dirimu..
  • Wanita memiliki hak-hak seperti halnya pria, walau tidak persis sama. Wanita memiliki hak untuk bebas berpendapat dan menentukan masa depannya, hak untuk dimintai persetujuan ketika seorang pria melamarnya, hak untuk mendapatkan pendidikan dan menuntut ilmu, hak mendapatkan bagian waris bahkan ia berhak mengajukan tuntutan cerai kepada suaminya bilmana alasannya memenuhi kaidah syar’i.

I was born Muslim and raised in a Muslim family, in a large Muslim country. I’ve been a muslimah for more than 30 years, and for a lifetime insha Allah. And am so blessed for having this identity. Alhamdulillah…

Semakin saya menggali dan memahami tentang bagaimana Islam mendudukkan wanita, semakin saya mencintai agama ini. Betapa seorang wanita dalam Islam begitu dimuliakan, baik sebagai Ibu, Istri, Anak dan Saudari Perempuan. Dalil tentang keutamaan memuliakan wanita banyak terdapat dalam firman Allah dan hadits Rasul-Nya.

hijab is my crown

Mereka bilang rumah adalah penjara bagi wanita muslimah, sebaliknya saya katakan rumah adalah istana tempat kami mendulang pahala. Ia adalah tempat ternyaman yang di dalamnya kami selamat dari menimbulkan fitnah dan terfitnah.

Mereka bilang hijab adalah bentuk penindasan terhadap hak-hak wanita, maka saya katakan bahwa hijab adalah mahkota. Lambang kehormatan dan identitas saya sebagai seorang muslimah, yang saya dengan bangga mengenakannya.

Mereka bilang Islam merendahkan kehormatan wanita dengan menempatkan pria sebagai pemimpin mereka.. Padahal saya sebagai seorang wanita, merasa kepemimpinan itu adalah bentuk perlindungan dan kasih sayang Allah kepada wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok, sifatnya setengah akal dan butuh untuk sering-sering diluruskan.

Mereka membutuhkan bimbingan pria (baik sebagai ayah ataupun suami) untuk meluruskan dan mengingatkannya. Meluruskan dengan lemah lembut dan penuh hikmah, bukan dengan kasar sehingga akhirnya membuatnya patah. Meski begitu bukan berarti pria selalu benar dan wanita selalu salah. Bukan pula alasan bagi kaum pria untuk berlaku zalim dan sewenang-wenang kepada wanita.

Akhir kata, saya tidak merekomendasikan buku ini untuk dibaca, karena begitu banyak penyimpangan di dalamnya. Lazimnya ikhtilath alias campur baurnya pria dan wanita, khamr, musik sampai perayaan ala kaum kuffar Valentine’s day.. Jika tidak memiliki pegangan yang kuat, bisa jadi kita malah hanyut dalam kesesatan pemikirannya.

Saya tidak menanggapi kritikan si penulis tentang kebudayaan dan adat istiadat yang berlaku di Saudi, karena saya memang bukan orang Saudi atau pernah tinggal di Saudi. Yang saya maksud adalah peraturan negara Saudi yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam, seperti larangan untuk berkhalwat dengan non mahram, larangan berpakaian seronok, tidak diperbolehkannya merayakan hari Valentine dan perintah untuk tetap tinggalnya wanita di dalam rumah.

Sempat sedikit ada kebimbangan untuk melanjutkan membaca, karena kalimat hujatan, olok-olok dan kecaman terhadap kebijakan negara Saudi yang sejalan dengan syari’at Islam tersebut, ditulis berulang-ulang. Dan sudah sepantasnya seorang muslim merasa marah ketika syari’at Islam dihina dan dilecehkan. Kebebasan yang mereka dengung-dengungkan tidak lain hanyalah upaya untuk melepaskan diri dari aturan-aturan Islam yang menurut mereka membelenggu dan memasung hak azasi wanita.

Mungkin banyak wanita yang sepakat dan sependapat dengan jalan pikiran sang penulis. Bahkan ada yang merasa seperti mendapatkan angin segar dengan terbitnya buku ini. Tetapi yang saya lihat adalah, ketika hukum Islam dilanggar, maka yang terjadi adalah malapetaka dan kesusahan hidup.

Ketika mendengar penuturan tentang kisah tokoh-tokoh dalam buku ini, maka kita akan mengerti.. Bahwa tidaklah Allah memerintahkan atau melarang sesuatu, melainkan pasti ada kebaikan di dalamnya. Dan siapakah yang lebih mengetahui tentang manusia, manusia itu sendiri ataukah Dzat yang telah menciptakannya?

Tulisan ini hanyalah opini awam dan pandangan saya pribadi tentang buku ini, pasti banyak bagian yang terlewat karena ada beberapa paragraf yang sengaja saya skip. Tulisan ini bukan pula bermaksud mewakilli pandangan kaum muslimah secara keseluruhan, tetapi sebagai seorang muslimah, inilah yang saya rasakan ketika selesai membaca buku ini. Do you have one? Tell me yours then. 🙂

Wallahu Ta’ala A’lam..

“We gave women the right to vote in the 7th century, when the rest of the world considered her to be an incomplete male and thus a lesser being. We gave women the right to own her own property and gave her share in inherited, when the rest of the world considered her a personal property and inherited her. We say that paradise is beneath the feet of our mothers, when many in the world sell their mothers and sisters in the name of art and culture.” ~Unknown

islam and women rights

~ Jakarta, 24 February 2014.. and after all, I’m so blessed for being a muslimah.

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Pinterest ]

Advertisement

9 thoughts on “Petikan Hikmah dari Buku ‘Gadis-Gadis Riyadh’

  1. ketemu buku ini diperpus, dgn sampul yg amat tua… robekan sana sni. ana sdh membacany awalny mg krg setuju,, tp setelah kehalaman berikutnyaa….. buku ini… ada pesan dri bebrpa opini….

    Like

  2. Assalamu’alaikum mbak Meutia (saya panggil gitu aja yah), salam kenal. Pertama masuk ke blog ini sekitar pertengahan 2013, setelah baca beberapa tulisannya mbak yg ringan dan lugas saya putuskan untuk follow. Beberapa tulisan mba saya copy dan share (dengan mencantumkan sumbernya) ke beberapa akhwat di kantor saya yg Alhamdulillah sedang belajar untuk mengenal dan mengaplikasikan islam yg benar melalui manhaj yg InsyaAllah benar pula. Jazakillah khairan

    Like

  3. Aku juga udah pernah baca buku ini, dan geregetan. Masalah-masalah yg menimpa wanita di buku itu memang dikarenakan keinginan mereka lari dari syariat, akibat dari perbuatan mereka sendiri. Emang udah bener banget hukum dan aturan yang ada di dalam Islam ya mbak. Kadang manusianya aja yang suka “merengkel”…

    Like

    • nah “geregetan”, pas banget sama yang aku rasain pas baca buku ini.. hikmah terbesar yang bisa aku ambil ya itu, kalo kita nggak mau diatur syari’at justru bikin hidup sendiri makin susah krn Allah nggak ridha’.. jazakillah khayran tambahannya Eka 🙂

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.