Pernikahan, Perubahan dan Rasa Kehilangan

ballons and a boat..

“Some hearts understand each other, even in silence.” ~Yasmin Mogahed

Sebelum menikah dulu, saya memiliki sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada untuk saya. Mereka, yang selalu setia mendampingi dalam segala keadaan. Menerima dan mencintai apa adanya saya. Whenever I was feeling blue, they always be there to cherish and make my day brighter. They are the best I ever had.

Menjelang pernikahan saya, mereka tak henti-hentinya mensupport saya baik materi maupun mental. Nasehat-nasehat penuh hikmah sampai lirikan mata penuh arti saat tema obrolan kami menyentuh soal pernikahan. Tak henti-hentinya mereka menggoda,

“Ciee yang dikit lagi ada yang punya.. Cocwitt..”.

Mereka juga memberi kado yang begitu manis dan takkan pernah saya lupa.. 🙂

Keberadaan mereka di sisi saya pada hari ketika janji itu telah terikat adalah momen bahagia yang tidak pernah bisa saya lukiskan lewat kata-kata. Dekap hangat, ucapan selamat juga isak air mata penuh haru menghiasi saat-saat yang selalu kami nantikan bersama itu. Finally, one of us came to the end of the journey..

Menjelang pesta usai, ada setitik rasa khawatir di hati saya, juga di hati mereka. Khawatir akan rasa kehilangan. Walau mereka tak pernah mengungkapkannya. Melepas mereka pulang rasanya begitu berat. Di depan pintu kami mengobrol lamaaa sekali. We know this time will come one day.. It’s just a matter of time.

“Aku nggak akan berubah kok insya Allah, aku janji.. Tetep telpon sama sms-an yaaa. I love u. Mwah!”

Ucap saya waktu itu. Mereka hanya tertawa kecil lalu pamit pulang sambil melambaikan tangan, dadah-dadah ala miss universe *gokilnya teteup gak ketinggalan yeaaa 😀

Walau saya tahu dari eratnya pelukan dan tatapan mata.. mereka merasakan kehilangan yang sama. Kebersamaan kami.

Salah satu sahabat terbaik saya diwisuda hanya 10 hari setelah saya menikah dan pindah rumah ke pinggiran barat Jakarta. Ia mengharapkan sekali saya bisa datang dan berbagi kebahagiaannya dengan kami, orang-orang terdekatnya.

Qadarullaah.. dengan sangat menyesal saya katakan padanya bahwa saya tidak dapat hadir. Karena jarak antara Cipondoh-Depok yang cukup jauh, sedang waktu itu hari kerja jadi suami tidak bisa mengantar. Terlebih lagi, banyak yang harus saya rapikan di rumah baru kami.

“Iya, nggak papa.. Beda deh yang udah nikah mah.. Hehehe.. “

Jawabnya lewat sebuah pesan singkat diakhiri dengan emoticon yang mewakili senyuman. Maafkan aku kawan, telah mengecewakanmu.. But I was truly happy for you, sist. Indeed..

Dari beberapa sahabat yang -insya Allah- shalihah itu, memang sayalah yang pertama kali menikah. Mungkin karena saya yang paling tua yah, ehem.. Setelahnya baru satu-satu menyusul tahun berikutnya, dan berikutnya lagi masya Allah..

Apa yang saya rasakan waktu mereka satu persatu menikah? Justru rasa lega bercampur bahagia, tidak ada rasa sedih. Mungkin karena ketika dulu saya menikah, sayalah yang meninggalkan, dan bukan ditinggalkan.. Mungkin juga dengan menikahnya mereka, saya jadi seperti mendapat kawan baru, eaaa..

“Yeah, welcome to the jungle, girls. Join me in this brand new world!”

Dan jadilah kini kami berkumpul lagi walau hanya lewat social media dan aplikasi chat modern lainnya. Masih dengan gaya bicara yang sama, tawa khas yang sama, kegokilan yang sama. Mungkin bertambahnya usia dan berlalunya waktu akhirnya membuat kami lebih dewasa dan bijak dalam menghadapi persoalan, heheu…

But despite of that, we’re still the same people, di dunia yang berbeda, tema diskusi yang berbeda dan isi curhat yang berbeda juga. Mommies thingy and the printilans lah.. 😀

good friends <3

Walau telah menikah, pertemanan tetap sesuatu yang saya anggap penting. Dunia ini tidak melulu hanya tentang kita dan pasangan. Ada hal-hal yang lebih nyaman kita ceritakan pada sahabat daripada pasangan, begitu juga ada hal-hal yang lebih nyaman untuk kita diskusikan dengan pasangan daripada sahabat.

Membangun relasi dengan kawan-kawan di luar rumah, mampu memperbarui semangat, mewarnai hari-hari dan menjaga agar pikiran kita tetap ‘waras’.

With all the 24 hrs hectic and so on, sharing laughters and having conversation with them would make your day colourful… Dari kumpul bareng sesama ibu-ibu sambil ngerujak atau ngebakso, sampai ngobrol via Whatsapp  atau saling sapa lewat telepon. Honestly that simple chit-chat makes me feel like,

“What? You too? I thought I was the only one!”   Lol.

Di sela-sela kesibukan saya mengurus rumah tangga, jujur saja.. saya merindukan mereka. Saya rindu akan kebersamaan penuh makna saat kami hang out rame-rame ke toko buku. Saya rindu late night conversations dalam gelapnya kamar, sms-sms ceria penyemangat hari, chat-chat nggak penting yang isinya cuma curhat dan haha hihi, hadiah-hadiah kecil yang mungkin biasa tapi penuh arti, kebiasaan kami mengacak-acak lemari buku dan lupa membereskannya..

Saya juga rindu tawa dan cekikikan khas mereka, tidur-tiduran ndelosor  di lantai baca buku tapi sambil ngobrol nggak jelas, makan mie ayam rame-rame di tempat makan favorit.. Rindu ngejar KRL dan belanja bahan ke Brotherland  bareng..

Saya rindu segala ‘kegilaan’ dan kedudulan yang kami lakukan bersama-sama. Dan sungguh, saya rindu syahdunya suasana duduk berdampingan, diselingi lantunan suara asatidz di taman-taman surga itu..

Ah, ternyata tidak mungkin tidak ada yang berubah setelah menikah, apalagi punya anak. Tidak mungkin seseorang tidak berubah setelah memasuki gerbang kehidupan yang bernama pernikahan. Karena setelah menikah, ada pergeseran prioritas yang tak bisa kita hindari.

Waktu yang tadinya sepenuhnya milik kita, kini telah terbagi. Ada seseorang yang begitu membutuhkan dan menuntut perhatian kita, hampir 24 jam. Ada hal-hal yang tidak bisa digantikan, atau tergantikan.

Meski begitu, pernikahan bagi saya bukanlah belenggu atas kebebasan, melainkan sebuah fase atau tahapan hidup yang -insya Allah- akan dialami oleh setiap manusia, kini atau nanti. Pernikahan adalah penyatuan dua hati dalam indahnya komitmen dan janji suci. Pernikahan adalah pelengkap separuh diri, yang segala sesuatu di dunia ini tiada yang dapat menyamai..

“Kami belum pernah menyaksikan dua insan yang saling berkasih sayang, melebihi cinta kasih suami istri dalam ikatan pernikahan…” (Hadits shahih Ibnu Majah dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah/1847)

Perubahan itu niscaya, sesuatu yang pasti terjadi. Hal-hal berubah untuk membuat hidup kita lebih berwarna. Perubahan menuju arah yang lebih baik tentunya. Justru bila setelah menikah tidak ada yang berubah, mungkin ada yang salah dengan pernikahan itu, atau orang-orang yang ada di dalamnya.

Rasa kehilangan itu bukan hanya terhadap teman-teman, tapi juga keluarga, orang tua tercinta bahkan pada diri sendiri. Maka, mumpung masih single and free.. banyak-banyaklah berbuat baik pada orang tua, menyambung tali silaturrahim dengan keluarga dan kerabat. Spend more quality time, menikmati waktu bersama orang-orang tercinta juga diri sendiri..

Saya berubah. Mereka berubah. Kehidupan berubah. Ada yang makin terasa dekat, ada yang makin terasa jauh. Alhamdulillah sejauh ini kami masih merasa begitu terhubung satu sama lain, walau ada juga yang rasanya seperti menjauh. Semuanya bukan tanpa alasan.

Well, that’s life. Inilah hidup, penuh dinamika. People come and go. We cannot ask them to stay, if they don’t want to.

Tidak selamanya perubahan itu dapat diterima oleh orang-orang di sekeliling kita. Tapi akan tetap ada yang menerima kita dengan setulusnya, lengkap dengan segala perubahan dan perbedaan itu. Mereka yang menginginkan kebaikan untuk kita, yang ikut berbahagia dengan kebahagiaan kita dan tak segan mengingatkan ketika kita mulai keluar dari jalur yang seharusnya.

Saya percaya bahwa ujian persahabatan yang sesungguhnya adalah waktu, juga rintangan dan kesulitan hidup. Siapa yang masih tetap bertahan di sisi kita, dialah sahabat sejati kita. Dalam keadaan apapun, walau terpisah jarak ribuan kilometer sekalipun. Walau mungkin di suatu titik kita ingin melepaskan, tapi ia tetap menggenggam tangan kita agar bertahan dan tidak terjatuh.

Jadi, jangan pernah mengatakan tidak akan ada yang berubah setelah menikah, namun katakanlah bahwa ada hal-hal yang tetap tinggal dan tidak berubah.. Tapi akan ada hal-hal yang tidak pernah bisa sama lagi seperti sebelumnya. Dan semuanya itu adalah konsekuensi hidup atas pilihan yang telah kita buat.

Karena menikah… adalah meninggalkan sebagian dari masa lalu dan menjemput sebagian dari masa yang akan datang. And I believe, the people who are meant to be in your life will always gravitate back towards you, no matter how far they wander…

Dan kuharap persahabatan kita adalah sesuatu yang tak lekang oleh masa. Akan tetap ada, tak pernah terlupa sampai kita menua di usia senja..

pooh friendship quotes

~ Jakarta, in the middle of the night, May 2nd 2014

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Pinterest ]

Advertisement

7 thoughts on “Pernikahan, Perubahan dan Rasa Kehilangan

  1. Mewakili perasaanku hariini, kadang merasa kesepian selama jd irt, apa apa sendiri, gapunya teman selain anak, hidup di kota suami, jauh dr keluarga, jauh dr sahabat, satu persatu sahabat maupun saudara meninggalkan bukan tanpa sebab, ada mereka yg meninggalkan karena kesibukannya, ada pula yang meninggalkan karena menganggap sebelah mata, but its okay. Kak, Aku izin copy beberapa paragraf dr kutipan ini ya🙏

    Like

    • Maaf baru dibalas ya komennya 🥺

      I can feel what you’ve going through, cuz I’ve bern therr before. Semangat ya, semoga dikuatkan. Mudah2an di tempat baru dapat teman2 baru juga. Semangat!

      Silakan, Nova.. My pleasure ❤️

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.