Obrolan santai dengan suami di suatu pagi, sembari menemani beliau menggambar di ruang kerjanya..
- Me: Bapak-bapak kalo lagi ngumpul, seringnya ngomongin apa sih A?
- Suami: Ya macem-macem, ngomongin kerjaan, anak, ekonomi..
- Me: Kalo ngobrolin soal ta’addud atau poligami, suka juga nggak? #ngorek
- Suami: Ya, kadang-kadang.. #nyengir
- Me: Kalo lagi ngebahas topik itu biasanya apa aja sih yang diobrolin? #mancing
- Suami: Ya, biasanya sih ada yang suka ngompor-ngomporin dan ada juga yang dikomporin..
- Me: Kalo Aa masuk yang mana? #mancinglagi
- Suami: Yang pasti bukan termasuk yang ngomporin, hehe..
- Me: Ooo jadi Aa korban nih ceritanya? #ngelirik
- Suami: Haha ya gitu deh..
- Me: Trus Aa kalo dikompor-komporin jawabnya apa?
- Suami: Aa sih paling senyum aja, lagian juga masih jauh kayaknya ke arah situ, Neng.. Belum sanggup.
- Me: Btw contoh ngomporinnya gimana sih A? #keypoh
- Suami: Ya paling sering ngeledek, “Wah antum kapan akh nambah lagi? Udah siap nih kayaknya?
- Me: Pake begini juga nggak, “Masa’ kalah sama akh fulan? Apa antum takut sama istri?”
- Suami: Nggak sih.. #ketawa
- Me: Kalo lagi ngobrolin topik itu ada nggak sih A yang suka ngingetin, nasehatin kalo poligami itu sunnah yang butuh persiapan dan tahapan-tahapan, juga butuh adab dan ilmu.. Jadi nggak bisa sembarangan penerapannya?
- Suami: Ya nggak ada sih..
- Me: Nah, kenapa nggak Aa yang mulai duluan? Misalnya nih ya A, ada suami yang memang sudah ada niatan untuk berpoligami, tapi dalam berbagai segi dia belum mampu. Trus karena sering dikomporin sama temen-temennya akhirnya meledug, eh maksudnya dia jadi tambah ngebet pengen melaksanakan sunnah yang satu itu. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk nekat berpoligami, walau dia tahu dia belum siap. Qaddarallah setelah dia berpoligami, malah rumah tangga dengan istri pertamanya berantakan, bahkan sampai bercerai. Kira-kira yang ngompor-ngomporin dia tadi ikut berdosa nggak A?
- Suami: Hehe iya sih ya.. #nyengir
- Me: Nah, kalo Aa sayang sama temennya.. pas lagi ngumpul dan ngebahas topik itu, coba Aa yang mulai ngingetin: “Poligami itu ibadah, dan seperti ibadah lainnya poligami itu butuh ilmu dan persiapan yang matang, nggak bisa grasa-grusu. Buat yang udah siap ya monggo, yang belum ya sabar.. Nggak usah ngoyo. Kalo udah takdirnya seseorang itu berpoligami, nggak akan ada yang bisa menghalangi meski itu istrinya sekalipun..” #padahaldalemhatikebat-kebit 😀
- Suami: Hmm.. Iya ya, harusnya gitu..
- Me: Berani nggak A? Tampil beda di antara bapak-bapak lainnya? Kan teman yang baik itu saling mensehati dalam kebenaran.. #komporjilid2
- Suami: Oke, insya Allah berani.. #senyumlagi
Poligami.. bagi kebanyakan wanita seperti sebuah momok yang menakutkan. Bahkan tidak sedikit wanita yang merasa ‘alergi’ bila topik pembicaraan sudah nyerempet ke arah sana. Saya sendiri sih nggak phobia atau alergi, tapi juga nggak doyan banget ngomongin poligami. Biasa-biasa aja. Alhamdulillah saya dan suami cukup terbuka satu sama lain. Termasuk mengenai hal yang satu ini.
Jujur saja, saya sering merasa risih dan jengah ketika membaca atau mendengar bincang-bincang para suami mengenai sunnah yang satu ini. Bukan karena sunnah poligaminya, tapi karena lebaynya itu loh.. Bahkan ada yang bahasanya kelewat vulgar dan ya itu, kompor mledug. Terselip perasaan miris kenapa kok sunnah yang mulia ini malah jadi bahan candaan yang begitu rupa. Setiap ketemu yang diobrolin itu. Kayak nggak ada topik lain yang lebih menarik aja. Sampai saya sempat berpikir, apa isi kepala para lelaki yang sudah menikah itu hanya seputar ta’addud atau poligami ya? Zzzzz..
Apalagi kalau candaan itu bisa terbaca oleh sang istri, misalnya di grup Whatsapp atau Facebook. Bahkan ada yang terang-terangan menawarkan si fulanah untuk diperebutkan, siapa yang mau.. Trus pada dulu-duluan, sikut-sikutan.. Hadeh.. Cuma satu aja pertanyaan saya,
“Apa mereka nggak mikir perasaan istrinya ya?”
Para suami, jagalah muru’ahmu, tundukkanlah pandanganmu. Baik di dunia nyata ataupun maya. Poligami memang disyari’atkan, bahkan boleh jadi ia adalah sebuah jalan keluar, meski bukan satu-satunya jalan keluar. Tapi, cobalah meletakkan sesuatu itu sesuai adab, secara proposional, pada tempatnya. Jangan memaksakan kalau memang belum sanggup melaksanakan.
Banyak hal-hal lain yang jauh lebih penting untuk dibahas selain soal poligami. Banyak permasalahan umat yang harus dipikirkan oleh para ikhwah. Kontrakan rumah yang akan segera habis tahun ini, biaya masuk sekolah yang makin naik, anggaran belanja dapur yang makin membengkak.. Lho kok malah jadi tsurhat? XD
Ketimbang pusing bin galau karena keinginan poligami nggak kunjung kesampaian, lebih baik berbahagia dengan apa yang ada. Bersyukur karena di sisi sudah ada seorang istri sebagai pendamping hidup dan penjaga kehormatan selama ini, yang selalu berusaha untuk menjadi istri shalihah yang menyenangkan hati. Bersyukur atas nikmat memiliki anak yang sehat, pintar dan shalih, insya Allah.
Nikmatilah hidup, apa yang telah ada di genggaman saat ini. Bukankah masih banyak hal lain yang jauh lebih penting? Hidup bukan hanya seputar tentang ‘bagaimana caranya supaya saya bisa segera nambah istri lagi’ . Lolz XD
Mengutip nasehat Ustadz Abu Umar Basyier dalam buku beliau, Aku Wanita Yang Dipoligami..
Poligami atau menikahi istri lebih dari satu merupakan bagian dari syari’at Islam yang telah diatur syarat-syarat dan kaidah-kaidahnya dengan terperinci. Di dalamnya ada kegembiraan, kesedihan, keindahan dan juga kericuhan-kericuhan. Kesemuanya mengajarkan banyak hal bagi kita bersama, bahwa POLIGAMI itu bukanlah hal yang sederhana, dan ia sama sekali tak layak disederhanakan sedemikian rupa.
Artinya, syariat poligami itu haruslah dipandang sebagai salah satu solusi bagi kebutuhan seorang muslim, dan bukan satu-satunya solusi. Sebagai sebuah solusi, maka sosok poligami tak harus muncul dalam bingkai yang sama, hukum yang sama, konsekuensi yang sama dan wujud implementasi yang sama. Bagi sebagian orang bisa menjadi solusi yang baik untuk kebahagian keluarganya, dan untuk memenuhi kebutuhan manusiawinya sebagai pria muslim yang normal. Namun bagi orang lain, bisa jadi bukan solusi yang baik, atau bahkan justru menjadi bibit dari banyak prahara dalam kehidupannya.
Maka, marilah meletakkan poligami secara proporsional dalam kehidupan Islam kita. Pasti, kita harus menerima adanya syariat poligami dalam Islam. Dan kita mendoakan kebaikan bagi mereka yang melaksanakan poligami secara proporsional dan berusaha mengikuti bimbingan Islam dalam menerapkannya.
Tapi, —mengutip ucapan salah seorang sahabat saya— POLIGAMI BUKANLAH SEGALA-GALANYA…
~ Jakarta, 10 Juni 2014.. spesial buat suami tercinta.. terinspirasi dari sebuah status yang cukup kontroversial di beranda saya hari ini 😛
©aisyafra.wordpress.com
[ image source: Getty Images ]
setuju sama tulisan teteh meut.. aku td baca comment teteh di salah satu beranda FB agak sedih dgn pembahasan kaya gitu -_- Dan aku suka sama bagian kalimat yang ini teh : Poligami itu ibadah, dan seperti ibadah lainnya poligami itu butuh ilmu dan persiapan yang matang, nggak bisa gras-grusu. Buat yang udah siap ya monggo, yang belum ya sabar.. Nggak usah ngoyo. Kalo udah takdirnya seseorang itu berpoligami, nggaka akan ada yang bisa menghalangi meski itu istrinya sekalipun..”
LikeLike
hehe.. salaman dulu ah sama Sarah 🙂
LikeLike
Well, dulu waktu masih berdua sih masih sempet galau aja kalo mikir topik ini, makin ke sini, udah ada anak 2 biji, makin banyak yg dipikirin, jadi gak sempet mikir beginian… 😆
LikeLike
Alhamdulillah saya juga bukan tipikal istri yang ngerasa insecure atau langsung gegalauan kalo kadang di pikiran terlintas tentang ini. Woles aja. Malah kadang saya yang mulai bahas duluan sama suami. 😀
Yang bikin jengah dan risih itu kalo ndak sengaja menangkap pembicaraan bapak-bapak waktu ngebahas topik yang selalu laris manis ini. Ujung-ujungnya saling kompor. Padahal tingkat kesiapan tiap orang kan beda-beda, toh? Makanya saya wanti-wanti sama suami, jangan ikut-ikutan yang begituan. Ndak pareng, kalo kata orang Jawa 😛
Thanks for stopping by, Umm 🙂
LikeLike
assalamu’alaikum.. great article Kak 🙂
sebagai wanita lajang saya malah berencana mengajukan syarat untuk gak dipoligami ketika ada pria yang datang untuk melamar… seperti kisah cintanya fatimah azzahra dan ali bin abi thalib 🙂
lagipula kan masih banyak loh sunah-sunah Rasulullah yang lain, selain poligami, yang bisa dilaksanakan oleh para ikhwan.. dan betul Kak, kalo poligami itu bukan suatu perkara yang sederhana apalagi sesuatu yang bisa disederhanakan.. no, it isn’t a simple thing. karna memang butuh kesanggupan secara lahir dan batin, bukan dr pihak suami saja tapi juga dr pihak istri 🙂
LikeLike
Ahsanti, ukhti. Poligami menuntut kesiapan baik dr pihak suami, istri maupun anak2. Sederhana, tapi tdk layak utk disederhanakan begitu rupa.
Kalau tentang syarat tidak mau dipoligami ketika ingin dinikahi, para ulama berbeda pendapat ttg hal ini. Ada yg membolehkan, ada juga yg tidak membolehkan. Wallahu A’lam 🙂
LikeLike
Awalnya baca posting yg tentang Istri Bukan Pembantu, terus nge-link ke sini 🙂 Suka sekali dengan cara mbak menulis, terimakasih karena tulisan2nya membuat saya yang masih belajar berumahtangga secara Islami ini lebih tenang.
Tentang topik ini, yang sering jadi pertanyaan saya, kenapa lebih banyak penceramah yang menyuruh (=memaksa) wanita untuk ikhlas dipoligami, bahkan dengan ancaman2 model: “kalau tidak mau dipoligami masuk neraka, dsb. Kenapa jarang terdengar ustad/penceramah (termasuk dosen agama saya di kampus dulu) yang mengajak para lelaki untuk sebaik mungkin berusaha memenuhi kewajibannya sebagai suami, termasuk dalam hal pendidikan anak dan pekerjaan rumah tangga, sebelum kemudian mengklaim hak mereka untuk berpoligami.
Tanya kenapa 😕
LikeLike
Salam kenal mba Dira, alhamdulillah semoga apa yg saya tulis bermanfaat ya 🙂
Mengenai poligami, dari yang saya pahami dan pelajari selama ini (mohon jika salah dikoreksi), sebenarnya nggak ada paksaan bagi seorang wanita untuk mengalami yang namanya poligami. Yang ada hanya keharusan untuk menerima bahwa poligami adalah bagian dari syari’at. Mengenai kesediaan seorang wanita untuk dipoligami maka berpulang kepada diri wanita itu sendiri. Jadi menerima syari’at poligami tidak sama dengan mau dipoligami, dari apa yang saya pahami ya mba 🙂
Alhamdulillah sejak saya mulai mengenal Islam lebih dalam, saya mendapati banyak ayat atau hadits yang mewajibkan para suami berbuat baik kepada istri dan istri taat kepada suami dalam hal yang ma’ruf. Meskipun suami adalah pemimpin dalam rumahtangga tapi bukan berarti suami berhak memperlakukan istri sebagai bawahan atau tidak menghargai jasa2nya.
Mba sudah pernah dengar ceramah Ustadz Syafiq Reza Basalamah tentang rumah tangga, seperti Setengah Isi Setengah Kosong, Andai Aku Tidak Menikah Dengannya, dll? Very recommended to listen, berdua dengan pasangan 🙂
LikeLike
klo boleh saya menambahkan dan jg perlu d ingat lg serta d garis bawahi utk para suami, “Bhw Rasulullah berpoligami setelah ibunda Khadijah wafat” dan yg beliau nikahi adalah janda2 dari para sahabat beliau yg wafat di medan perang (ingat satu hal : isteri Rasulullah yg perawan hanya ibunda Siti Aisyah selain itu semua statusnya Janda). krn hal ini sering d lupakan/d abaikan padahal ini jelas klo memang ingin mencontoh Rasulullah jgn hanya memikirkan angka (2,3,4 asalkan kamu bisa berlaku adil), mana ada makhluk yg namanya manusia berlaku adil, bahkan Rasulullah sendiri takut jk tdk bs memperlakukan istreri2 beliau secara tidak adil. mereka kan biasanya berkata dengan alasan sunnah Rasul, sunnah Rasul yg bagaimana…..klo mereka hanya memikirkan (ma’af : hawa nafsu?) jgn hanya menuntut isteri agar bs ikhlas (ikhlas itu pekerjaan hati yg paling berat meskipun ringan utk d ucapkan). sekali lagi Rasulullah adalah Uswatun Hasanah, semoga qta bisa mencontoh & menerapkan dalam rumah tangga qta dengan sebaik mungkin. amiiiin….
LikeLike
Betul, hanya Khadijah Radhiyallahu ‘anha yang semasa hidupnya tidak pernah dimadu dengan wanita lain ketika menjadi istri Rasulullah. Karena keutamaan dan keistimewaannya dalam menemani Rasulullah di awal-awal dakwah nabawiyyah. Tinggal kita sebagai wanita muslimah bercermin, sudahkah kita semulia dan seutama Khadijah di mata suami? Sampai Rasulullah tidak berniat untuk berpaling kepada wanita lain selama menikah dengan Khadijah? 🙂
LikeLike
Assalamualaikum
Salam kenal mba.senang baca tulisan2 mba.barakallahu fiik ^^
LikeLike
Wa’alaikumussalam..
Salam kenal kembali mba Irma.. Alhamdulillah.. semoga bermanfaat ya ^^
LikeLike
Wah pas banget ni ama
yg aku hadapi. Ttg grup suami yg awalnya ttg tema tema kekiniaan, dakwah, problematika umat eeehhh ujung2nya pasti bahasan poligami. And kalo dah bahas poligami semua seakan ingin memberi suara. Termasuk yg ngomporin, nawarkan si fulanah dsb. Sampe geregetan saya kalo dah lihat suami senyam senyum jangan2 bahas sunnah yg satu itu hehe. Kebetulan temen suami memang ada yg udah berpoligami tp plis lah ga usah ngompor ngomporin toh kalo udah takdirnya satu grup itu berpoligami ya bakal terjadi :-).
LikeLike
Nah.. Berarti fenomena ini ada dan nyata ya mbak. Betul banget, poligami itu soal takdir. Jangan terlalu diambil hati, jangan pula dijadikan topik santapan obrolan sehari-hari seakan tidak ada tema lain yang jauh lebih penting.
Salam kenal, mbak 🙂
LikeLike