Jerat-Jerat Fitnah Dunia Maya

love on the internet

Kemarin siang ketika membuka beranda Facebook, saya menemukan sebuah nasehat yang sangat bagus dari seorang kawan. Bunyinya kurang lebih seperti ini..

“Sudah berulang kali dibahas, dumay itu bagai pisau bermata dua. memisahkan yang bersisian, atau menyatukan jarak antara seberang lautan. bisa juga mencerai beraikan cinta kasih, atau menyatukan yang telah lama tidak berjumpa.

Akhwat fillah, mudah2an antunna bisa menjaga diri dari itu semua. menjaga muru’ah antunna, tidak bermudah mudah saling menyapa lawan jenis antunna, atau komen genit antunna. Karena bahkan hanya dengan tulisan antunna, para ikhwan itu bisa membayangkan bagaimana antunna.

Jaga hati antunna, jaga cadar antunna, jangan ketika di jalan tertunduk malu, memilih jalan terpisah jauh memutar daripada harus bersisian jalan dengan para ikhwan itu, atau memilih berdiri di bis daripada antunna harus duduk bersebelahan dengan para ikhwan itu.

Tapi di dumay, antunna umbar kata2 manis, foto2 bercadar antunna, menerima setiap pertemanan ikhwan atau bergaul dengan leluasanya.

Akhwat itu fitnah dunia, tempat antunna adalah di rumah.”

#bukan salah uncle zuckerberg atau uncle dorsey, antunna yang harus bisa menjaga diri 🙂

Yup, perkembangan teknologi memang ibarat pisau bermata dua. Bermanfaat atau tidak, tergantung bagaimana bijak kita menggunakannya. Ramainya fenomena sosial media, membuat dinding pembatas antara ikhwan dan akhwat  semakin tipis. Bermudah-mudahan saling sapa dan melempar senyum walau hanya diwakili oleh tanda baca berbentuk emoticon. Sampai hilangnya rasa malu sebagian muslim dan muslimah yang mengaku paham bagaimana menjaga batasan dalam bergaul dengan lawan jenis.

Sebagian dari mereka ketika bertemu atau tak sengaja berpapasan dengan lawan jenis di sisi jalan, terutama lawan jenis yang sudah sama-sama ngaji, secara refleks langsung menundukkan pandangan. Bahkan kalau bisa sampai memutar, mencari jalan lain agar tidak bertemu. Malu, itu alasan mereka.

Sebagian dari mereka, ketika berinteraksi dengan lawan jenisnya di dunia maya, justru berlaku sebaliknya. Bercengkrama, bercanda lepas dan berbincang akrab seperti tidak ada sekat lagi yang membatasi pergaulan keduanya. Berbeda 180 derajat dengan apa yang mereka lakukan di dunia nyata. Dan mereka berdalih atas nama dakwah. Karena kepentingan dakwah.

Dulu waktu FS atau Friendster masih eksis (ketauan deh angkatan jadulz), saya ingat betul pernah ada ikhwan (abal-abal) yang iseng mencoba menebar pesona (baca: gombal) lewat inbox. Dia bermaksud curhat soal masalah dalam kehidupannya, setelah sebelumnya mencoba melambungkan hati saya dengan pujian atas tulisan-tulisan saya di blog dan deskripsi profil. Istilah kerennya jaman sekarang, modus.

“Sungguh, ana salut dengan kepribadian anti, ukhti..”

* Tau darimana, mas? Emang mantengin keseharian saya 24 jam penuh? Kalah dong hansip komplek.

“Bolehkah ana minta saran ukhti mengenai sebuah masalah yang ana hadapi saat ini?”

* Kok konsulnya ke saya, mas? Kenapa nggak ke ustadz aja. Dikira saya udah shalihah banget kali yak. Padahal ngaji juga masih newbie, ilmu masih cetek, akhlak masih acakadul. Huft.

“Bla bla bla..”

* Ok. End chat.

Bahkan ketika dia tahu saya sudah dilamar (entah tahu darimana, karena saya tidak pernah memberitahunya), sesaat setelah prosesi khitbah usai, sebuah SMS mampir ke ponsel saya.

“Assalamu’alaikum, ukhti. Bagaimana tadi proses khitbahnya? Masya Allah, beruntung sekali ikhwan yang telah mendapatkan anti..”

Dipuji sedemikian rupa, alih-alih membuat saya merasa melayang dan tersanjung, justru tiba-tiba perut ini terasa mual. Dan rasanya pengen cepet-cepet resmi nikah biar nggak ada lagi yang nggangguin. #eh

Friendster mulai punah, datanglah era Facebook. Facebook, a great phenomenon in social media history. “Siapa sih yang hari gini nggak punya Facebook?”.  Dari kakek nenek sampai anak balita aja punya. Tentu yang membuatkan ibu atau ayahnya, ya 😀

Pertemanan di Facebook tidak saya batasi dengan ketat, ikhwan-akhwat sampai teman-teman sekolah dulu, ikut meramaikan news feed saya kala itu. Sampai suatu saat ada seorang ikhwan yang mengomentari status saya dengan agak berlebihan. Saya pun waktu itu menanggapinya, walau hanya sekadarnya saja. Tanpa diduga, suami menyampaikan keberatannya. Ya, walau dengan sedikit malu-malu. Ehem, ada yang cemburu rupanya, sodarah-sodarah XD

Di satu sisi, saya merasa yang saya lakukan nggak salah. Wong cuma ngobrol biasa aja kok, saya juga nggak ada feeling apa-apa ke ikhwan itu. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, mungkin sayanya memang biasa aja, tapi bagaimana bila lawan bicara saya justru merasa tidak biasa? Nah loh. Dan yang paling penting, ada seseorang yang hati dan perasaannya wajib saya jaga, yaitu suami tercinta. Thanks for reminding me, Dear..

Sejak itu saya mulai membatasi interaksi dengan lawan jenis di sosial media manapun. Di Facebook maupun Twitter. Beberapa komentar dari lawan jenis tidak saya balas, apalagi komentar yang hanya bersifat iseng. Sebagian dari mereka saya hapus dari pertemanan, menyisakan beberapa akun yang menurut saya, dapat diambil manfaatnya berupa ilmu dien dan tausiyah, insya Allah.

Meski akhirnya setelah penuh pertimbangan, awal tahun kemarin saya memutuskan untuk deactive dari akun tersebut dan kembali aktif di akun satu lagi yang saya buat sejak dua tahun lalu. Kali ini khusus akhwat, no confirm ikhwan ajnabi. Seandainya ada pun, hanya sebatas keluarga dan kerabat dekat.

“There are many sins being committed in the dark alleyways of the Internet. Just because it’s online does not make chatting with the opposite gender permissable. If you have to write to a sister, CC it to her mahram, if you feel uncomfortable doing so, then maybe you shouldn’t write those things.” ~Abdul Bary Yahya

Berapa banyak kemaksiatan yang berawal dari Facebook dan sosial media lainnya? Berawal dari kekaguman terhadap apa yang ditampilkan, kemudian rasa kagum itu berkembang menjadi rasa cinta. Karena penasaran akhirnya berjanji untuk bertemu, tertarik secara fisik, falling in love, kemudian…. (isi sendiri).

Berapa banyak rumah tangga yang porak poranda dihantam badai perselingkuhan yang penyebabnya adalah kurang terjaganya hijab antara laki-laki dan perempuan di dunia maya? Dari like, turun ke hati, lari ke inbox, lalu ke BBM, kemudian saling bertemu..

Berapa banyak yang merasa tertipu dengan bagusnya status, banyaknya like dan komentar sampai membayangkan, “Coba seandainya suami atau istriku seperti dia.. Sudah shalihah, pintar, ramah, pandai masak, enak diajak ngobrol, pengertian, bijaksana.. bla bla bla..”.

Dan sederet pesona lainnya, yang terus dihiasi oleh syaithan agar terasa indah dipandang mata, yang membuat hati kita terpikat dan lupa bahwa di sana, ada seseorang yang telah Allah halalkan untuk kita.

Lupa siapa yang menyiapkan secangkir kopi untuk kita setiap pagi, siapa yang telah menjaga harta kita, mengurus rumah dan anak-anak kita selama hampir 24 jam non stop ketika kita keluar untuk bekerja. Lupa siapa yang bekerja keras demi tercukupinya nafkah, siapa yang setia mendampingi kita dari bawah..

Lupa, siapa pasangan hidup yang telah Allah halalkan dalam sebuah ikatan yang kuat, mitsaqan ghaliza. Yang keberadaannya di sisi kita saat ini, lebih pantas untuk disyukuri. Yang telah kita pilih untuk bersama-sama mengarungi bahtera kehidupan, lengkap dengan segala pasang surutnya..

Ikhtilath dan dahsyatnya fitnah. Itulah salah satu alasan mengapa saya “pindah rumah” alias menonaktifkan akun Facebook lama yang banyak terdapat campur baur di dalamnya. Semata karena ingin friendlist saya bersih dari yang namanya laki-laki ajnabi alias bukan mahram.

Hati ini lemah, sedang fitnah menyambar-nyambar. Nggak ada yang bisa menjamin bahwa kita nggak akan terpikat pada pesona lawan jenis di dunia maya. Sepandai-pandainya kita menutup celah, syaithan lebih lihai memasang perangkap dan menghiasi kemaksiatan dengan berbagai bungkus yang seolah “syar’i”.

Alhamdulillah, di “rumah baru” ini rasanya lebih aman dan nyaman karena hanya yang terseleksi yang bisa berinteraksi dan berhaha hihi di status saya. Hanya orang-orang tertentu yang statusnya bisa wira-wiri di news feed saya. Dan itu karena kalian semua, yaa akhawati fillaah, biidznillah.. ((peluk atu-atu)) ❤

Saya percaya, sesuatu yang diawali dengan cara yang tidak baik, sesuatu yang diawali dengan cara yang tidak direstuiNya, maka jangan harap di kemudian hari akan menuai barakah. Siapa yang mau dengan ikhwan yang genit dan suka mengumbar rayuan di dunia maya? Tentunya yang juga sekufu dengannya. Karena akhwat baik-baik tentu mencari ikhwan yang baik-baik, dengan cara yang baik, di tempat yang baik pula.

Laki-laki yang shalih, wanita yang shalihah.. Mereka tidak memandang dan tidak dipandang. Mereka tersembunyi dalam balutan rapat hijabnya. Rasa cinta dan kesucian mereka hanya untuk pasangan yang telah Allah halalkan untuknya. Bukan untuk sembarang orang.

Hati-hati.. Belum tentu dia yang kita kagumi tulisan-tulisannya, sebaik apa yang kita sangka. Banyaknya pengikut, komentar dan likers bukan jaminan keshalihan seseorang. Banyak akhwat dan ikhwan gadungan aka abal-abal alias KW mencari mangsa di sosial media. Jangan mudah terpedaya.

The only way you truly get to know a person is after marriage. Carilah jodoh di tempat yang baik, bukan di dunia maya yang setiap orang bisa memalsukan diri menjadi siapapun yang diinginkannya. Telitilah sebelum tertipu dan menyesal di kemudian hari.

Mengutip sebuah judul artikel: jangan cari jodoh di dunia maya, keshalihannya belum tentu nyata.

Semoga Allah senantiasa menjaga kita, suami , anak-anak dan keluarga kita dari bermacam fitnah wanita, harta dan tahta baik di dunia maya maupun nyata. Allaahul musta’an.

~ Jakarta, one sunny sunday morning of August 2014.. a special note to me, and especially to you, my hubby..

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Getty Images ]

Advertisement

16 thoughts on “Jerat-Jerat Fitnah Dunia Maya

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.