Istrimu Bukan Pembantu

green gardening time

Obrolan di suatu siang dengan seorang kawan via Messenger..

  • Me: “Udah berapa bulan dek hamilnya?”
  • Fulanah: “Masuk trimester 3 mbak..”
  • Me: “Wah udah berat banget tuh rasanya.. Mau ngapa-ngapain serba salah. Begah..”
  • Fulanah: “Banget mbak, udah susah kalo duduk nyuci atau angkat yang berat-berat. Kalo habis ngerjain kerjaan rumah rasanya capek banget.. Nggak ada tenaga..”
  • Me: “Semua dikerjain sendiri? Emang suami nggak bantu-bantu dek?”
  • Fulanah: “Iya mbak, nggak ada pembantu. Suami mana mau bantuin aku beresin rumah. Pantang banget buat dia mbak. Aib..”
  • Me: “Lho, kenapa? Rasulullaah aja mau lho bantuin kerjaan istri. Kasian kamu dek, hamil besar masih harus kerja berat.. ”
  • Fulanah: “Entahlah mbak. Dari awal nikah emang udah begitu.. Ya mau gimana lagi..”

Saya menghela nafas panjang. Masih ada ya suami yang menganggap pekerjaan rumah adalah wilayah otoritas istri. Bahkan ketika sang istri sedang mengandung pun tak pernah mau untuk sekadar meringankan kewajibannya. Seakan-akan membantu pekerjaan rumah merupakan cela bagi dirinya selaku suami.

Suddenly I look back at my life and reflect. Betapa bersyukurnya saya, dibesarkan dalam keluarga yang memegang prinsip gotong royong dalam menyelesaikan tugas rumah tangga. Bapak saya adalah tipe kepala rumah tangga yang tidak enggan berbagi tugas dengan istri dan anak-anaknya.

Beliau tidak segan ikut membantu mencuci baju, menyapu, meracik sayuran dan sebagainya. Beliaulah yang sering kami andalkan untuk mengulek bumbu karena memang beliau orangnya telaten dan hasil ulekannya halus. Nggak kayak anaknya yang dikit-dikit mengandalkan blender ketimbang cobek dan ulekan. Ahahaha. #ngaku

Karena dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang saling bantu membantu mengerjakan urusan rumah tangga, maka potret suami ideal yang terekam di benak saya sejak remaja adalah sosok suami yang dengan sukarela membantu pekerjaan istrinya. Dan itu adalah cita-cita saya sejak masih kecil.

“Aku nanti pengen punya suami yang kayak Abi. Suka bantuin pekerjaan istri!”

Dan ternyata Allah mengabulkannya. Saya dikaruniai sosok suami yang family man dan penyayang keluarga, plus suka berbagi tugas membereskan rumah dan segala printilannya. Mengepel, mencuci piring, memandikan anak-anak, membantu mengganti popok si kecil sampai memasak sendiri makanan dan menyuapi anak-anak di suatu sore ketika saya sudah terlelap karena kelelahan..

Ketika dinyatakan positif hamil sejak anak pertama, praktis saya dibebastugaskan dari kegiatan mencuci baju (waktu itu belum punya mesin cuci). 9 bulan suami yang menggantikan tugas saya mencuci baju. Dan melarang saya berkegiatan berat yang bisa bikin kelelahan.

Alhamdulillah.. maka nikmat Allah mana lagi yang hendak saya dustakan? Semoga saya dapat terus belajar menjadi sosok istri yang senantiasa bersyukur atas segala keadaan.

Mendengarkan curhatan kawan saya tadi, menyimak realita yang terjadi di sekeliling saya, menyaksikan dengan mata kepala sendiri seorang istri yang bekerja keras sampai hampir kolaps sementara suaminya asyik santai duduk di kursi sambil baca koran.. Menyadarkan saya bahwa bagaimana seorang lelaki dibesarkan, akan mempengaruhi kepribadiannya kelak setelah dewasa.

Contoh saja, bapak saya dulu adiknya banyak. 12 bersaudara. Sebagai anak ketiga, secara tidak langsung bapak dituntut untuk bersikap dewasa,  berperan sebagai pengayom sekaligus pengasuh adik-adik beliau. Sering disuruh ke pasar, memasak, mencuci dan memandikan adik-adik ketika Mbah dulu sedang repot.

Begitu juga dengan Papah mertua saya. Beliau suka membantu Mamah di dapur, mencuci piring, menyapu. Meskipun saat itu ada saya di dapur. Tapi beliau tidak merasa malu atau gengsi.

So I take this raw conclusion: seorang anak laki-laki yang sedari kecil melihat figur seorang ayah yang family man, penyayang dan tidak enggan membantu pekerjaan istri maka akan menerapkan hal yang sama kelak ketika ia berumahtangga.

“Fathers! Please show good role modeling to your sons by helping out at home.”

Begitu juga yang sekarang sedang saya tanamkan pada anak-anak saya, terutama Harits. Memberi pengertian bahwa tugas rumah tangga bukan monopoli kaum wanita saja. Mengajarkan bahwa sudah menjadi kewajiban anak untuk membantu orang tuanya di rumah. Baik itu anak laki-laki atau perempuan.

Setiap hari, saya berikan anak-anak tugas-tugas ringan. Menyapu, membereskan ruang tamu, mengepel ketika menumpahkan sesuatu, menaruh sendiri piring bekas makan ke dapur, merapikan kamar tidur, menyikat wastafel dan lain sebagainya. Dan mereka mengerjakannya dengan suka cita. Iya, supaya bisa bebas mainan air 😀

Ketika saya menyuruh mereka mengerjakan ini itu.. sebetulnya manfaatnya bukan untuk saya. Memang saat itu saya merasa bersyukur karena terbantu, pekerjaan jadi lebih ringan.. But that’s not my point.

Tujuan utamanya adalah agar mereka paham prinsip gotong royong dalam keluarga. Again I say: family is a teamwork. Juga untuk melatih kemandirian mereka, mengasah mental untuk bekerja keras dan mengajarkan mereka memikul tanggung jawab sejak kecil.

Membiasakan mereka untuk rajin dan peka terhadap situasi rumah. Kalo ngeliat yang berantakan, bawaannya nggak betah karena sudah terbiasa dengan kerapian. Dan yang paling penting, mengajarkan kepada anak-anak laki agar jangan ada rasa malu ketika mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

“Mothers! Please teach your sons to help out in the house. It’s sunnah! And their future wives will thank you!” ~Yasmin Mogahed

Boys who help their moms and husbands who help their wives with household chores? There’s nothing to be ashamed of! Kenapa harus malu? Teladan umat manusia, Rasulullaah Shalallaahu ‘Alaihi wa Sallam saja mencontohkannya.

Urwah bertanya kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apa yang diperbuat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu di rumah?”,

Aisyah menjawab, “Ia melakukan seperti yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sandalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air
di ember.”

Dalam Syama’il karya At-Tirmidzi terdapat tambahan, “Dan memerah susu kambingnya…”

Ibnu Hajar menerangkan faidah hadis ini dengan mengatakan, “Hadis ini menganjurkan untuk bersikap rendah hati dan meninggalkan kesombongan dan hendaklah seorang suami membantu istrinya.”

(Kisahmuslim.com)

Seorang suami yang baik tentu paham, istrinya bukan robot yang bisa bekerja 24 jam full tanpa kenal lelah. Istrinya bukan sosok sempurna dengan anak-anak sempurna, masakan yang sempurna dan rumah yang sempurna tanpa cela. Dia tak sempurna seperti juga dirimu yang jauh dari kata sempurna.

Istrimu adalah partner hidupmu, cinta sejatimu, ibu dari anak-anakmu. Istrimu, dengan segala keterbatasannya adalah juga manusia biasa. Sama halnya sepertimu, ia bisa merasa lelah, marah, jenuh dan tak berguna.

Istrimu, bukan pembantumu. Dan ia sama sekali tak layak kau anggap sedemikian rupa. Seandainya engkau posisikan dirinya sebagai pembantu dengan nafkah bulanan yang engkau berikan sebagai gajinya, maka berapa nominal yang pantas engkau berikan sebagai penebus jasa-jasanya selama ini? Berapa jumlah rupiah kau sanggup untuk membayarnya?

Dengan job description yang demikian banyaknya, skill multitasking dan kepiawaiannya menuntaskan beberapa tugas rumah secara bersamaan, mengasuh anak, memasak makananmu, mengajari anakmu ilmu-ilmu baru, melayani dirimu, mengatur keuangan keluarga, bahkan ikut serta mengambil peran mencari nafkah.

Juga mengandung serta melahirkan anak-anakmu dari rahimnya dengan susah payah dan penuh perjuangan. Dapatkah engkau membayarnya dengan uang?

Maka perlakukan istrimu dengan sebaik-baik perlakuan. Lembutkanlah perkataanmu, berilah ia udzur atas kekurangannya, seperti ia memberi udzur atas kekuranganmu. Dan jika ia bengkok dan keliru, luruskanlah dengan hikmah dan kasih sayang, bukan dengan keangkuhan dan kekerasanmu yang justru akan mematahkannya.

Luangkanlah waktu untuk berduaan saja dengannya, dengarkanlah keluh kesahnya, jadilah sahabat terbaik baginya untuk mencurahkan isi hati. Dan ketika ia penat, jadilah bahu untuknya bersandar. Kalau bukan kepada engkau, suaminya.. kepada siapa lagi ia hendak menumpahkan rasa?

Dukunglah ia untuk meng-upgrade skill dan passionnya yang terpendam selama ini. Mengikuti berbagai kursus, mengembangkan bakat, mengikuti seminar-seminar yang bermanfaat dan dauroh khusus muslimah. Selama itu bermanfaat dan tidak melanggar syari’at, why not? 🙂

Berilah ia sedikit jeda dari rutinitas hariannya. Seorang istri  butuh waktu untuk sendiri, untuk berkumpul dengan kawan-kawannya, untuk menyegarkan pikiran sejenak dari tugas-tugas rumah tangga yang seperti tak ada habisnya. Bahkan seorang pembantu rumah tangga memiliki hari libur dan hak untuk mengajukan cuti.

Bagaimana dengan seorang ibu? Adakah waktu libur baginya? Nyaris tak pernah ada. Karena bagi seorang wanita, menjadi ibu bukanlah profesi. Ia adalah kehidupan sekaligus tempatnya mengaktualisasikan diri dengan penuh dedikasi. Being a mother is truly a blessing ❤

Selalu dan senantiasa.. Ingatkan kembali tujuan hidup kalian berdua selama ini: striving your way together to reach Jannah. Karena kebersamaan di dunia ini tidaklah cukup.

Jika engkau masih enggan untuk turut membantunya dalam pekerjaannya, maka setidaknya, maklumilah dia.. Abaikanlah debu-debu yang menempel di lantai ruang tamu, mainan-mainan yang berserakan di lantai, makanan yang belum siap terhidang di meja.. Yang kaudapati di suatu sore ketika engkau pulang kerja.

Maklumilah bahwa ia hanya punya dua tangan, dua kaki dan satu kepala untuk menuntaskan semua kewajibannya yang hampir tak terhingga itu. Maklumilah bahwa ia hanya sosok wanita biasa dengan tuntutan-tuntutan yang sederhana.

Yaitu agar engkau selalu mencintai, mengerti dan menerima dirinya, sepenuhnya. Karena dalam kehidupan perkawinan kalian berdua, baginya tidak ada yang lebih penting lagi daripada itu.

~ Jakarta, a morning after the rain has fall.. January 2015.

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Pinterest]

174 thoughts on “Istrimu Bukan Pembantu

    • Jalan hidup qt masing” sdh dilauhil mahfudz, jd yg di beri hidup senang atau susah mmg itu jalan n kekuatan yg di anugrahi, sekarang qt yg bs terjemahkan, qt tdk bs berkaca pd diri sendiri utk org lain, qt hanya bs berdoa utk yg lbh baik bg diri sendiri n doa utk sesama,,,, RT hanya suami istri n Allah yg wajib tau…..

      Like

  1. Sadly, memang ada beberapa kalangan kaum pria yang berpantang mengerjakan tugas rumah tangga bahkan sekedar meletakkan piring kotor ke dapur, Mba. Dan mereka bangga! Bagi mereka, tugas suami lebih daripada itu; suami yang suka membantu pekerjaan rumah tangga dianggap lunak dan kurang bersifat ‘suami’. Bagi mereka suami seharusnya memikirkan bagaimana lagi cara menghidupi keluarga daripada membantu istri di waktu luang misalnya.

    Like

    • Na’am Thifah, menafkahi sudah menjadi kewajiban suami sebagai kepala keluarga. Dan membantu pekerjaan istri adalah hal lain yang berbeda. It’s sunnah.

      Sunnah yang sering dianggap sepele oleh sebagian suami karena mereka menganggap melakukan yang demikian bisa menjatuhkan wibawa dan harga dirinya di hadapan istri, anak dan ya, di hadapan laki-laki lainnya.

      Kalau seandainya hal tsb bersifat hina dan merupakan suatu aib, tentu Rasulullah tidak akan mengerjakannya. Apakah mereka mengklaim bahwa dirinya lebih baik dari Rasulullah? 🙂

      Nilai plusnya, suami yang rajin bantu-bantu pekerjaan rumah, istri makin sayang, anak-anak terbiasa turut serta membantu meringankan tugas orang tua mereka, juga meneladani Rasulullah dalam hal berbuat baik kepada keluarganya.

      “Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya”. (HR. At-Tirmidzi)

      Like

    • Iyaaa benar indah, tapi lupakah kita itu adalah idealisme kita sebagai wanita,
      Bukan kah kita tahu bahwa dunia yang kita pijak itu tidak sepenuhnya hijau atau biru? , begitu juga kehidupan, tidak sepenuhnya bahagia ataupun susah, itu sebabnya perlu adanya kelapangan hati agar dapat mengalah
      Karena ingat
      Tidak selamanya mengalah itu kalah, dan tidak selamanya mempertahankan sikap itu menang.
      Bukankah kita perlu menjadikan ibunda kita khadijah r.a sebagai panutan

      Like

  2. sudah pernah ditulis oleh penulis di aceh, saya lupa namanya 😀 tapi judul lebih berimbang, istrimu bukan pembantu-mu, suamimu bukan ATM-mu ^-^ nice story

    Like

  3. alhamdulillaah… tidak ada pekerjaan rumah yg tidak dikerjakan oleh suami saya.. mulai dr beres2, mencuci pakaian, menjemur pakaian, menyetrika, memasak, ganti popok anak2, memandikan mereka, membereskan mainan anak2, dsb…
    semoga Allah selalu melimpahi berkah dan kasih sayang buat suamiku tercinta .mba…

    Like

  4. Suami saya bukan tipe yang sadar diri utk membantu urusan RT, tapi selama saya meminta bantuan suami bersedia.
    sekarang untuk anak lelaki saya, kami didik untuk menyadari bahwa oekerjaan rumah tangga spt bersih-bersih rumah bukanlah pekerjaan peremuan saja, tapi semua anak hrs menjaga kebersihan dan kemudian merapikan serta membersihkan isi rumah, dimulai dari barang2 dan mainan mereka.
    Salam kenal 🙂

    Like

  5. Salam kenal mbak.
    Hehehe Bener banget. Alhamdulillah suami saya enjoy aja bebantu tugas Rumah tangga sampe ngasuh anak gendong pake kain selendang kalo anak saya sakit.

    Like

  6. mba-mba yang dirahmati Allah, saya ingin berbagi sambil meminta solusi boleh?
    cerita di atas hampir percis dengan cerita saya.
    sekarang saya sedang hamil 35 minggu, hampir 9 bln. dan suami saya bukannya tidak mau, tetapi enggan membantu saya jika tidak dimintai tolong.
    kebetulan suami saya kerja di luar kota dan plg saat weekend. sedangkan saya pun sama bekerja. saat plg yg dia inginkan istirahat, tidur, dan bermalasa-malasan.
    saya sudah coba berdiskusi dengan suami untuk membagi tugas, tetapi hanya dilakukan diminggu pertama, selanjutnya tidak pernah lagi. saya coba ingatkan, tetapi terus berulang. menurut mba-mba saya harus bagaimana ya?

    Like

    • Salam kenal ya mbak..

      Menurut saya, memang kadang ada tipe suami yang harus sering diingatkan untuk hal ini itu, termasuk membantu meringankan tugas istri ketika sedang hamil. Nggak apa2 mbak ingatkan terus (walau mungkin lelah ya) untuk mau membantu.. Coba sesekali diajak ngobrol serius tapi santai, kalo yang demikian itu (suka bantu2 istri) bikin kita makin cinta sama suami. Semangat ya mbak ^^

      Like

  7. Reblogged this on Rumahku, Istanaku and commented:
    Ini banget!
    Alhamdulillah papa di rumah selalu bantuin mama. Dan aku pun sering gagal paham sama papa yang begitu baiknya sampai mau ngelakuin banyak hal di rumah meskipun juga punya kerjaan.
    Sayangnya besaaaar banget sama keluarga.
    Sampai-sampai papa pernah dibilang sama temen2 kloter hajinya, “ga ada deh suami sesayang itu ke istrinya kayak pak endro (papaku)”.
    Atau ada juga yang bilang, “papamu tu udah kayak malaikat baiknya”.

    Yaa meskipun papa memang mukanya agak nyeremin hehe, tapi hatinya lembut pisaan.

    dan secara ga sadar, seperti apa yang dituliskan penulis ini dalam postingannya, sedari dulu, potret suami masa depan yang dibayangkan ya kurang lebih yang seperti itu. Yang mau membantu pekerjaan istrinya di rumah.
    Ya, karena istrimu bukan pembantu 🙂

    Like

  8. Izin menambahkan
    mungkin karena kesalahan sebagian orang juga
    yang menganggap “pekerjaan rumah tangga”
    adalah “pekerjaan pembantu”
    mungkin dari sini sumber kesalahannya.

    Sehingga banyak orang,
    apakah suami maupun istri
    yang enggan mengerjakan perkerjaan rumah tangga
    karena menganggapnya sebagai “perkerjaan pembantu”

    Kalau suami dan istri,
    serta anggota keluarga yg lain
    mengaggap bahwa setiap pekerjaan rumah
    adalah tugas dan tanggng jawab bersama
    niscaya kita tidak akan membutuhkan pembantu

    Sehigga wanita-wanita dari pedesaan itu
    bisa dengan tenang mengurus suami dan anak-anak mereka
    dan tidak perlu pergi jauh-jauh ke kota
    meninggalkan anak dan suami
    untuk menjadi-pembantu-pembantu kita.

    Marilah kita STOP “Lingkaran Setan Pembantu” ini
    yaitu mengeluarkan wanita-wanita pedesaan dari rumah-rumah di desa mereka
    supaya wanita-wanita kota, bisa keluar dari rumah-rumah mereka

    Lebih baik kita tingkatkan lagi kualitas hidup saudara-saudara kita itu
    apakah dengan pendidikan dan keterampilan
    sehingga tidak akan pernah mau menjadi pembantu.

    Like

    • Setuju.. urusan rumah tangga akan terasa lebih ringan jika dikerjakan bersama2.. Saling bersinergi untuk mencapai tujuan bersama. Tugas rumahtangga beres, pekerjaan suami sukses, anak-anak yang shalih dan kondisi rumah yang menentramkan.

      Tapi kalo menurut saya, nggak ada sesuatu yang hina lho dengan status pembantu. Keberadaan pembantu sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang punya segudang kesibukan dan rezeki berlebih. Jadi seorang khadimat/asisten/pembantu bukanlah sesuatu yang memalukan. Asalkan halal dan profesional, semua jenis pekerjaan patut untuk kita hargai dan apresiasi. Allahu A’lam..

      Like

  9. Aq banget mba,,,suami q pantang bgt soal bantu” pekerjaan q dirumah,,pdahal aq ngurusin 2 anak yg msh kecil tnp pembantu,,semua pekerjaan rumah aq yg kerjain,,sering aq minta bantuan tp dia bilang dia kepala rumah tangga ga pantes ngerjain gituan,,kadang klo habis pulang kerja dia suka rebutan nonton tv sm anak q,,,ujung” nya aq yg dimarahin,,kadang kata kasar yg keluar,,,ya allah dosa apa yg sy perbuat sampai saya mempunyai suami yg tidak penyayang

    Like

    • Salam kenal ya mbak.. Tiap orang pasti punya kekurangan dan kelebihan, tak terkecuali pasangan kita. Mungkin di satu sisi ada sifatnya yang nggak kita sukai, tapi pasti lebih banyak yang kita sukai. Dan pasti, selalu ada sisi positif dari pasangan yang dapat kita syukuri..

      Udah pernah coba dibicarakan baik2 dengan suami blm mbak? Coba mbak utarakan keinginan2 mbak ke suami, terutama tentang kesediaannya utk berbagi tugas mengerjakan urusan rumah tangga. Katakan kalo yang demikian bisa membuat istri makin cinta sama suami, sekaligus memberi contoh kepada anak2 agar mau turut membantu orangtua di rumah. Jangan lupa berikan pujian ketika suatu saat ia bersedia memberikan bantuan, sekecil apapun.

      Semoga mbak selalu diberi kesabaran. Barakallaahu fiik 🙂

      Like

      • suami saya tidak pernah membantu…dr hamil muda sampe hamil tua setiap hari nyuci baju berember2 besar dy cm tidur ato nntn tv…preksa kandungan sndiri…gaji hsl kerja buat keperluan mkn sehari2…kl ditegur saya dimaki dan diusir…suami pemakai…saya sdh merasa tdk pny suami wlpn status bersuami

        Like

  10. cita-cita dan keinginan memiliki pasangan/suami seperti cerita diatas memang banyak yg mau..tp klo kenyataannya tdk sesuai cita-cita & keinginan sepertinya tdk perlu disesali juga..
    Allah menjadikan berpasangan kan juga utk saling melengkapi.klo suami tdk peka urusan RT,tinggal tugas istri utk mendidik anak-anaknya spy peka urusan RT..
    semoga Allah selalu memberi kesabaran dan ketelatenan tiada tara utk para istri&ibu spy mendidik generasi yg lbh baik..

    “Like this story” 🙂

    Like

    • Setuju sekali. Seorang suami mungkin tidak peka urusan rumah tangga, di sisi lain dia punya kelebihan yang kadang luput dari perhatian sang istri. Selalu ada sisi positif yang dapat kita syukuri..

      Tulisan ini bukan bertujuan untuk membuat para istri kufur nikmat atas suami2 mereka, menuntut suami2 mereka untuk berubah sama persis dengan cerita di atas.

      Saya menulis ini karena ingin mengetuk hati para suami yang menganggap bahwa membantu pekerjaan istri di rumah adalah suatu aib.. yang dapat menurunkan harga diri dan kewibawannya sebagai laki-laki. Terutama untuk para suami yang istrinya sedang hamil dan menyusui. Mereka sangat butuh dukungan moril untuk menjalani momen-momen yang rentan akan stress itu. Dan berdasarkan survey kecil2an ala saya, suami yang ikut membantu pekerjaan rumah lebih dicintai dan dikagumi sebagai sosok seorang ayah dan suami di mata istri dan anak2nya.

      Salam kenal mbak Rara 🙂

      Like

      • Sedikit menambahkan.. Mungkin bukan dikagumi oleh istri dan anak-anaknya saja, tapi juga di mata mertuanya, dan di mata teman-teman/tetangganya. “Pekerjaan Pembantu” atau “melayani” itu lah yang mungkin justru memperlihatkan dan menjadi bukti kerendah hatian dan cinta akan keluarga..

        Mudah-mudahan saya juga bisa mendapatkan yang demikian.. 🙂

        Like

        • Betul sekali. Terlebih-lebih.. mendapat ganjaran kebaikan dari Allah Ta’ala. Karena tidak ada yang lebih berhak untuk mendapatkan perlakuan baik seorang suami, kecuali istri dan keluarganya sendiri 🙂

          Liked by 1 person

  11. Persis seperti apa yang pernah saya corat coret di nootbook saya ini mbak ee… tp gaberani saya post krn berantakan…😭

    Terimakasih sekali jikalau mbak mengizinkan saya utk me repost tulisan ini di blog saya dngn tanpa mengurangi dan menambahi secuil kalimat mau pun penulis aslinya…. 🙏

    Intinya, ini isi hati saya juga mbak… Anak perempuan yg di besarkan di keluarga yg “memperaja anak laki2” sampe2 pekerjaan rumah itu di anggap aib bagi abang dan adek laki2 saya, saya gak mau anak laki2 saya jadi sedemikian dan Alhamdulillah Suami saya ikut mendukung merubah pola didik kami kpd anak2 kami kelak….☺

    Sungguh trauma saya dgn didikan ortu, yg perembuan jadi babu, yg laki2 jadi raja di rumah 😭

    Semoga anak2 kita mendapatkan contoh yang baik dari kita, generasi baru dgn pola didik yg mudah2an update namun tetap di jalan-Nya… Amiin…

    Terimakasih utk tulisan ini mba…

    Like

    • Sebenarnya udah lama saya kepengen nulis ini mbak. Lama sekali. Tapi dapet triggernya waktu ngobrol2 sama temen kemaren. Iya mbak.. mari kita putus lingkaran itu dengan mengubah pola didik anak2 laki2 kita saat ini. One day, their future wives will thank us ❤

      Silakan bunda Zammy.. semoga bermanfaat ya 🙂

      Like

  12. Masalahnya wanita jaman sekarang sudah banyak yang terkena fitnah harta dan tahta (karir) ..
    Lebih mementingkan karir di luar rumah, pekerjaan rumah dilempar ke pembantu, PARAHNYA anak dijadikan seperti barang titipan, titip sono titip sini , bagaikan sandal yang ditaruh di tempat penitipannya, atau di lempar ke babby sitter, ortu dll.. memalukan !!

    Liked by 1 person

  13. takdir tuhan, jangan membandingkan antar suami. tuhan memasangkan makhluknya krn Dia sudah tahu mksud dan tujuanny. sikapilah dg bijak insyaallah semua ny akan baik. semoga allah swt mengampuni kita semua.

    Like

    • Aamiin.. Jangan membandingkan antara suami kita dg suami orang lain, setuju saya mbak. Allah sudah memasangkan kita dengan pasangan yang paling pas untuk kita, insya Allah. Karena hakikat pernikahan adalah saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing2.

      “Jangan katakan, ‘Terimalah aku apa adanya’ tapi katakanlah, ‘Terimalah aku, aku akan berusaha menjadi yang terbaik semampuku'” (Kutipan dari Tumblr)

      Pasangan yang baik, tentu selalu berusaha untuk berbenah diri demi membahagiakan pasangan yang dicintainya. Selagi kita bisa melakukannya, dan pasangan pun jadi makin cinta karenanya, kenapa tidak? Untuk tujuan itulah tulisan ini dibuat.

      Thanks sudah mampir ya mbak 🙂

      Like

  14. menampar banget ya mbak. alhamdulillah suami saya termasuk yang mau bantu-bantu urusan rumah tangga. beliau nyapu-ngepel, nyuci-jemur-angkat jemuran. tapi itu semua dilakukan karena saya breadwinner dalam keluarga (suami urus anak kalau saya kerja, malam hari jualan). saya — jujur saja — sudah capek bekerja, dan pastinya capek hati karena perasaan bersalah selalu meninggalkan anak. suami saya pernah bilang begini, “oke, kalau mau saklek-saklekan, aku kerja, kamu di rumah, tapi semua pekerjaan rumah kamu yang urus, aku nggak mau ikut-ikut.” sedih mbak, suami masih mikir kayak begitu. padahal mencari nafkah itu sudah kewajibannya, dan membantu istri meringankan kewajibannya, akan dinilai lebih oleh Allah. dan itulah mengapa Allah melebihkan laki-laki dibanding perempuan, karena tanggung jawab mereka jauh lebih berat, fisik mereka jauh lebih kuat. dan setahu saya, sepertinya “tugas” istri dalam “membantu pekerjaan” suami adalah dengan bersikap qana’ah, tidak menuntut di luar kemampuan suami, bukan ikut bantu mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah dan meninggalkan anak-anak kan mbak?

    Like

    • Suka bagian ini mbak,

      “..padahal mencari nafkah itu sudah kewajibannya, dan membantu istri meringankan kewajibannya, akan dinilai lebih oleh Allah. dan itulah mengapa Allah melebihkan laki-laki dibanding perempuan, karena tanggung jawab mereka jauh lebih berat, fisik mereka jauh lebih kuat..”

      Betapa adilnya Islam meletakkan kedudukan wanita. Istri bukan tulang punggung, adapun ketika istri bekerja maka penghasilan murni milik istri, dan suami tidak punya hak untuk mengutak-atiknya tanpa seizin istri. Ishbiry mbak Rizki.. insya Allah bersama kesulitan ada kemudahan.

      Coba ajak suami untuk menghadiri kajian ilmiah Islami, karena sepengetahuan saya.. banyak suami istri yang berubah jadi lebih baik ketika sudah ngaji dan kenal sunnah. Dari segi aqidah maupun akhlak mereka. Sahalallaahu umuurakuma ^^

      Like

  15. Alhamdulillah punya istri yg ga pernah complain, lagipula kalau ngebantuin dianya malah ngambek karena kerjaannya jadi makin banyak, berantakan soalnya wkwkwk

    Like

  16. Ass…bunda…
    Trimksh sudah d ingatkan dlm tulisannya…”Nikmat Allah mana lagi yang saya dustakan”
    Memiliki suami spt Abi nya Asha sungguh anugerah yang Allah berikan kpd saya…sosok yang mau saling membantu dlm hal pkerjaan rmh tangga, hingga dlm hal mengasuh Asha, sosok suami pekerja keras yang tdk prnah berkata kasar, kalaupun saya melakukan kesalahan, abi sllu menasehati saya dengan lemah lembut…Abi juga tdk segan2 untuk memasakkan makanan untuk saya dan kalau sdh bgni saya hanya d sruh duduk manis d meja makan sma Asha..sambil menunggu masakan abi matang… Sungguh Bunda…”Nikmat Allah mana lagi yang harus saya dustai”
    Untuk para suami yang enggan membantu istrinya…smoga d bukakan pintu hatinya dan trgerak untuk saling membantu dalam berumah tangga..
    My husband is my partner in life…smoga perlindungan, keberkahan dan keridhaan Allah sllu menaungi mu suamiku…‎​آمِّينَ …آمِّيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْ

    Like

    • Alhamdulillah.. senang dengernya mbak 🙂

      Alhamdulillah tidak sedikit laki-laki yang mau ikut bantu-bantu pekerjaan istri di rumah. Semoga kita senantiasa menjadi istri yang bersyukur atas kebaikan suami, sekecil apapun kebaikan itu. Salam kenal Ummu Asha 🙂

      Like

  17. Aku punya kesan si Fulanah sebenarnya punya sumbangsih besar akan sikap suaminya.
    Dari awal nikah sebenarnya dia punya hak untuk minta bantuan suami. Tapi karena bisa jadi berbagai hal misalnya suami sibuk kerja, belum ada keturunan jadi semua kerjaan rumah 100% dipercayakan pada istri. Jadi ketika istri benar2 butuh bantuan. Si suami jadi enggan karena tidak terbiasa. Saya bukan belain si suami, menurut saya manusia mana pun pasti enggan untuk diubah kebiasaannya. Makanya ada beberapa perempuan yg rela mengorbankan kesehatannya demi rumah tangganya. Karena itu semua pilihan mereka atau karena mereka berpikir mereka tidak punya pilihan walahuallam.

    Like

    • Bisa jadi begitu. Mungkin tergantung tipe orangnya juga ya.. tipe yang pasrah atau mau sedikit berjuang. Kalau saya pribadi dari awal menikah sudah bikin kesepakatan sama suami, bahkan untuk hal-hal terkecil. Misalnya tentang setelah menikah boleh tetap bekerja atau tidak, mau punya TV atau tidak, dsb. Lebih baik didiskusikan baik-baik apa mau kita kepada pasangan..

      Like

  18. Aib jika mgngerjakan pekerjaan perempuan? Bagi mereka hanya memikirkan bagaimana cara menghidupi keluarga? Klo gitu sewa pembantu donk.. klo blm sanggup sewa pembantu jgn sok blg “hanya memikirkan bagaimana cara menghidupi keluarga” Rasulullah ajah gak begitu… ^^ V

    Like

  19. Sy tipe org yg mudah lelah,mudah skt.apalagi kl kurang tdr,pst langsung skt.tp kl aq skt atau kcapean,aq mnt bntuan suami,suami sll ada aj alasanny.bhkn tkadang kl sy udh g kuat bgadang jaga baby,sy mnt bantuan gntian jaga,dy sll marah2.blgny bsk kan hrs krja,kl bgadang,gmn dy bs krja bsk.dy jg sll blg itu emg udh tugas istri+ibu.
    Kl drmh mertua jg,kl qt belum tumbang alias g bs bgn atau skt parah,g blh mnt bantuan.apalagi kl mnt bantuan laki-laki.pantang itu.
    Bs bantu solusi mba???

    Like

    • coba dibicarakan baik-baik mba dengan suami, dari hati ke hati.. mungkin bisa dipilih timing dan tempat yang tepat.. utarakan uneg2 mba dg cara yang lemah lembut tanpa ada tendensi menyuruh atau mengeluh. jangan lupa berdo’a kepada Allah untuk memudahkan usrusan kaian berdua. barakallaahu fiik, mba 🙂

      Like

  20. Assalamualaikum mbak.. sy ijin bertanya. Kebetulan calon suami saya ini anak tunggal, yang dibesarkan dlm lingkungan laki2 itu ini itu yg intinya tidak biasa membantu pekerjaan rumah tangga, jujur dia manja. Sy senangvdia baca artikel ini siapa tahu bisa berubah sifatnya yg pemalas dan manja ini. Kadang sy sering emosi jika sama2 pulang kerja, capek, dia malas ga mau disuruh ngapa2in, bahkan sekedar gantian nyuci piring kotor pun bilang nanti2 sampai sy risih. Tetapi setelah baca ini, dia malah bilang kalau itu “aq kerjakan, nanti kamu dapat pahala apa,” harus bagaimana mbak, saya hampir nyerah ngrubah sifat dia yang pemalas dan seperti itulah..

    Like

    • Wa’alaikumusssalam.. Salam kenal mbak Nana 🙂

      Sebelum menjawab pertanyaan, maksudnya mbak Nana sudah menikah atau belum ya? Kalo sudah menikah, ketika suami berkata demikian coba beliau membaca satu komentar yang menurut saya sangat bagus di blog ini.

      “Padahal mencari nafkah itu sudah kewajibannya (sebagai suami), dan membantu istri meringankan kewajiban (di rumah) nya, akan dinilai lebih oleh Allah. Dan itulah mengapa Allah melebihkan laki-laki dibanding perempuan, karena tanggung jawab mereka jauh lebih berat, fisik mereka jauh lebih kuat.
      Dan setahu saya, sepertinya “tugas” istri dalam “membantu pekerjaan” suami adalah dengan bersikap qana’ah, tidak menuntut di luar kemampuan suami.”

      Jadi dalam keluarga saling berbagi pahala, sesuai kadar kemampuan tiap masing2 anggotanya 🙂

      Like

  21. Pny suami seorang wiraswasta. Bangun jam 10an, msi sempetin ad jam tdr sore, tidur malem ga ad krn tdrnya subuh. Sbg istri bangun extra pagi berbenah,masak buka toko. Trkdg pnh sdg masakad pembeli dtg lgsg lari smpe ga sadar pisau msi d tangan tp nemuin pembeli.heheh.. plus urus anak balita.. tp si suami ga terima dibilang kerjanya santai, malah balik nekan “lu yg kerjaan santai, abis berbenah bisa tiduran ,nonton tv dll, gw kan jualan. Ntah mata hati ad dimana. Siapa yg cari nafkah siapa sih yg tidur?? Dunia sudah edann..

    Like

  22. Di pengajian bapak2 dirumahku salah satu ustadz pernah membahas kajian fiqih kehidupan berumah tangga, salah satunya tentang kewajiban suami. Suami itu berkewajiban emberi nafkah lahir bathin, pekerjaan rumah itu kewajiban suami. Apabila si suami mampu membayar seorang pembantu maka gugurlah kewajibannya itu, kalo tidak ya hendaknya dia yang mengerjakan atau meminta ridho istrinya untuk mengerjakan kewajibannya itu dengab tidak lupa untuk tetap membantu, Kewajiban istri hanya tunduk pada perintah suami selama tidak melanggar syariat agama. Melayani suami, menjaga dan mendidik anak2 drumah, menjaga harta benda milik suami, menjaga kehormatan rumah tangga. Intinya perempuan lebih ringan kewajibannya.

    Alhamdulillah saya punya suami yg begitu peduli terhadap keluarga, begitu ringan tangan dalam membantu pekerjaan isteri,
    Ayo para suami…pekerjaan rumah tangga bukanlah aib, bantulah para isteri kalian, dengan begitu isterimu akan bahagia, kebahagiaan dan senyuman seorang isteri itu adl lentera dalam kehidupan rumah tangga.

    Like

  23. Semoga kelak calon suami ku seperti itu.. yang bisa meluangkan waktu nya untuk membantu pekerjaan istri.. seperti yang dilakukan bapak kepada ibu saya 🙂 ahh jadi kangen bapak :’)

    Like

  24. Saya seorang suami yang tergugah setelah membaca postingan ini sungguh inspiratif sekali. Seperti yg disampaikan mbak Aisyafra, istri saya juga pernah mengeluh soal dirinya yg merasa seperti pembantu.
    Saya dibesarkan dalam keluarga yang semua pekerjaan rumah dilakukan oleh ibu dan prt, mungkin sudah menjadi kesepakatan kalau ayah fokus mencari uang dan ibu mengurus rumah tangga. Tak pernah sekalipun ayah turun tangan soal urusan dapur. Hal ini juga yang membuat saya jadi kalo istilah jawanya “ladenan”, apalagi saya dan saudara2 selalu dilayani oleh pembantu. Setelah menikah dan pisah dari orangtua, kami sama-sama bekerja dan tinggal di apartemen berdua. Ketika istri saya akan melahirkan, ia memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Ternyata menjadi ibu rumah tangga itu lebih melelahkan daripada kerja kantoran, dan juga tak punya kehidupan sosial. Saya pernah bertanya kepada istri, kira-kira siang-siang gini ibu rumah tangga itu lagi ngapain ya? Jawab istri saya: “paling nyiapin makan siang atau nyetrika”. Kemudian saya tanya lagi “lha masa gak punya waktu luang? Hiburannya ibu rumah tangga apa sih?” Jawab istri saya: “hiburannya ya main sama anak atau nonton tv, makanya sekali-kali coba deh kita tukeran peran biar kamu tahu gimana capeknya jadi ibu rumah tangga. Bangun tidur nyiapin sarapan untuk suami, nyusuin anak, ngurusin dan mandiin anak, nyuci baju, mompa ASI, masak makan siang, nyusuin anak lagi, beresin rumah, nyetrika, sore istirahat sambil main sama anak, menjelang magrib masak buat makan malem, kamu pulang kantor itu aku seneng banget karena aku bisa napas lagi karena selesai makan, tinggal nyuci piring. Kadang aku suka lupa ini hari apa karena setiap hari, rutinitasku selalu sama.”
    Saya pun terdiam dan menyadari stressfulnya keseharian istri saya. Kemudian saya berpikir, pantesan gak banyak wanita yang mau jd stay-at-home mom, pantesan pembantu itu sangat dicari-cari. Sekarang saya yang mencuci piring di malam hari, saya yg membersihkan rumah kalau weekend, saya memasakkan istri saya sesekali kalau weekend (masih belajar masak selain indomie, hehe), saya juga membuatkan jus untuk nya. Setiap malam hari saya singkirkan handphone atau tv supaya saya bisa meluangkan waktu untuknya (kalau bukan saya, siapa lagi yg bisa dijadikan teman bersosialisasi, mendengarkan keluh kesah dan ceritanya). Saya juga mulai belajar memijat dari youtube supaya bisa mijat istri saya kalau ia terlalu lelah atau masuk angin. Saya memang baru sebulan melakukan ini semua, yang tak pernah saya lakukan sebelumnya ketika menikah. Saya tak ingin membuat istri saya merasa tak nyaman dengan kesehariannya sebagai ibu rumah tangga. Saya dan istri belum memutuskan untuk memiliki pembantu atau baby sitter (krn saya juga belum memiliki rumah sendiri). Seandainya pun saya nanti memiliki pembantu saya tak ingin menjadi contoh yang buruk bagi anak-anak saya. Tulisan ini sungguh semakin menguatkan tekad saya untuk berkomitmen seperti ini. Untuk suami-suami di luar sana, apakah kalian tega membiarkan sisa hidup istri kalian dihabiskan dengan daily routine yang membosankan? Suami memang kepala rumah tangga namun bukan raja, dan istri memang ibu rumah tangga namun bukan pelayan raja. Bagusnya tulisan mbak Aisyafra ini dijadikan campaign #yourwifeisntyourservant.

    Salam,

    Ahmad

    Like

    • Alhamdulillah.. semoga Allah memberkahi keluarga kecil Anda. Dan semoga makin banyak para suami yang berusaha menjadi suami yang lebih baik seperti Anda. Barakallaahu fiik..

      Mengenai hiburan sebagai ibu rumah tangga, kalau saya pribadi menemukan banyak sekali hal yang bisa mengalihkan sejenak dari rutinitas harian yang kadang bikin jenuh. Bisa dg menekuni hobi, menjahit, membaca, menulis, nge-blog, berkumpul dengan teman, memasak makanan yang disukai, pergi berdua dengan pasangan tanpa membawa anak (jika kondisi memungkinkan). Apa saja yang bisa menyegarkan semangat kembali. Me time yang sarat manfaat dan tidak melanggar syari’at 🙂

      “ Jika suatu hari kita menjadi full timer ibu rumah tangga, bukan berarti kita akan menjadi kuper sama sekali, tidak. Kita tetap bisa menjadi ibu yang cerdas dengan banyak membaca dan menyerap pengetahuan dari mana pun, mengikuti seminar, memilih tontonan televisi dan siaran radio yang berkualitas, melakukanhobi, dan bergaul dengan ibu-ibu lainnya yang menghasilkan kebermanfaatan.” — terinspirasi dari kalimat Asma Nadia dalam buku Sakinah Bersamamu (via superbmother)

      Terima kasih sudah mampir dan menuliskan komentar di sini ya, Pak. Senang rasanya mendengar tanggapan dari sudut pandang seorang suami 🙂

      Like

    • Wow, jarang banget ada cowok yg mau berubah pikiran klo mengenai tugas rumah tangga, tp saya salut atas keputusan anda. Rumah tangga adalah 1, artinya semua pekerjaan dilakukan bersama2 krn kalian adalah 1. Masa lalu is the past,tp berubah mnjd lbh baik adlh keputusan bijak buat diri anda dan keluarga. Semoga keluarga anda semakin bahagia. Saya jg bersyukur memiliki suami yg amat sangat pengertian, dia jg tfk segan2 memandikan anak, nyapu, ngepel ketika mmg dibutuhkan dan tanpa saya minta, jd tugas rmh tangga itu sdh sewajibnya lahir dr tanggung jawab masing2 pribadi, salam kenal

      Like

  25. Tak sepatutnya bagi suami membiarkan istri melakukan semua pekerjaan rumah tangga, padahal dia ada waktu luang. Dalam rumah tangga harus mau saling membantu, jangan ada istilah siapa kepala rumah tangganya. Bukankah membantu pekerjaan seorang istri di rumah itu suatu amal yang baik..

    Like

  26. Assalamualaikum.sdkit berbagi cerita..alhamdulillah pux suami yg mengerti itu suatu nikmat yg menurutku Allah berikan..jadwal kerjaan rumah mmg tdk kami bicrakan akan tetapi di usia pernikahan kami yg yg baru seumur jagung kami bisa mengatasi semuax..dari mncuci pakean suami yg cuci..plg kantor suami standby depan mesin cuci sambil main Playstation..sy tdk melarang dy bermain agar suamiku tdk merasa bosan..sembari dy mncuci sy pl kntornya biasa lembur harus plg jam 9 walau dalam keadaan mumer dkntor,badan capek,inginx istrahat tp bgtu suami request mw makan ini mwu makan itu sy harus mengiyakan krn sy melihat yg terjadi drmh dy senantiasa menungguq plg kntor yg kerjaan d kantor swasta nda pasti plgx jam brapa..terkadang dgn lmbut dy berkata..”ade mw dkupas bawang merahx?mndgr itu hati jadi enk..krn si suami mwu melhat apa yg qt kerjakan ddpur..tp kalo dy mnta masak trus lagi sibuk dgn kerjaan dr kntor d bawa k rmh,dy sering mghampiriku didapur dan berkata “mah,papa nda bantu ya mawu lanjut kerja dlu,tdk apa2 kan?”sy hax membalas dengan senyum,tp dy mnjawabx lagi “kalo perlu apa2 panggil papa ” .setiap 10 menit sekali dy k dapur dan bertax bgmn mah?itu aku rasa senang skali..terkadang sy harus masak 4 macam yg drequest tp sy selalu brfikir tugas seorang istri ya bgni memanjakan suami,melayani suami,,aku masak plg kntor jam 8 selesau jam 10 tdk pernah terdengar olehku kl dy mengeluh kelaparan..dr masi jaman pacaran dy sdh sering melihatq plg malam krn tuntutan pekerjaan n jabatan yg aku pegang saat inii…terkadang sy hmpir lupa kl sdh px suami krn plg kntor biasax dy sering main badminton dan akuh lgsg tepar dgn baju kantor..sy takut kl nanti dy plg krmh trus marah2 tp alhamdulillah wasyukurillah smpai dgn detik ini kalo aku kecolongan plg kntor lgsg ketiduran dy selalu bangunkan aku entah itu adh larut malam dy pasti membangunkan untk makan,dan ternyata suamiku sdh masak mi ya allah rasa berdosaku tp walau hax masak mi sm telur dadar kami ber2 merasakan nikmatx…dr pacaran kami ber2 luangkan waktu untuk tetap terbiasa makan bersama2..selalu saling mengalah..kalo aku yg makan duluan aku selalu nganterin ini loh kak yg aku makan..selalu seperti itu selama 7 tahun lamax brpacaran..bagi org mgkin lebay..tp dri situ qt mnjadi terbiasa..semoga bukan di awal2 pernikahan sj manisx seperti ini.semoga insya allah selalu berjalan selamanya ya allah..aminn

    Like

    • Wow betapa berharganya mbak punya suami spt itu, jgn sampai pernah menyia2kan dan menyakiti hatinya, krn saya punya tmn spt itu, si istri terlalu sibuk krn pekerjaan menuntut sang istri hrs pulang mlm2 terus, dan sang suami mengambil alih pekerjaan di kantor dan dirumah sampai akhirnya suatu saat sang suami dipanggil menghadap Tuhan, barulah si istri menyadari betapa besar kasih sang suami trhdp dia dan sbrp bsr sumbangsih dia trhdp keluarga . Mk sesibuk2nya istri harus meluangkan waktu yg terbaik buat suami dan anak2, prnh jg saya ada dengar cerita spt ini dmn sang suami tdk pernah komplain klo tdk ada masakan krn saking cintanya, akhirnya suatu saat sang suami didiagnosis menderita kanker krn terlalu sering membuat mie instan sendiri krn tdk ada masakan, marilah kita sbg istri bisa berbuat yg terbaik buat suami dan anak2, pekerjaan boleh tinggi, tp cobalah atur waktu agar bisa meluangksn waktu dgn suami, alangkah bahagianya org yg memiliki keluarga yg bahagia. Salam

      Like

  27. Alhamdulillah bisa menemukan tulisan ini. tulisan ini mengingingatkan diriku pada sosok ibu yang selalu mengajariku bagaimana mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik dan sempurna. Ibu dulu pernah bilang sewaktu aku masih kecil ,”kalau nanti istrimu hamil dan melahirkan, siapa yang bakalan ngurusin rumah? pembantu?! iya kalau ada uang buat bayar, kalau gak?! itu adalah tugasmu sebagai suami untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah saat istrimu hamil dan melahirkan”. Dari perkataan ibu tersebut, akhirnya aku mau melakukan semua tugas rumah tangga, bahkan tidak jarang aku belanja sendiri ke pasar kemudian memasak apa yang aku beli di pasar untuk keluarga di rumah. Bangga saja bisa menjadi sosok calon suami yang banyak diidamkan oleh wanita. semoga nanti bisa menjadi suami dan ayah yang baik dalam keluarga yang akan aku bangun nantinya. Aamiin.

    Like

  28. Semua tergantung orangnya juga sih…
    Hampir semua pekerjaan rumah saya yg megang,karena kebetulan saya lagi ngga kerja,dan istri yg kerja.Tapi klo istri lagi libur,anak kami maunya sama bundanya terus,dan gak mau saya pegang.Jadi mungkin karena kecapean di lendotin anak seharian,ga jarang sampai bilang”Ayah ga pernah bantuin bunda,ga bsa diajak kerjasama”…hadewww…sakitnya tuh disini..

    Like

  29. Terharu baca tulisan mbak ini.ingin sekali suruh suami saya baca juga smpai habis.tp sayang dy lg dinas.hehehe…teruslah menulis kisah inspiratif lainnya mbax.sukses☺

    Like

  30. Garis nasib tiap org beda mbak. Mgkin mbak paling sering dengar cerita yg di bahas diatas. Pernah ga, mbak dengar cerita suami yg ikhlas membantu istri di rmh,smp tak sempat istirahat,kemudian malah tdk di syukuri oleh istri? Kl blm pernah,alhamdulillah,berarti suami tsb mampu memikul tgg jwb sbg kepala RT yg cukup ALLAH dan dirinya yg tau.

    Like

    • Belum pernah dengar memang, tapi saya yakin banyak suami2 yg tulus membantu pekerjaan istri tanpa diminta apalagi disuruh. Bukan karena takut istri tapi karena cinta dan penghargaannya terhadap sang istri. Masya Allah.. Semoga Allah merahmatinya.

      Jika ada istri yang tidak menghargai bantuan suami walaupun sifatnya kecil, maka kewajiban suaminyalah untuk mengingatkannya. Karena tabiat wanita adalah mengingkari kebaikan2 suaminya, satu hal yg menyebabkan mayoritas penghuni neraka adalah wanita. Wal’iyadzubillah..

      Karena suami adalah pemimpin dan penanggungjawab keluarga. Ia akan ditanya kelak tentang keadaan istri atau anaknya yang durhaka. Maka kewajiban suami untuk mendidik istri dan keluarganya, menjaganya dari ancaman siksa api neraka.

      Like

  31. waaaaaa terharu bacanya karena yg ditulis benar2 saya alami 😛 hamil anak pertama, perut besar nyikat bersihin kamar mandi jadi kerjaan, dll ga perduli mau cape, sakit puyeng, harus dikerjakan.selama tinggal di rumah sendiri seingat saya suami cuma 1x bersihin kamar mandi. semua pekerjaan dr a- z, 24 jam sehari non stop full. tapi ya sudahlah, ayahnya anak2 ini memang ruar biasa klo soal ini, kadang kalo merasa cape jenuh , merasa ga ada yang membantu, hanya nangis dan nangis saja, bermain drama sendiri seperti menghafal dialog, mengeluarkan segala sedih dan perasaan cape

    kebetulan latar belakang keluarga bertolak belakang sekali, suami wkt kecil di asuh sm pengasuh, free doing jobs di rumah, karena ada yang mengerjakannya. sy sebagai anak kedua dr 3 bersaudara, mengerjakan segala sesuatu sendiri, kdg berpikir ortu pilih kasih dibanding kedua kk dan adik sy yg sedikit dimanja, tp alhamdulillah sy bersyukur saya hebat tidak tergantung sm pembokat wkwkwkwk, saya rajin, MAMPU melakukan pekerjaan yang sharusnya wanita memang bisa melakukannya 🙂 ( byk wanita goreng telor , hal simple aja g tau :()

    mencari me time aja susah juga, sekali ada ,sekali ke salon wat lulur dll ( setahun sekali kalo sempet hihih) mikirin anak2 juga, mereka lg ngapain y, nanyain mamanya ga ya, udah makan apa belom y, mau gga makannya, banyak ga makannya, jgn2 dijajanin chiki de, hehehe dlll

    inshaa allah segala perkerjaan yang dilakukan seorang wanita di dalam rumah tangganya diganjar dengan pahala yang luar biasa dari ALLAH SWT, aamin

    Liked by 1 person

  32. Subhanallah. Well noted, tulisan mbak inspiring sekali. Thank you. Alhamdulillah suami juga bersedia membantu tugas rumah tangga. Akan dipraktekkan saat saya punya anak lelaki. Salam kenal ya mba.

    Liked by 1 person

  33. nah.. sudah tau berat sebagai seorang ibu
    coba deh rasakan bertukar peran bagaimana menjadi seorang bapak di jaman sekarang ini
    bagaimana pekerjaan dia, tingkat stress dia menghasilkan uang untuk setetes demi setetes susu
    menjamin tetap ke dokter spesialis mengikuti kemauan ibu nya untuk anak anak nya
    memerikasa kandungan ke dokter spesialis sesuai keingina ibu nya
    membeli obat yang terbaik sesuai keinginan ibu nya untuk anak nya
    pakaian dan lain sebagianya..

    Like

    • Sebetulnya, posisi suami dan istri sama-sama penting, tidak saling mengalahkan, tidak ada yang satu lebih penting dari yang lainnya. Tidak akan ada yang namanya istri jika tak ada suami, bukan?

      Keduanya bukan untuk dipertentangkan atau diperbandingkan, mana yang lebih penting, mana yang lebih besar perannya. Akan tetapi mereka Allah pasangkan untuk saling melengkapi satu sama lain. Seperti keping-keping puzzle yang jika satu saja hilang maka tak lagi sempurna susunannya.

      Istri menghormati peran suami dan meletakkan suami di posisinya sebagai qowwam atau pemimpin dalam rumah tangga. Taat dan patuh jika diperintah dalam hal yang ma’ruf. Teduh ketika dipandang, senyumnya menentramkan jiwa. Mensyukuri kebaikan suaminya, sekecil apapun bentuknya.

      Suami menyayangi dan mengasihi istri sebagai partnernya dalam rumah tangga, sebagai wakil ketika dirinya sedang tidak ada. Lembut tutur katanya. Dekat dengan istri dan anaknya. Menghargai dan berterima kasih atas jasa-jasa istrinya selama mereka hidup bersama. Figur seorang ayah teladan yang membanggakan.

      Suami istri yang baik adalah yang saling berusaha untuk menunaikan kewajibannya yang merupakan hak pasangannya, dengan sebaik-baiknya.

      Sila baca tulisan saya lainnya tentang hal ini, di sini -> https://aisyafra.wordpress.com/2015/01/29/berdua-menggapai-surga/

      Like

  34. Emang kebanyakan pria setelah beristri sulit rasanya membantu kegiatan di dalam rumah, dengan alasan capek dan mungkin itu bukan tugasnya,
    Tapi tidak sedikit juga suami yg sayang sama keluarga mau meringankan tangannya untuk membantu istri membereskan pekerjaan rumah..
    Alhamdulillah sya selalu senang membantu istri dan mengurus anak2, saya hanya berfikir istri dan anak2 saya mereka adalah org2 yg saya sayang.. Sembari membangkitkan kebersamaan dan memberikan contoh ke anak, yg emang kebetulan anak sy laki2 dua2 nya, suami adalah pemberi contoh dalam rumah tangga, membahagiakan istri dan anak juga merupakan ibadah.

    Liked by 1 person

    • Alhamdulillah, semoga semakin banyak para suami yang tidak segan membantu membereskan rumah seperti Anda. Bukan kewajiban suami untuk membantu istri, namun bagian dari ibadah dan berbuat baik serta memberi teladan bagi keluarga. Setuju sekali dengan komentarnya 🙂

      Like

  35. cerita keluarga mbak hampir sama seperti cerita keluargaku…
    alhamdulilah sedari kecil aku dan adek laki2ku selalu ditrkankan bahwa pekerjaan rumah itu milik bersama, kerjasama…
    ayahku juga tidak segan membantu pekerjaan rumah,bahkan sampai sekarang ayah rutin slalu nyapu rumah tiap sore, ikut bantu ibu cuci baju…
    dan alhamdulilah, keinginan punya suami seperti sosok ayahku pun terwujud.
    mungkin karena dia terbiasa jauhdari orangtua, tinggal berlainan kota sejak dia sma,akhirnya suami terbiasa dengan pekerjaan rumah..
    kadang bantuin nyuci baju pas aku lagi nyuci, nyapu, trus klo aku habis strika pasti Mas Swami yang ngerapiin masukin lemari tanpa diminta.. beberes hal2 sederhana dirumah…

    alhamdulillah… maka nikmat tuhanMu yang manakah yang kamu dustakan?

    Liked by 1 person

  36. Masih mending Mbak, punya suami dan anak-anak yang diurusin. Sedangkan Saya? Untuk menemukan orang yang bisa saya layani dengan sepenuh hati aja sulit. Tetap bersyukur punya suami yang nggak mau bantu2 pekerjaan rumah, daripada hidup sepi sendirian tanpa pendamping didunia ini.

    Like

  37. Membaca tulisan ini pas pada usia kandungan 31 minggu, sambil saya lagi berbaring di kasur, sementara suami lagi mencuci baju di belakang (termasuk baju2 saya). Alhamdulillah saya dikaruniai suami penyayang & tdk segan membantu pekerjaan rumah tangga baik itu menawarkan diri atau memang saya minta bantuan. 🙂
    Padahal kalau saya lihat latar belakang keluarganya malah kondisi berbalik, bapak mertua tidak pernah mau membantu pekerjaan ibu mertua. Segala pekerjaan dilakukan ibu sendirian, termasuk mencari nafkah sejak suami saya masih kecil dulu, padahal saat itu bapak msh muda & sehat. Saat kami menikah memang bapak sdh lansia & sakit2an, shg tadinya saya maklum kalo tiap kami mudik ke mertua yg saya lihat selalu ibu repot melakukan segala hal sementara bapak hanya duduk2 santai di depan tv. Tapi dengar cerita suami ternyata bapak memang sdh seperti itu sejak dulu, dan justru hal itu malah membuat suami saya merasa kecewa pada bapak serta tidak tega & kasihan pada ibunya, yg malah menimbulkan pemikiran utknya “jangan jadi orang seperti bapak”. Dan skrg dia malah menjadi suami yg begitu penyayang-penolong-pengertian, berbanding terbalik dgn contoh yg dia lihat dari bapaknya.
    Jadi ternyata “didikan” di rumah tidak selalu akan menghasilkan output yg sama persis, semua kembali pada kualitas personal masing2. 🙂

    Like

    • Setuju mbak Frida, tidak selalu anak laki-laki yang rajin membantu istri di rumah memiliki ayah yang rajin dan suka membantu istri dlm urusan rumah tangga. Seperti mbak bilang, “semua kembali pada kualitas personal masing2..”. Tidak selalu, tapi sering saya menemukan yang demikian.

      Saya pernah mendengar wacana seperti ini mbak, sesuatu yang kita alami di masa kecil dalam pengasuhan orang tua (bisa jadi semacam trauma) akan membentuk karakter kita menjadi dua:

      1. Mengikuti langkah mereka,
      2. Belajar dari pengalaman masa lalu untuk memutus rantai dan menjadi pribadi yang lebih baik. We learn from mistakes.

      Dan nampaknya suami mbak Frida mengambil langkah yang kedua, belajar dari kesalahan dan pengalaman masa lalu. How blessed you are, alhamdulillah 🙂

      Like

  38. Aduh mba meutia kok terharu saya malah bacanya y,hehhehehe…
    Alhamdulillah suami orgnya suka bantuin smisal aq capek klo minta tolong dia lsg tolongin…ngurusin ank2 dri mandi mkn smp tdr,nyuci baju pk mesin cuci tinggal cemplung2 aj,masakpun dia mau walaupun sebisanya mie instan saja,hhhhh… #alhamdulillah
    Cm saya suka gondok klo pas ad mertua dirmh dia slalu marah2 didepan saya klo minta tolong suami dan slalu bilang suami HARAM kerjain ini..ini kerjaan wanita ! Sdh kamu kesna aj santai.. ini biar ibu aj (dgn nada membentak).Pernah aq lagi sakit bangun siang n suami alhamdulillah siapin mie goreng + nasi trus aq dibilang kemana2 klo aq ngebossin suamiku yg diperlakukan kyk pembantu (n msh bnyk lgi contoh lainnya)aduh mba..serba salah klo bgitu..nah klo bgini bearti suamiku niru dari mna y mba?hehheheh..

    Like

    • Mungkin suami bisa bantu menjelaskan ke ibu mertua mbak, kalo beliau mengerjakannya dengan suka rela, tanpa paksaan apalagi ancaman, hehehe.. Karena nggak semua orang paham kalo bantu2 istri di rumah itu bagian dari sunnah 🙂

      Like

  39. Subhanallah ceritanya…
    Alhamdulillah.. suami saya mau bantu apapun kerjaannya asalkan jangan diminta jemur baju hihihi alasannya ” duh nanti aku tambah item yank ” hahahaha..
    saat ini saya trimester pertama dan anak pertama juga.. subhanallah.. badan rasanya ngga punya tenaga sama sekali.. mual dll membuat saya jadi malas mau ngapa2in…
    alhamdulillah.. suami ngga pernah komplain karna saat ini saya benar2 tidak bisa melayani apapun.. dari masak, cuci baju, cuci piring, beres2 rumah tidak ada yg saya kerjakan.. semua dikerjakan sama suami.. bahkan saat dy kerja setiap siang dy sempatkan pulang untuk membawa makanan untuk saya.. kalau saya ngga mau makan dy pasti nyuapi… owalah manjanya..
    Terimakasih ya Allah .. sudah memberikan suami terbaik untuk saya..
    Semoga setelah masa2 mual ini berakhir saya bisa kembali melayani suami seperti biasanya.. aamiin..

    Like

  40. Menangis aku mba ketika melihat tulisan ini. Merasa sedih banget.
    Sampai tak bisa berkata-kata. Semua yang mba tulis memang benar. Tapi pada kenyataannya ada yang memperlakukan istrinya seperti itu meskipun dulunya dia sering membantu ibunya. Namun kenapa tidak membantu istrinya??? Sakitnya tuh disini 🙂

    Like

  41. alhamdulillah suamiku mau diajak kerjasama, walaupun dia kecapekan. biasanya saya yang merasa malu kalau dia ikutan turun tangan ngerjakan hal-hal rumah tangga. bukan karena urusan rumah itu ranahnya istri, karena ia sudah capek cari uang diluar rumah. dan kebetulan saya tahu sendiri betapa sibuknya ketika suami bekerja.

    semoga para suami yang seenak udelnya itu dibukakan hatinya oleh Allah SWT bahwa istrinya bukanlah pembantu.

    nice post! wassalamuallaikum..

    Like

  42. Denger kata2 “Aib jika mgngerjakan pekerjaan perempuan” itu kayaknya gimana ya.. sebel sendiri dengernya haha. Apalagi kalau memang kondisi istri lagi hamil / sakit / sedang tidak memungkinkan.. masa suami ga mau berbaik hati sih bantu orang yang dia sayang? Punya istri untuk punya belahan jiwa saling sayang-cinta-menghargai atau sekedar sebagai pelayan hidup?
    Bersyukur kami yang punya suami yang mau “mengotori” tangannya dalam membantu mengerjakan pekerjaan rumah 🙂

    Like

  43. Tak terasa air mata menetes ketika membacanya. Alangkah bahagianya seorang istri yang punya suami seperti itu.. Meringankan pekerjaan istri dg ksadaran tanpa mengungkit2 yg tlah dilakukan, mampu jdi tmpat brsandar ktika istri trlalu letih..mau jdi shbat yg baik, mensupport istri. Hmm, 1 kata aja deh buat diriku sendiri. SABAR!

    Like

  44. Walaupun sudah pernah ada yg nulis ini,tapi tetap aja masih ngena dihati soal topik ini.izin share ya mbak. Saya sudah tau kalo bapak mertua saya tipe yang kalo pekerjaan rumah tangga adalah absolut pekerjaannya perempuan.laki2 adalah pencari nafkah.adat istiadat setempat memang seperti itu. Budaya jawa lama seperti, ‘bapaknya karena yang cari uang makanya makan duluan,makannya nasi, lauk pauk lengkap sama ayam.setelah itu baru istri dan anak2nya.anak2nya cm makan nasi sama sayur saja’. Padahal mertua saya itu sangat2 mengerti akan agama islam. Keluarga mertua saya termasuk yang paham dan ilmu agamanya bagus. Namun islam yg kental dg budaya jawanya. Ketika membaca bagian, “seorang anak laki2 yang sedari kecil melihat figur seorang ayah yang family man, penyayang, dan tidak enggan membantu pekerjaan istri maka akan menerapkan hal yang sama kelak ia berumah tangga”. Tiba2 dunia disekeliling saya seperti berputar cepat skali.ternyata suami saya tidak terlalu mau ikut campur urusan pekerjaan RT karena melihat figur bapaknya yg seperti itu. Bapak mertua saya yang sedari dulu tidak pernah mau ikut mengurus anak, baru mulai mau ‘menyentuh’ dunia anak ketika saya melahirkan anak pertama saya. Puluhan tahun tak pernah mengerti dunia anak. Hasilnya terlihat canggung ketika memutuskan ingin dekat dengan cucu2nya. Tentu saja terlihat canggung dan aneh.
    Sebenarnya saya masih bersyukur karena suami untuk urusan anak dia peduli sekali. Memandikan, menyuapi, bermain bersama anak. Namun karena suami seringnya keluar rumah karena ada urusan dan dinas luar kota, ujung2nya tetap saya semua yg mengerjakan. Mungkin yang tidak saya lakukan seperti benerin genteng (karena saya takut), benerin listrik (karena saya ga ngerti listrik), nambal bak kamar mandi (karena sy ga ngerti ilmu pertukangan). Ngecat rumah pun saya pernah lakukan kok.
    Kapok punya pembantu ga pernah beres,sy memilih mengerjakan semua sendiri. Karena memang sedari kecil saya ditempa oleh kakak2 saya, yang memang perempuan semua, untuk bisa mengerjakan semua pekerjaan RT. Alhamdulillah ada hikmahnya. Perjanjian sedari awal selagi hamil anak pertama agar suami membantu saya walau sedikit hanya tinggal kenangan. Suami sy membantu,tp bnr2 sedikit. Itupun jika saya memang dalam keadaan yg bnr2 repot atau sakit berat. Terkadang menaruh piring kotor ke bak cuci piring aja suka lupa. Perjanjian oh perjanjian…. Tinggal kenangan.
    Kalau suami tidak ikut meringankan pekerjaan RT istri menurut sy terdengar masih lebih baik dari situasi saat suami berkata, “Aku pusing muter kepala gimana cari uang tambahan buat keluarga, buat menuhin kebutuhan keluarga. Nyari tambahan ini itu. Aku masih juga harus nyuapin anak2 juga. Kamu bisanya apa sih. Tiap hari kerjaannya ngapain aja. Cuman disuruh ngurusin anak doang aja ga becus. Aku juga yang harus turun tangan. Kamu taunya cm ngabisin duit doang. Kamu ikutan kek gimana caranya nyari tambahan duit,biar bisanya gak cuma ngabisin duit doang”.
    Kalimat itu sudah menempel keras di otak bagai dilem pakai alteco. Karena kalimat itu pasti akan keluar dr mulut suami disetîap situasi ketika anak2 ga mau makan. Anak2ku kebetulan picky-eaters bgt. Saya memang cm full IRT yg ga menghasilkan duit. Malah cm menghabiskan. Berkali2 mencoba usaha tapi masih gagal. Tapi kalo yang saya habiskan untuk membeli popok sekali pakai karena terlalu capek dan letih untuk setiap saat mencuci popok kain yg penuh pipis dan pup anak, untuk membeli bahan kue yg harganya agak mahal utk ukuran saya utk bikin cemilan dirumah biar anak mau makan. Atau beli ayam dan sayur organik yg emang lebih mahal tapi dengan maksud agar anak lebih sehat,yg brarti lebih jarang sakit lebih jarang ngeluarin biaya ke dokter/RS. Ya maaf kalo saya jd lebih boros.
    Apa saya harus mnyesal ketika saya diterima bekerja dengan gaji yg lumayan utk ukuran daerah sy tinggal, tapi disaat yg sama saya ternyata hamil dan sy harus memilih, bekerja atau menggugurkan kandungan, atau tetap hamil tp tak bekerja. Silakan pilih sendirilah.
    Muka saya yg ky jalanan kampung karena kasar dan berjerawat. Kulit kaki yg kasar. Badan yg melar setelah melahirkan anak kedua. Rambut potong bondol karena tak mampu urus rambut panjang. Setelah melahirkan anak pertama dan kedua dengan jarak yg tidak terlalu jauh membuat saya tambah asing dengan yang namanya salon, spa dan treatment. Smua wktu 24 jam 7 hri sminggu full buat anak, rumah dan keluarga. Baju dan sepatu pun beli hanya beberapa bulan sekali. Atau nunggu lebaran dulu baru beli. Semua warisan dari jaman masih belom menikah dulu. Apalagi make up. Barang yang satu ini ga bakalan ditemukan di rumah. Beda kalo nyari popok, minyak telon, baby oil, mainan anak2. Tiap semeter pasti nemu barang2 ini dirumah. Dibela belain ga usah punya pembantu karena selain kapok, lagian uangnya mending buat kebutuhan anak2. Kalo anaknya ganteng2 rapi pake baju yang keren, kan kita sebagai orang tua yg seneng. Yah ga taulah. Bagian ‘boros’ mana lagi yg hrus sy hemat.
    Maaf kalo saya malah jd curcol disini. Karena saya tidak punya tempat untuk share perasaan saya. Sy tidak mau memberatkan orang tua dengan keluh kesah saya. Bukannya saya mau mengkufurkan semua nikmat yg sudah diberikan kepada saya. Tapi maaf, karena Allah SWT menciptakan saya sebagai manusia yg pnya perasaan dan hati yang bisa tersakiti, punya kekurangan dan perempuan yg banyak lemahnya.
    Jadi kepada para suami, kita para istri sebenarnya tidak minta ‘didewakan’, kami hanya minta untuk ‘dimanusiakan’.

    Like

  45. Bagus. cerita ini bagus banget untuk dibaca dan dibagikan. Semoga kita-kita ini dapat mencontoh Rosulullah untuk selalu rendah hati dan tidak sombong.

    Like

  46. Yang pernah saya baca malah spt berikut :

    Fatwa Empat Mazhab Terkait Bahwa Istri Bukan Pembantu

    1. Mazhab Al-Hanafiyah

    Al-Kasani dalam kitab Badai’ush-Shanai’ menyebutkan hal-hal berikut ini :

    Seandainya suami pulang membawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, namun istrinya enggan memasak atau mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membawa makanan yang siap santap (Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai‘).

    Masih dalam mazhab yang sama tetapi dalam kitab lainnya yaitu kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah juga disebutkan hal yang senada :

    Seandainya seorang istri berkata,”Saya tidak mau masak dan membuat roti”, maka istri itu tidak boleh dipaksa untuk melakukannya. Dan suami harus memberinya makanan siap santap, atau menyediakan pembantu untuk memasak makanan.

    2. Mazhab Al-Malikiyah

    Ad-Dardir dalam kitab Asy-Syarhu Al-Kabir menyebutkan :
    Wajib atas suami melayani istrinya walau istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat Bila suami tidak pandai memberikan pelayanan, maka wajib baginya untuk menyediakan pembantu buat istrinya. (kitab Asy-Syarhul Kabir oleh Ad-Dardir)

    3. Mazhab As-Syafi’iyah

    Al-Imam Asy-Syairazi dalam kitab Al-Muhadzdzab menuliskan :

    Tidak wajib bagi istri membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya untuk suaminya Karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta’), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.. (kitab Al-Muhadzdzab oleh Asy-Syirozi)

    4. Al-Hanabilah

    Pendapat mazhab Al-Hanabilah pun sejalan dengan mazhab-mazhab lainnya, yaitu bahwa intinya tugas istri bukanlah tugas para pembantu rumah tangga.

    Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual.

    Dan pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.

    Sumber :http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1389123555&=istri-atau-pembantu-rumah-tangga.htm

    Like

    • Ada situs lain yg mempertanyakan hal yg sama. Hanya bedanya, di situs tsb dijawab oleh seorang ustadz. Dan menurut saya, jawaban beliau sangat jelas & gamblang, mematahkan semua pendapat yg berbeda…

      Ijinkan saya meng-copas jawaban itu
      Ini dia;
      Jawaban:

      Wa’alaikumussalam

      Pendapat mayoritas ulama dan ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyyah, istri wajib melakukan tugas-tugas rumah sebatas kemampuan dirinya. Istri wajib menaati suami, jika suami memerintahkan istri untuk berhenti kerja, maka istri shalihah pasti langsung berhenti kerja.

      Isteri wajib taat kepada suami asalkan perintah suami bukan maksiat. Jika suami memerintahkan istri untuk masak misalnya dan istri mampu untuk masak karena dalam kondisi sehat, maka memasak dalam hal ini adalah kewajiban yang membuahkan dosa jika tidak dijalankan.

      Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
      Artikel http://www.KonsultasiSyariah.com

      Like

  47. Iya, ibu saya juga pernah bilang. Sebenarnya, kewajiban seorang suami terhadap isteri itu adalah memberikan makanan, pakaian, dan rumah untuk isteri. Perlu dicatat ni, “MAKANAN”. Bukan “Bahan Makanan”. Jadi suami wajib memberikan makanan yang bisa dimakan buat isteri. Bahwa sekarang justru isteri memasak, itu adalah budaya, dan termasuk pahala si isteri. Tetapi suami tidak boleh memaksa isteri untuk memasak atau membuatkannya makanan. Kewajiban suami bukan memberikan beras, tapi nasi!

    Suami juga wajib memberikan pakaian, dan juga tempat tinggal yang layak.

    Suami tidak boleh memaksa isteri untuk melakukan pekerjaan RT karena itu bukan kewajiban isteri. Kewajiban isteri adalah menurut apa kata suami, ikut keputusan suami atas keputusan2 strategis keluarga. Namun memang perihal isteri melakukan pekerjaan RT akan mendapatkan pahala tersendiri, karena itu juga merupakan ladang jihad yang utama buat isteri. Tetapi bukan kewajiban. Ladang jihad, tetapi bukan kewajiban.

    Like

    • Subhanallah…
      Demi Allah saya bingung..
      belakangan ini saya sering membaca yg senada dg yg ditulis oleh sdr/sdri Mishbah (maafkan saya, bila gak tau pria/wanita)

      Yg saya tau gak spt yg dibicarakan begitu.., bnyk hadits/riwayat yg saya yakin bertentangan dg pemahaman tsb…

      “Suatu ketika, Ali kw. pernah mengusulkan kpd istrinya, Fatimah Az Zahra, untuk menemui rasulullah, & meminta pd beliau untuk membantu memberikan/meminjami pembantu untuk mrk. Krn tangan sang istri sampai bengkak krn terlalu sering menumbuk gandum.
      (Singkat cerita) mrk berdua menemui rasullah & meminta bantuan.
      Tp rasullah tdk bisa memenuhi permintaan mrk. Beliu bersabda, aku tdk mungkin membantu kalian. Harta rampasan perang lebih baik kujual & kupergunakan untuk para fakir miskin yg lebih membutuhkan. Maukah kalian kuberikan sesuatu yg lebih baik dr apa yg kalian minta? Sebelum tdr, bacalah subhanallah 33x, alhamdulillah 33x, & allahu akbar 33x”

      Kalau lah benar pemahaman spt yg ditulis sdr/sdri Mishbah, & yg senada dg itu, knp rasulullah tdk marah kpd menantunya?
      Ali kw. membiarkan anak rasulullah, istrinya, Fatimah, tangannya bengkak krn menumbuk gandum, yg SEHARUSNYA menjadi kewajiban Ali kw. (???)
      Knp rasulullah tdk mengingatkan sang menantu akan KEWAJIBANNYA?
      Knp tdk dibicarakan sedikitpun?

      Ada cukup bnyk hadist atau riwayat yg senada dg hadits diatas… (yg tdk pernah dinyatakan bahwa kewajiban suami adalah memberi MAKANAN kpd istri.., tp MENAFKAHI istri)

      Knp mulai muncul belakangan ini (yg saya tau) cara berpikir spt yg ditulis oleh sdr/sdri Mishbah?

      Wallahu ‘alam…

      Like

        • Spt nya, hubungan suami/istri di Indonesia udah cukup bagus. (Tp jgn kasih contoh ekstrem, dimana suami “membudaki” istri spt contoh diatas, ato suami yg ikut ISTI). Dari sisi suami, kita sama tau, “bahwa istri diciptakan dari tulang rusuk suaminya”. Maka istri adalah partner, teman hidup, pendamping..
          Jelas istri bukan keset, bukan pembantu, bukan budak. Dan pasti bukan mahkota, bukan raja..
          Tp istri bisa menjadi apa saja, tergantung kedudukan sang suami. Bila suaminya konglomerat, istri bisa jadi ratunya. Tp apa boleh buat, istri jadi pembantu bila suaminya “kroco”..

          Dari sisi istri, kita ambil hadits rasulullah; Bila dibolehkan manusia menyembah manusia lain, maka akan aku perintahkan agar para istri menyembah suami mrk”
          Kita juga memang udah tau, suami adalah kepala keluarga (KK). KK berarti pemimpin, imam. Maka hormatilah keputusan KK.
          Bisa jadi keputusan itu salah, maka berilah segala saran & nasehat, sebelum keputusan itu diputuskan..

          Oleh krn hal suami adalah KK, saya sering merasa kasihan, pada istri yg ilmunya diatas suami…
          Membimbing istri memang tugas & kewajiban suami, tp istri “harus” membimbing suami, yg notabene adalah KK, imam.., waduh berat amaaaat

          Kembali ke “tulang rusuk”;
          “Wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan tulang rusuk itu bengkok. Bila kamu berusaha sekuat tenaga untuk meluruskannya, dia akan patah. Tp bila kamu membiarkannya, dia akan selalu bengkok..”
          Maka untuk para suami, pandai-pandailah bersikap mengalah, lemah lembut, atau pun bersikap tegas kpd istrimu..
          Umar bin khaththab, seorang yg tegas, al faruq, yg syaithan pun akan menyingkir dari jalan yg akan dilaluinya, terkadang tunduk & diam mendengarkan “omelan” istrinya..

          Jadi selama suami/istri menyadari tugas & kewajiban serta hak-2 nya, insya Allah akan baik & langgeng..

          Like

        • Terimakasih mas Rizwan atas responnya. Saya hanya menyimpulkan satu hal dari perdebatan ini:

          Setiap suami isteri punya kisahnya masing2. Apa yg dianggap mas Rizwan sebagai “kebanyakan pasangan d indonesia” pun belum tentu demikian adanya. Kita bisa melihat d luar, tp d dalam rumah kita tidak tahu apa yg terjadi.

          Apapun itu, terimakasih mas sudah berdiskusi. Salam.

          Like

  48. Seorang istri/ibu yg tlah 25 thn menikah, ditanya;
    Ibu terlihat bahagia dg pernikahan ibu yg tlah berusia 25 thn. Ibu juga terlihat amat mencintai suami ibu..
    “Iya, tentu saja”, jwb si ibu
    Suami ibu pasti suami yg baik, yg gak punya sedikit pun cacat celanya..
    “Siapa bilang”, bantah ibu tsb. “Suami saya punya banyak kesalahan, layaknya bintang-2 dilangit”
    Kalau begitu, suami ibu pasti juga punya banyak kebaikan, kan?
    “Ah, enggak”
    “Kebaikannya cuma 1, layaknya matahari yg besar & 1.
    Loh..? Kok ibu bisa tetap bahagia, & bangga dg 25 thn pernikahan ibu, bila ibu bilang, kesalahan bpk amat banyak, sebanyak bintang di langit. & kebaikan nya cuma satu..?
    “Karena, saat kebaikannya yg cuma 1 spt matahari mulai terlihat, maka semua kesalahannya yg banyak spt bintang di langit, akan hilang, tertutup oleh cahaya kebaikannya yg besar tadi…”
    Ooo…

    =Mensyukuri yg kita punya, akan membuat kita selalu merasa berbahagia=

    ~Krn bila kita selalu merasa kurang dg yg kita punya, maka yg muncul hanyalah; rumput tetangga kelihatan selalu lebih hijau..~

    Like

    • Di dunia ini, tidak ada pernikahan yang sempurna, pun tidak ada suami atau istri yang sempurna. Salah satu kunci dari sebuah pernikahan bahagia adalah penerimaan tulus akan satu sama lain. Tapi, menerima keadaan pasangan bukan berarti mengabaikan kesempatan untuk saling menasehati dalam kebaikan dan memperbaiki diri.

      Ketika kita mencintai seseorang, tentu kita mengharapkan kebaikan bagi dirinya. Kita tak ingin melihat pasangan kita susah. Kita ingin membahagiakannya, semampu kita.

      Dan seorang suami yang baik, tentu tidak akan diam saja melihat istri tercintanya kerepotan mengurus rumah sementara ia bisa mengulurkan bantuan. Why not? Even Rasulullaah helped his wives at homes. Bukankah Rasulullah adalah sebaik2nya teladan manusia?

      Tulisan ini saya buat khusus untuk para suami (sila lihat paragraf2 terakhir), sebuah sentilan kepada mereka yang abai akan bagaimana seorang suami yang baik turut berperan dalam urusan rumah tangga. Menangkis anggapan sebagian suami bahwa membantu pekerjaan istri di rumah adalah suatu aib. Karena banyak sekali suami yang berpendapat demikian (sila lihat kembali percakapan saya dg fulanah di paragraf pertama). Meski ya, para pembacanya kebanyakan perempuan. Yang ternyata banyak mengalami kisah yang serupa.

      Jadi bukan untuk membandingkan suami dengan suami yang lain atau lalai mensyukuri nikmat bersuami dan berumahtangga. No, that is not my point.

      Like

      • Saya juga tdk menilai mbak spt itu. Kalau mbak mengatakan bahwa mbak bermaksud mengingatkan para suami agar mau & ikhlas untuk lebih care terhadap istri mrk, saya pun juga bermaksud untuk para suami, & para istri agar jgn selalu mengedepankan kekurangan pasangan kita. Terima kekurangan sbg sisi manusiawi yg memang selalu ada (tentu dg terus berusaha memperbaikinya, bukan mendiamkan kekuramgan tsb), & yg lebih utama adalah menyadari & mensyukuri kelebihannya, yg dg hal-2 itu, kita bisa lebih bahagia & mensyukuri nikmat Allah yg ada pada kita..

        Spt ibu yg tlah 25 thn menikah itu, kaan..

        Like

        • I got your point, Mr. Nobody/s perfect. We are not perfect either. Selalu ada sisi baik dari pasangan yang dapat kita syukuri. Jangan terus terfokus pada kekurangannya.

          Just a little note..

          Seorang suami atau istri yang baik, tentu akan berlapang hati dan berbenah diri jika ditunjukkan kekurangannya. Memiliki kekurangan adalah suatu hal yang wajar dan manusiawi, nobody’s perfect. Namun, tiap orang memiliki standar masing2 terhadap kata “penerimaan” dalam suatu hubungan.

          Ada orang yang bisa menerima semua kekurangan pasangannya, sebobrok apapun kelakuan pasangannya. Ia mampu bersabar walau mungkin sudah dizhalimi sedemikian rupa. It’s her/his choice.

          Namun, ada juga yang tidak bisa menoleransi kekurangan pasangannya, yang mungkin ia anggap kekurangan itu begitu fatal atau bersifat prinsipil. Mereka telah menetapkan batasan, mana yang masih bisa diterima dan mana yang tidak. It’s also his/her choice.

          We should respect that. Semua kembali lagi kepada pribadi masing2 dan tidak bisa disamaratakan satu dengan yang lainnya.

          Dan jangan pernah sekalipun kita (termasuk saya) memaksa orang lain terutama pasangan untuk menerima kekurangan kita, dengan terus berlindung di balik kata, “terimalah aku apa adanya..”, tanpa ada usaha gigih untuk memperbaiki diri. It is not love. It is selfish.

          Sila baca tulisan saya yang lain mengenai ini di sini ya -> https://aisyafra.wordpress.com/2015/01/29/berdua-menggapai-surga/

          Thanks for your comment, by the way.

          Like

        • 🙂

          Dlm hal note mbak yg terakhir, bagi saya berpulang pada tingkat iman masing-2, & seberapa “istimewa” pernikahan tiap pasangan… Apakah masih sanggup ditolerir, apa enggak.

          Mbak ingat dg seorang wanita, yg menurut rasulullah lebih baik dibanding Fatimah, anak beliau sendiri. Wanita itu lebih baik, krn keimanan, & keyakinan, bahwa pernikahan adalah ibadah.., sehingga berprilaku & bersikap yg menjadikan beliau lebih baik dr Fatimah Az Zahra.

          Saya yakin, saya pun blm sampai setinggi itu keimanan saya, sehingga bila menjadi seorang wanita, istri, saya blm bisa seperti itu…

          Terlepas dr hal itu, masalah memperbaiki diri, hrs terus menerus masing-2 kita lakukan, diberi tahu ataupun tdk, bila kita berniat mencari ridha Allah

          Hanya saja…
          Apa yg menjadi sebab pertama kali saya ikut serta berkomentar disini adalah, justru krn komentar-2 pembaca lain, yg dg mudah mengatakan di media sosial semacam ini, bahwa “pasangan saya juga begitu”…

          Bila saya pribadi membaca di suatu situs atau media sosial manapun, yg menceritakan kekurangan seorang istri, yg kebetulan sama dg kekurangan istri saya, saya insya Allah, tdk akan mengatakan “istri saya juga begitu”.
          Tp saya lebih suka menunjukkan media sosial tsb kpd istri saya, agar dia membacanya, menyadarinya, & berusaha memperbaiki diri..

          Apa guna & manfaat, bila kita bercerita, “pasangan saya juga begitu”???

          Thanks for you too, dear

          Like

  49. Saya setuju dengan tulisan diatas mbak!!tapi seharusnya para istri bangga jikam bisa melakukan pekerjaannya dengan ikhlas,maka akan di kasih pahala oleh ALLAH setiap keringat yg keluar???sama seperti Fatimah anak rasulullah,,
    Istri dari ali bin abhi THALIB yg miskin!!beliau fatimah capek karena harus kerja tiap2 hari dengan menumbuk adonan gandum!!!DIA keringat ,capek!!!ahirnya dia menangis ,,,dan mengadu pada ayahnya rasulullah,,tapi jawaban rasulullah,,,beliau bukan suruh berhenti,,di suruh sabar dan ikhlas,,,dan kasih 10 nasehat dari rasulullah!!!
    Intinya adalah apapun yg di kerjakan seorang istri,jika ikhlas maka akan di balas kebaikan oleh ALLAH setiap keringat yg keluar,,,

    Like

  50. Suami sy saat ini hanya terpaku sama hp, tidak pernah mau untuk didik anak2, sy sedang hamil 7 bulan..anak2 hanya dekat sm sy apa2 semua mama…suami sptnya sudah tidak peduli lg…sy bosan dgn keadaan ini…mana mau dia dia bantu ngasuh anak…sptyna sy sudah salah memilih suami…mlutnya kasar ketika anak salah hanya ada makian, pukul anak pake kabel…ketika sy telat siapkan teh pagi, dia marah2…sptnya sy sudah tidak tahan dgn pernikahan spt ni…ketika saya marah, dia malah brkata sy mc aneh, spt binatang, pokoknya mulutya tidak bisa dikontrol.skrg sy mendiamkan dia, lebih senang main sama anak2, pusing utuk memikirkan suami sy…pikir untuk melahirkan anak ke3 dan bagaimana untuk bisa keluar dr kemelut rt ini…

    Like

    • Coba dipertemukan keluarga dari kedua belah pihak
      dan dicarikan solusinya

      Yg salah kaprah di masyarakat kita
      seakan-akan suami-istri itu ‘terbebas’ dari nasihat keluarga besarnya
      seakan-akan suami-istri itu ‘terlepas’ dari nasihat orang tua dan keluarganya

      Padahal namanya nasihat itu diberikan oleh siapa saja dan kepada siapa saja
      yaitu nasihat dalam kebaikan dan nasihat dalam kesabaran

      Pihak keluarga istri menasihatkan agar sang istri bersabar
      Pihak keluarga suami menasihatkan agar sang suami bisa berubah menjadi kepala rumah tangga yg baik

      Semoga keduanya bisa ‘lulus’ dari ujian ini.
      Aamiiin.

      Liked by 1 person

  51. mau tanya mbak. kalau istri lagi hamil kemudian minta tolong ke suaminya untuk motongin kuku kaki, itu di perbolehkan atau di larang? soalnya, dia mengatakan bahwa saya seperti merendahkan dia sebagai suami. ujung-ujungnya dia selalu membanding-bandingkan saya dengan mantan-mantannya itu. saya sakit hati sebenarnya mbak dibandingin sama mantannya karena mantan pacar sama istri beda jauh. justru waktu dulu saya pernah punya pacar juga ga pernah nyuruh motongin kuku karena statusnya kan pacar, dan sekarang status kan beda dan juga saya lagi ngandung. sedih mbak rasanya di gituin. setiap ada salah menurut dia selalu membanding-bandingkan dengan mantannya itu.

    apalagi soal pengeluaran biaya. saat mulai hamil, saya jadi ingin makan ini itu,tapi suami marah karena saya di anggap boros dan ga bisa hemat uang. saya dikasih uang 100ribu untuk 4 hari, sedangkan untuk makan yang bernutrisi aja bisa melebihi 40ribu, dia langsung marah. saya bingung, makan mie instan aja sudah senang karena kelaparan, mau belanja pun harus hemat. dia suka nasehatin katanya, “harus ngikutin orang lain yang suka berhemat, tuh contoh teh farah orang kaya aja punya makanan sisa mie instan yang di kremes aja langsung di kulkasin karena saking hematnya.” aku bingung mbak, minta tolong ke dia aja kadang di sangka ga ngehargain dia sebagai suami. sedangkan saya lagi hamil pun harus sering nyuci baju, nyuci piring, ngangkatin ember, ngepel, dan segala macam, bilangnya itu tugas seorang istri bukan suami. kalau suami cuman nyari nafkah doang. aku jadi capek mbak jadinya.

    Like

    • Subhanallah.. Saya turut bersimpati terhadap masalah yang sedang dialami Mbak Rytazza. Semoga segera diberikan solusi dan penyelesaian yang terbaik. Dan semoga Mbak bisa bersabar dan diberi kekuatan..

      Membantu istri apalagi ketika istri dalam keadaan lemah semisal hamil, sakit dan kondisi lainnya, adalah kewajiban suami. Bahkan ketika sedang sehat saja, suami dianjurkan untuk membantu istrinya. Contoh nyatanya adalah Rasulullah. Beliau tidak segan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan membantu istrinya.

      Apalagi ketika istri sedang hamil besar, sehingga sulit untuk sekadar memotong kuku kakinya sendiri.. Bukan karena ia tidak mau, tapi karena ia tidak mampu.

      Dan jika bukan suami yang membantu meringankan penderitaan istri, lalu siapa lagi? Apalagi istri sedang hamil anak dari suami, sudah kewajiban suami untuk berbuat baik terhadap istri.

      Mohon maaf, apa masalah ini sudah pernah dibicarakan dengan keluarga suami? Lalu bagaimana reaksi suami?

      Sedikit saran dari saya, berdo’alah kepada Allah di waktu-waktu yang mustajab, Mbak.. Hanya Allah yang memberi masalah, maka hanya Ia pula yang mampu meringankan bahkan menghilangkannya.. Semoga Allah memudahkan urusan Mbak dan suami.

      Like

  52. Salam kenal sy leaa
    Sy lelah setiap mengerjakan RT apalagi sekarang udh ngurus 2 anak yg Alhamdulillah aktif”
    Tulisan di atas sama dengan kehidupan sy mpe sekarang…sy selalu berusaha sabar dan berdoa…suamiku gak pernah berubah
    Dia selalu sibuk dengan kegiatan nya sendiri..klo anak” ganggu dikit aja pasti marah.. .mohon pencerahannya…

    Like

  53. Suami aku juga gamau bantuin aku tapi akumah enjoy aja aku jalanin ,ga di bantuin juga tetep aja aku sayang banget sama suami aku . Sampe aku kecapean dia sadar sendiri dia tanya kenapa lemes banget eh dia mau bantuin ya walaupun ga semuanya . Karna dia tipe cowo yg anti banget sama pekerjaan rumah . Fokusnya ya cari uang , hobbi dia .dan mau gamau aku harus ikutin kemauan dia 😤😥

    Like

  54. Saya adalah wanita bekerja, dan suami saya juga bekerja, kami saat ini mempunyai buah hati usia 14 bulan. pada saat hamil dulu, karena saya belum bekerja, semua pekerjaan rumah saya lakukan dengan senang hati dan selalu beres semua, tetapi setelah baby kami lahir, otomatis waktu saya sangat terbatas untuk mengerjakan semuanya, waktu untuk mengurus rumah dan merawat bayi, bangun malam utk bikin susu anak saya, menjadi rutinitas saya d rmh dari pagi sampai pagi lagi. suami tdk mau utk diajak gantian berjaga, dengan alasan capek, alhasil karena kecapean, saya sering sakit, klo sdh begitu suami yg kewalahan. sekarang saat anak kami sdh usia 14 bulan, karena saya juga bekerja, maka anak kami titipka pada pengasuh bayi, kemudian kami komit klo kerjaan rmh tangga menjadi tanggung jawab bareng, tetapi tetap saja akhirnya saya yang memegang prosentase terbanyak. tetapi alhamdulillah suami mau membantu saya lho…walopun jarang tetapi setidaknya ada kemajuan. Suami mulai mau memandikan anak, mengganti popok, momong, mengajak jalan2 pake troli, trus masak… ( Walo bisanya cuman bikin mi, rebus air, sama Goreng Tempe tahu…HiHiHiHiiii….), Tetapi saya bersyukur.
    memang benar, semuanya berangkat dari pola pikir kita, yang tentu saja sudah membudaya karena didikan orangtua atau lingkungan sekitar kita terdahulu,
    anak saya cowok…saya adalah promotor, akan seperti apakah anak kita tergantung dari cara kita mendidik dan dg pola-pola seperti apa?? jika ingin merubah budaya yang timpang diatas, marilah sejak dini menanamkan kepada anak-anak kita bahwa pekerjaan rmh tangga adalah tanggung jawab bersama. apa salahnya membantu orang yang kita sayangi, artinya dengan peran serta kita, semua pekerjaan akan dapat diselesaikan dengan cepat, dan semua bisa menikmati waktu bahagia bersama. jika dikondisikan dengan rasa cinta, bukan atas dasar terpaksa atau merasa diperintah,,, maka semuanya perlahan akan bisa dikondisikan, tanpa lambe mecucut 😀 😀
    Bukankah Arti Penting keberadaan kita itu jika kita dapat membawa manfaat bagi sesama???
    Marilah berfikir dengan penuh rendah hati yaaaa….:D

    Like

Leave a reply to Istrimu Bukan Pembantu | evieamru's Blog Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.