“There are times when we feel that we are loved, only for the things that they could get from us and not for who we really are..”
Ada orang-orang yang dekat dengan kita karena ada maunya. Karena ada udang di balik batu. Penuh kepentingan. Penuh tendensi.
Mungkin karena kita populer.
Mungkin karena kita memiliki kedudukan.
Mungkin karena kita kaya dan berharta.
Mungkin karena kita menguntungkan mereka secara materi.
Mereka tidak pernah tulus ingin menjalin pertemanan dengan kita. Semua yang mereka lakukan: senyum manis, kata-kata memikat, raut wajah meyakinkan, semua hanya karena mereka ingin memetik keuntungan dari kita. Tidak lebih.
Mereka selalu ada di sisi kita saat kita senang, tapi mereka selalu lenyap ketika kita tengah dilanda kesusahan.
Mereka begitu selektif memilih teman, hanya orang-orang yang mereka harapkan mampu dan mau membantu mencapai tujuannya sajalah, yang menjadi prioritas mereka.
Mereka tidak peduli akan arti keikhlasan dalam persahabatan. Karena yang mereka kejar hanya profit, profit, profit. Ketulusan? Nonsense buat mereka.
What they think is all about money, money, money. Tidak ada pertemanan abadi dalam kamus mereka, yang ada hanya kepentingan abadi.
Shallow people with shallow minds. Don’t expect too much from people like them. They know nothing about sincerity. Or integrity.
Orang-orang yang mendekati kita karena ada apanya, bukan karena apa adanya.
Orang-orang yang standar kebahagiannya adalah kemewahan dan prestise.
Orang-orang yang menilai segala sesuatu dengan uang, dan keuntungan yang mereka harapkan darinya.
Orang-orang yang tak segan menindas manusia lainnya hanya untuk memuluskan tujuan mereka.
Orang-orang yang berorientasi pada dunia yang semu hingga rela menukar kehidupan sejati yang abadi dengannya.
Orang-orang yang tak peduli darimana mereka mendapatkan uang. Halal haram tak pernah mereka pedulikan. Makna kata ‘berkah’ tidak pernah terlintas dalam benak mereka.
Jangan dulu berbangga hati ketika kita dicintai tersebab materi, popularitas, keindahan ragawi atau jabatan yang tinggi.. Bukankah tidak ada yang abadi di dunia ini? Nothing lasts forever. As time goes by, everything will fade away.
Beruntunglah ketika kita dijauhkan dari orang-orang seperti mereka. Karena ruh-ruh itu hanya berkumpul dengan yang semisalnya.
Bersyukurlah ketika kita dikelilingi oleh orang-orang yang tulus dan mencintai kita apa adanya. Bukan karena materi, kedudukan, popularitas dan atribut dunia lainnya.
Beruntunglah mereka yang dicintai karena kedalaman agamanya, kemuliaan akhlak dan budi pekertinya. Yang dicintai tanpa pamrih. Dengan setulusnya, sepenuhnya.
Yang tidaklah mereka dicintai, melainkan karena diri mereka seutuhnya, bukan karena hal-hal duniawi yang melekat pada diri mereka. Dicintai karena Allah Ta’ala.
“Di antara kecintaan terhadap sesama muslim ada yang disebut mahabbatun linaili gharadlin minal mahbud, yaitu suatu kecintaan untuk mencapai tujuan dari yang dicintainya, bisa jadi tujuan yang ingin ia dapatkan dari kedudukan orang tersebut, atau hartanya, atau ingin mendapatkan manfaat berupa ilmu dan bimbingan orang tersebut, atau untuk tujuan tertentu.
Maka yang demikian itu disebut kecintaan karena tendensi, atau karena ada tujuan yang ingin dicapai, kemudian kecintaan ini akan lenyap pula seiring dengan lenyapnya tujuan tadi. Karena sesungguhnya, siapa saja yang mencintaimu dikarenakan adanya suatu keperluan, maka ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya”.
(Ibn Qayyim – Rahimahullah dalam kitab Zaadul Ma’ad juz ke-4 hal. 249)
~ On a cloudy evening of October 2015.. lagi-lagi terinspirasi dari obrolan dengan ummahat di grup Whatsapp sore ini. And I’m thankful for having you all in my life 🙂
© aisyafra.wordpress.com
[ image source: Pinterest ]