Here we go again. Photographs, videos, soundclouds, shattered across our social media timeline. Selfies and uploading women pictures to internet? Yes. It is inevitable in this day. As far as I know, it’s surely not allowed in Islam, but it’s real and happening out there.
But selfies for dakwah? Hmmm…
In my own opinion.. There is no such thing as selfie for dakwah, especially for muslimah.
Hanya karena alasan dakwah. Mendakwahkan hijab, mengenalkan tauhid, memasyarakatkan sunnah, meng-counter pemahaman sesat, meluruskan kebathilan..
Dengan cara selfie atau meminta orang lain merekam sosok mereka lalu menguploadnya ke internet. Kemudian ditambahi caption tausiyah atau nasehat, jadi seolah-olah selfie yang Islami.
This is internet, dear. Tempat di mana setiap orang bebas menikmati lagi memandangi sosokmu, merekamnya dalam ingatan mereka bahkan menyimpan citra dirimu dalam folder-folder gadget mereka.
Entah apalagi yang bisa mereka perbuat dengan itu. Nobody knows.
Beware of the danger of social media and online predators. Once you upload, once you click send, once you say something online, you can never take it back. Internet never forgets.
It’s cruel? Yes it is. So becareful, darling.
Jika di dunia nyata dirimu dipandangi dengan lekat oleh lawan jenismu bahkan dengan terang-terangan mereka mengambil gambarmu, apa yang akan engkau perbuat?
Marah? Protes? Mencak-mencak? Merampas alat yang mereka gunakan untuk merekam sosokmu itu?
Lalu mengapa justru di dunia maya engkau begitu berbeda? Seakan tidak ada lagi batasan antara lawan jenis, seakan fitnah hanya terjadi di dunia nyata saja..
Lalu dengan bermudah-mudahannya engkau mengunggah sosok dirimu dalam berbagai bentuk. Visual seperti foto, audio seperti rekaman suara, maupun audio-visual semisal video.
Semua karena alasan dakwah.
“Apa salah berdakwah dengan cara yang demikian? Kan tujuannya baik, mengajak orang berbuat baik, dan isi dakwahnya juga tidak menyimpang?”
Saudariku, lupakah engkau, yang namanya syarat diterimanya amal ibadah, ada dua:
- Ikhlas Lillaahi Ta’ala.
- Ittiba’ Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam.
Keduanya harus terkumpul dalam diri seorang hamba agar amalnya diterima. Satu saja luput, maka amal tersebut sia-sia. Begitu juga dengan dakwah, ada adab dan tatacaranya.
Tidak hanya bermodal “niat baik” lantas amal tersebut dianggap sebagai bagian dari ibadah meski caranya menyimpang dari syari’at.
“Mari kembali menilik dari dalam hati, sudah luruskah niatku?
Sudah sesuai tuntunan Rasulullah dan generasi terdahulukah cara dakwahku?
Bagaimana jika kekeliruanku dalam berdakwah justru banyak diikuti oleh saudara-saudaraku?
Bahkan menjadi trend dan menginspirasi mereka untuk melakukan hal yang sama.
Siapkah aku menanggung akibatnya?”
Here is a great advice from site thepenwrote[dot]com :
“My brothers and sisters, man sanna sunnatan hasanatan falahu ajruha. We know the hadith wa man sanna sunatan sayeeata falahu wizruha. Wa wizru man amala biha ila yawmil qiyamah. La yunqusu zalika min awzarehee shayaaa.
The Prophet (peace be upon him) says, whoever sets a bad example, whoever has started a bad trend, they will have … they will bear the burden of it and the burden of everyone else as a result who has been affected by it, or who drops into it up to the Last Day. And that would be not decreasing the burden from anyone of them.”
Teringat kembali peristiwa beberapa tahun silam ketika dulu belajar tahsin dan tajwid dengan seorang akhwat. Suatu saat saya meminta izin untuk merekam suara beliau agar bisa leluasa muraja’ah di rumah, supaya tidak ada bagian yang terlewat..
Jawaban beliau:
“Sebaiknya jangan ya ukht, khawatir nanti suara ana tidak sengaja didengar oleh laki-laki yang bukan mahram.. Afwan..”
Masya Allah. Barakallaahu fiiha.
~ Jakarta, on a beautiful morning of November 2015.. and the best jewelry a woman can wear is her shyness ❤
© aisyafra.wordpress.com
[ image source: Tumblr ]
Assalamuala’ikum mbak… 🙂
Bolehkah ana request sebuah tulisan?
“Temanya menjaga hati terhadap calon suami menjelang pernikahan”.
Siapa tau tulisa mbak bisa menginspirasi. 🙂
Jazakillah khoiron katsiron
LikeLike
Waalaikumussalam ukhti..
Tema menjaga hati antara ikhwan akhwat ketika tengah menjalani ta’aruf pernah saya publish di blog ini beberapa tahun lalu, ini link-nya ->https://aisyafra.wordpress.com/2013/11/23/menjaga-hati/
Semoga sesuai dengan apa yang dicari ya. Fa jazakillah khairan 🙂
LikeLike
[…] Source: Selfies for Dakwah? […]
LikeLike
Assalamu’alaikum Mbak…
Saya ingin bertanya sesuatu dengan Mbak, boleh minta alamat emailnya. Ingin meminta pendapat dan saran kalau tidak keberatan.
Terima kasih ^_^
LikeLike
Waaikumussalam, salam kenal Tiyas ^^
Boleh, sila email di aisyafra@gmail.com ya. Terima kasih kembali 🙂
LikeLike
Assalamu’alaikum mbak, mau request tulisan ttg “pakaian takwa muslimah” dong, soalnya skrg lagi hits bgt biarpun akhwat bercadar tapi seneng pake long cardi gitu, kalo menurut saya pakaian kaya gitu makin membuat cantik dan memperlihatkan bentuk lekuk tubuh deh mbak. Kecuali pake long cardi/ jaket memang utk bawa motor, atau pulang malem dan butuh. Kayaknya kalo mendesak ga apa2. Khawatir aja mbak. Jazakillahu khairan ^^
LikeLike
Wa’alaikumussalam.. so sorry for the late reply ya 🙂
afwan ukhti, bercadar pakai long cardi di luar khimar gitu? belum pernah lihat soalnya.. mungkin ada sedikit referensi mengenai trend ini?
LikeLike
Iyaa umm, pake long cardinya diluar khimar. Ana kirim contohnya ke emailnya mbak ya ^^ jazakillahu khairan
LikeLike
Maaf baru buka dashboard, ukhti. Segera cek email, insya Allah. Fa anti jazakillah khairan 🙂
LikeLike
Iya mba saya setuju ^^
Saya pun berfikiran yang sama mengenai hal ini, antara foto dan dakwah. Semoga mungkin kalau untuk mereka yang ingin berdakwah, niat dan tatacara nya lebih diluruskan lagi ya mba. Aamiin.
LikeLike
Alhamdulillah.. Na’am ukhti, allahummaa aamiin 🙂
LikeLike