“She held herself until the sobs of the child inside subsided entirely. I love you, she told herself. It will all be okay.” ― H. Raven Rose, Shadow Selves
Seringkali, apa yang kita lakukan kepada putra-putri kita saat ini adalah apa yang kita dapatkan dari ayah ibu kita dahulu. Kita saat ini, adalah bagaimana kita dahulu dibesarkan.
It’s something called ‘the inner child’. Something from our childhood that keep remaining inside of us and made us what we became today.
There is a little child inside of us that no one can see it, but it reflects on who we are at present. Inner child kita adalah bagaimana masa kecil kita menentukan siapa dan bagaimana karakter kita sekarang, dan menentukan bagaimana kita membesarkan anak-anak kita.
In our early years of life, we might experienced many unexpected things. Trauma, abandonment, neglect, abuse, mental suffering, and ignorance. Less love, support, compassion and trust. Things which left a footprint in our minds, left a hole in our souls.
Jika kita memiliki inner child yang positif, yaitu kita merasa dicintai dan diterima secara penuh oleh orang tua dan orang dewasa di sekeliling kita.. Maka hargai dan syukuri hal-hal baik yang mereka telah berikan kepada kita.
Pun, jika kita memiliki inner child yang negatif. Maka lepaskan, maafkan dan berdamailah dengan diri sendiri. Letting go of the hurt will ease your burden.
Begitu juga dengan orang tua, atau pihak-pihak lain yang secara “tidak sengaja” mencederai masa kecil kita. Maafkan mereka, dan mintakan ampun pada Allah atas kesalahan-kesalahan mereka di masa lampau.
Jika kita sudah terlanjur memiliki karakter buruk yang terbentuk dari masa kecil kita, maka ubahlah. Jangan wariskan luka masa kecil kita kepada anak-anak kita. Karena jika rantai itu tidak diputus, akan begitu seterusnya. Anak-anak kita akan membesarkan anak mereka dengan pola asuh yang sama dengan cara kita membesarkan mereka.
Break the chain. Bantu mereka menjadi pribadi yang jauh lebih baik dengan cara menyembuhkan luka emosional kita lebih dulu. Dengan ilmu dan konsep diri yang baik, insya Allah kita siap mencetak generasi-generasi yang gemilang yang jauh lebih baik dari diri kita sebelumnya.
Quoting a good article titled 6 Steps to Help Heal Your Inner Child from psychcentral.com:
“Staying with this last layer of painful feelings is the hardest part of the grief process. “The only way out is through,” we say in therapy. It’s hard to stay at that level of shame and loneliness; but as we embrace these feelings, we come out the other side.
We encounter the self that’s been in hiding. You see, because we hid it from others, we hid it from ourselves. In embracing our shame and loneliness, we begin to touch our truest self.”
Allah created us on a purpose. So accept yourself. Heal the emotional wound. Let go of the pain. What is done cannot be undone. Move on with life. Let the past makes you better, not bitter.
Demikianlah satu poin penting dari bahasan parenting session kemarin yang berjudul: Mendidik Anak Sesuai dengan Fitrah – TK Athaya, 8 November 2015 . Dan ternyata dulu pernah nulis tentang topik ini di blog beberapa waktu yang lalu. Now the puzzle is complete.
Ada satu ruang di hati kita dari masa lalu, yang harus kita kosongkan untuk diisi sesuatu yang lebih baik agar kita menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan menghasilkan generasi yang lebih baik. Let go of the past, you don’t live there anymore.
Untuk menjadi orangtua yang ‘excellent’, kita dituntut untuk terus belajar, terus memperbaiki diri. Karena orangtua tidak dapat memberikan kepada anaknya apa yang ia belum punya. Hamasah!
~ Jakarta, on a cloudy day of November 2015.. no matter how dark your childhood was, let it take you on a brighter journey 🙂
© aisyafra.wordpress.com
[ image source: Getty Images ]
I don’t know what you have translated, but I loved it. There’s a child in all of us!! Happy to connect! Do check out my writings too, will appreciate your views 😇
LikeLike
Thank you for reading this. Will check yours, soon 🙂
LikeLiked by 1 person
Reblogged this on aisyahaqilah3.
LikeLike