Bermudah-mudahannya wanita keluar dari rumahnya tanpa udzur syar’i lagi tanpa disertai mahram di zaman sekarang ini, tanpa sadar telah membuka banyak pintu fitnah. Mereka larut dalam mempercantik penampilan, tabarruj dan meremehkan ikhtilat.
Apalagi dengan dipermudahnya para wanita membawa kendaraan pribadi, yang justru memudahkan para wanita untuk bertemu dan dipandang oleh banyak laki-laki di jalan-jalan.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Telah sampai kepadaku bahwa wanita-wanita kalian berdesak-desakan dengan laki-laki kafir orang ‘ajam (non Arab) di pasar-pasar, tidakkah kalian merasa cemburu? Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak memiliki perasaan cemburu.”
Para lelaki salaf zaman dahulu merasa resah dan cemburu ketika istri dan anak wanitanya berbaur dengan laki-laki lain di jalan-jalan atau pasar-pasar, tanpa kehadirannya di sampingnya.
Mereka tidak rela istrinya meskipun sudah berhijab rapat—dipandangi dan diperhatikan oleh laki-laki lain. Sebuah bentuk cinta dan penjagaan atas miliknya yang paling berharga.
Mereka juga tidak rela jika wanita-wanita mereka diganggu bahkan dilecehkan oleh laki-lain. Betapa banyak laki-laki jahat dengan niat keji di luar sana. Mereka tak segan mengganggu, menggoda dan merusak kehormatan para wanita.
Ghirah atau rasa cemburu, satu hal yang jarang sekali dijumpai pada diri laki-laki masa kini. Mereka membebaskan wanita-wanita untuk keluar rumah, kemanapun dan dengan siapapun, sesuka hatinya. Padahal mereka mampu mengantar dan menemaninya.
Musibah 😥
Lantas apakah wanita dilarang sama sekali untuk bepergian ke luar rumah tanpa mahram, meski tidak terhitung safar?
Tentu tidak.
Wanita dibolehkan keluar dari rumahnya tanpa mahram jika memang ada udzur syar’i atau kondisi darurat yang mengharuskan ia keluar rumah. Misalnya berbelanja, sekolah, berobat ke dokter dan berbagai urusan yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Tentu akan lebih baik jika ditemani oleh mahramnya.
Namun, bukan berarti wanita bebas untuk bermudah-mudahan keluar rumah kapan saja yang ia inginkan, tanpa kebutuhan yang mendesak. Dan jika menempuh perjalanan (safar) keluar kota, maka ia wajib ditemani oleh mahramnya.
Bersyukurlah kalian, para suami, ayah atau saudara laki-laki yang sering jadi supir dadakan, diminta mengantar ke sana dan ke sini oleh wanita-wanita kalian…
Bukan karena mereka tidak bisa bepergian sendirian, tapi karena mereka ingin menjaga dirinya dan menutup celah fitnah. Juga karena di samping kalian, mereka merasa aman lagi terlindungi.
Karena fitrah laki-laki adalah menjaga dan melindungi wanita, dan fitrah wanita adalah dalam penjagaan dan perlindungan laki-laki. Dan luar rumah, bukan tempat yang aman bagi para wanita muslimah.
Dear muslimah, the best hijab is your homes..
Di dalamnya kalian terlindungi dari fitnah dan menimbulkan fitnah..
Di dalamnya kalian terjaga dari kemudharatan yang mungkin dijumpai saat kalian melangkahkan kaki keluar rumah..
Di antara hikmah perintah tetap tinggalnya seorang wanita di rumahnya adalah karena, mereka begitu berharga..
It’s not because they are weak or being oppressed, but because they are too precious to be on display. How beautiful Islam appreciate the status of a woman, masya Allah. And how blessed I am for being a muslimah ❤
~ Jakarta, first day of Ramadhan 1437.. taken from last year Facebook Memories..
© aisyafra.wordpress.com
[ image source: Pinterest ]