Di belantara dunia maya ini, tidak semua yang kita lihat adalah benar. Ada pihak dan oknum tertentu yang sengaja membuat akun palsu (bodong) demi mengelabui orang lain.
Ada yang motifnya menipu dan merampas harta orang lain secara halus. Ada yang haus eksistensi dan pengakuan. Ada pula yang hanya merupakan akun alter ego seseorang di dunia nyata.
Disimpulkan dari berbagai pengalaman pribadi, berikut ciri-ciri akun fake di FB, IG, Twitter, dll..
- Tidak berani menggunakan nama asli.
- Pakai profil picture foto milik orang lain or no profile picture at all (kalo di Twitter gambar telor).
- Nggak jelas asal-usulnya. Atau yang lebih parah lagi, memalsukan data pribadi bahkan menggunakan data milik orang lain.
- Informasi mengenai alamat, keterangan tempat dan kejadian serba nggak sinkron, nggak cocok.
- Bahasa postingan cenderung hiperbolis dan dibuat-buat. Feels tooo good to be true.
- Ketika dikritik atau ditanya-tanya lebih jauh tentang kehidupannya cenderung super defensif, mungkin khawatir kebohongannya terbongkar. Hanya ditanya “Aslinya dari mana? Tinggal di mana?”, langsung merasa terancam. Jika tidak dijawab, maka dihapus komentarnya.
- Tidak dikenal di dunia nyata. Ghaib. Belum pernah kopdar dengan sesama sosmed user, jika diajak kopdar selalu menolak dengan banyak alasan.
- Attention seeker. Haus perhatian, pujian dan pengakuan. Suka sekali disanjung berlebihan.
- Fake detected. Berasa banget palsunya. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata. We just feel it.
- Sering copas artikel dari berbagai sumber namun tidak dicantumkan dari mana ia memperolehnya.
- Memutus hubungan pertemanan di dunia maya dengan orang yang dikenalnya di dunia nyata. Tujuannya agar tidak terlacak dan ketahuan siapa aslinya.
- ……… (mungkin ada yang mau menambahkan?)
Hari gini, mesti hati-hati mempercayai orang di dunia maya. Not everything you see is true. Tiap orang bisa memalsukan dirinya menjadi apa yang mereka inginkan. Trust carefully, follow what your heart told you.
Banyak penipu berkeliaran mencari mangsa. Logikanya, jika ia bisa menipu dirinya dengan memalsukan diri dan kehidupannya, maka tidak akan sulit baginya untuk menipu orang lain. Just be smart and stay alert.
Hanya melihat dari postingan-postingannya kemudian merasa takjub. Padahal siapapun bisa copas artikel dari mana saja untuk kemudian diakui sebagai hasil karyanya.
Pencitraan habis-habisan sebagai manusia yang sangat sempurna hidupnya. Mencoba berbohong sekali, berhasil menuai perhatian dan pujian. Ketagihan, akhirnya berbohong dan berbohong lagi tanpa rasa takut ketahuan, apalagi rasa takut kepada Allah.
Memalsukan dan menipu diri hanya demi decak kagum dan sanjungan manusia. Tanpa takut akan dosa, tanpa takut akan ketahuan dan tertangkap. Demi memuaskan dahaga akan sanjungan dan pujian manusia.
How pathetic. Na’udzubillaah.
Lucunya, mereka pikir bisa bersandiwara selamanya tanpa ada orang yang tahu. Terus berpura-pura jadi orang lain, mencuri foto dari internet untuk diakui sebagai miliknya. Mencuri postingan-postingan orang lain demi dianggap smart dan terpelajar.
They plot and they plan, but Allah is The Best of Planners
Satu persatu kedustaan mereka mulai terbongkar. Topeng dan kedok mereka mulai terbuka. Potret hidup serba sempurna yang mereka citrakan, mulai menuai banyak pertanyaan, sebelum akhirnya terkuak selebar-lebarnya.
Ada yang ketika kebohongannya terbongkar, merasa malu dan akhirnya bertaubat. Mundur dari sosial media. Fokus pada kehidupan nyata. Namun ada juga yang malah makin eksis dengan nama baru, baju baru, pencitraan baru.
Seperti kasus plagiarisme yang kemarin saya alami. Ketika ketahuan dan tertangkap tangan oleh banyak orang, alih-alih ia mengakui kesalahannya, menghapus postingan-postingannya yang merupakan hasil mencuri dari orang lain…
Malah kabur dengan deactive akun, dan bikin akun-akun baru. Seakan-akan tidak ada yang perlu dipertanggungjawabkan. Seakan-akan mencuri dan mengakui milik orang lain sebagai miliknya adalah dosa ringan yang biasa saja.
Well, jika memang ia manusia normal yang masih lugu (menurut keterangan beberapa sumber, ia berpendidikan rendah dan berasal dari desa), justru ketika dihadapkan pada kesalahannya, ia akan jujur mengakui dan tulus meminta maaf.
Jika memang ia sangat polos dan tidak tahu adab dalam bersosmed, maka ketika ia diberi tahu bahwa tindakannya salah, ia akan merasa bersalah sekaligus berterima kasih karena kebodohannya selama ini telah merugikan orang lain.
Bukan malah kabur, membuat akun baru, mengumpulkan teman-teman baru, memulai pencitraan baru, memalsukan kehidupan di tempat baru, dengan identitas yang baru pula. Bahkan ketika ditanya tentang dirinya, terus menerus berbohong tanpa ragu.
Fix orang ini sakit. Sakit dan butuh berobat. Dan butuh dukungan dari orang-orang sekitarnya untuk sembuh. Bukan butuh untuk dimaklumi terus menerus. Bukan butuh untuk dilindungi terus menerus.
Justru menurut teman saya, orang desa itu rata-rata polos dan jujur. Tidak lihai dalam berdusta, tricky, dan berotak kriminil macam si plagiat ini. Sudah salah, tertangkap basah, mau menghilangkan jejak, dan mencoba untuk playing as a victim pula.
Ahay. Typical sociopath. Get well soon, girl 😉
Atau mencari jodoh via dunia maya hanya dengan meneliti dari profilnya tanpa mengecek kembali latar belakangnya. Terpesona dengan citranya di dunia maya.
Sampai lupa bahwa yang akan dinikahinya adalah makhluk nyata, bukan makhluk maya.
It’s too risky, I guess.
Setelah menikah, baru ketahuan aslinya. Then it’s too late. Merasa tertipu mentah-mentah. Ternyata kenyataan yang ada jauh berbeda 180 derajat dengan apa yang diharapkan.
Selalu ingat nasehat bijak berikut ini:
“Jangan cari jodoh di dunia maya, keshalihannya belum tentu nyata.”
~ Jakarta, Desember 2016.. pengingat agar selalu mencintai diri sendiri apa adanya.
© aisyafra.wordpress.com
[ image source: Pinterest ]