Futur: Musibah Terbesar Para Penuntut Ilmu

lonely-bike

“Seorang penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru dalam meraih ilmu syar’i. Menuntut ilmu syar’i tidak bisa kilat atau dikursuskan dalam waktu singkat. Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu adalah panjang dan lama, oleh karena itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah agar tetap istiqamah dalam kebenaran.”

(Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu” via almanhaj.or.id)

Pernahkah kita merasa sangat malas untuk beramal shalih? Merasa dunia adalah prioritas utama. Merasa bahwa ibadah cukup hanya yang wajib-wajib saja. Merasa bahwa hati mulai mengeras dan sulit untuk menerima nasehat..

Mungkin itulah yang disebut dengan futur. Sesuatu yang seringkali menghampiri para penuntut ilmu ketika mulai jauh dari majelis-majelis ilmu.

Saya punya seorang kawan, sebut saja namanya A. Ia dulu sangat komit di atas sunnah. Hijab lebar, baju longgar serba polos, no tabarruj. Rajin mengkampanyekan hijab syar’i. Getol beramar ma’ruf nahi munkar kesana kemari.

Setelah menikah dan memiliki anak, lambat laun perilakunya mulai berubah.

Hijabnya mulai memendek, bajunya mulai dihias-hias, bersolek dengan make-up ketika keluar rumah, dan cadar yang dulu dengan bangga ia kenakan, terlepas begitu saja.

Ada pula kenalan yang lain, sebut saja si B. Dulu ia seorang yang idealis, teguh memegang prinsip. Jika A ya A, B ya B. Tidak ada yang namanya zona abu-abu. Tegas dalam menetapkan batas. Saya salut benar dengan ketegasannya.

Belakangan, semua yang ia katakan mulai diingkarinya sendiri.. Prinsip dan idealismenya mulai luntur, tergoda oleh iming-iming duniawi. Ia yang dulu saya kenal, jauh berbeda dengan yang sekarang saya lihat. Perilakunya sangat jauh dari ilmu yang pernah lantang didakwahkannya dulu.

Ada lagi seorang teman, sebut saja C. Dulu ia terkenal sebagai akhwat yang serba tertutup, sosoknya sangat jarang, bahkan hampir tidak pernah tampil di sosial media.

Ia juga gencar mendakwahkan agar para muslimah jangan meng-upload foto diri di sosial media, agar menjaga muru’ahnya dengan membatasi pergaulan dengan lawan jenisnya, dan sangat anti dengan trend niqabie selfie.

Belakangan, saya lihat profil sosmednya mulai berubah. Gemar menampilkan diri. Sosoknya dalam balutan hijab yang dulu misterius, mulai tampak setengah badan.. Kemudian makin naik ke atas, dicrop sampai leher, atau full body namun bagian wajahnya ditutupi sticker atau diblur.

Terakhir saya lihat sosoknya lengkap dengan niqab dalam profile picturenya.

Innalillaahi wa inna ilaihi rooji’uun…

Sejenak saya perhatikan, baik A, B dan C, ketiganya sudah terhitung lama ikut taklim. Jadi bukan anak kemarin sore yang baru kenal sunnah. Mereka orang lama.

Hal lain yang saya perhatikan, mereka dikelilingi oleh pasangan dan teman-teman yang kurang baik, baik akhlak maupun agamanya. Lingkungan tempat mereka bergaul pun kurang memberikan pengaruh positif, malah cenderung mendukung mereka untuk jauh dari agama.

Inilah salah satu musibah terbesar bagi para penuntut ilmu.

Futur.

Terlepasnya simpul semangat dalam menuntut ilmu dan beramal shalih, satu demi satu, sebelum akhirnya terceraiberaikan seluruhnya.

Futur artinya rasa malas dan lemah setelah sebelumnya ada masa rajin dan semangat. Dalam kamus Lisanul ‘Arab futur didefinisikan,

ﺳﻜﻦ ﺑﻌﺪ ﺣﺪّﺓ ﻭﻻﻥَ ﺑﻌﺪ ﺷﺪﺓ

“diam setelah intensitas tinggi, yaitu setelah melakukan dengan usaha keras”

(via muslim.or.id)

Choose your friend wisely…

Teman-teman dan lingkungan sangat banyak memberi kontribusi bagi seseorang untuk istiqamah, atau malah menjauhkannya dari hidayah.

Mereka yang dulunya pernah mengecap nikmat hidayah dan manisnya iman, sedikit demi sedikit mulai tergerus hiruk pikuk keduniawian, menikmati berada di puncak popularitas dunia dan lupa bahwa akhiratlah sebaik-baik tempat berpulang.

Salah satu penyebab pentingnya memilah-milih teman dalam proses hijrah adalah agar kita terwarnai oleh pengaruh yang baik.

Agar tertular yang baik-baik, dan bukan sebaliknya. Agar iman, ilmu dan dan amal kita bertambah, dan bukan sebaliknya.

Teman-teman yang selalu memberi kita ‘excuse’ atas kesalahan-kesalahan kita..

Selalu membenarkan kita di saat kita berbuat salah dan dosa..

Enggan untuk saling mengingatkan dalam urusan akhirat..

Bahkan ingin terus menerus dimaklumi dan berlindung di balik nama “proses hijrah”…

Mereka bukanlah teman yang sesungguhnya.

Teman sejati, ia tak rela temannya berulang kali jatuh dalam kesalahan yang sama. Ia tak segan mengingatkan, karena nasehatnya pada sahabatnya adalah bukti rasa cintanya.

Teman yang baik, adalah mereka yang senantiasa mengingatkan temannya dalam masalah akhirat..

Teman yang baik, akan menarik tangan temannya untuk kembali kepada jalan lurus yang dulu pernah ditempuh bersama-sama..

Teman yang baik, tidak akan membiarkan temannya merasa nyaman dengan kehidupan dunianya dan melupakan akhiratnya..

Sungguh, teman yang baik lagi sejati tak akan rela. Ia akan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan meski harus bersusah payah bahkan dicaci dan dimaki oleh temannya sendiri yang berusaha ia selamatkan.

Tiap manusia ada masa di mana keimanan mulai naik dan turun. Ada masa di mana semangat beramal mulai kencang dan kendor. Ada masa di mana mulai futur, lemah dan tidak bersemangat dalam beramal.

Tiap manusia ada masa di mana keimanan mulai naik dan turun. Ada masa di mana semangat beramal mulai kencang dan kendor. Ada masa di mana mulai futur, lemah dan tidak bersemangat dalam beramal.

Namun sebaik-baik keadaan adalah ketika kita menyadari bahwa saat ini kita sedang berada di titik terendah dan untuk mendaki agar sampai di titik tertinggi butuh tekad kuat dan perjuangan.

Bukan terus menerus memberi pemakluman bagi diri untuk nyaman di zona futur.

Ketika kita merasa ikatan itu mulai mengendur, jangan biarkan diri merasa nyaman dalam keadaan itu. Datangi kembali majelis-majelis ilmu, rasakan nikmatnya nasehat dari para asatidz.

Tinggalkan teman-teman yang jahil lagi mendukung kita dalam kemaksiatan, berkumpullah dengan orang-orang shalih, yang senantiasa mengingatkan kita agar tetap istiqamah dalam jalan yang lurus.

Hidayah itu dicari, bukan ditunggu. Karena Allah tidak begitu saja memberikan hidayahNya kepada hambaNya. Hanya yang terpilih yang berhak mendapatkan karunia itu.

Hidayah, tidak semua orang bisa mendapatkannya. Hanya yang terpilih yang mampu mereguk manisnya iman dan ilmu, setelah berkubang dalam dosa dan kebodohan. Yang sudah mendapatkannnya pun, tidak selalu bisa menjaganya.

Hidup kita dan perubahannya, tidak semua orang bisa menerimanya. Tidak banyak yang masih tetap tinggal menemani dalam segala keadaan.. Hanya yang terpilih, yang mau dan mampu menyertai kita di jalan juang yang penuh likuan ini..

Waktulah ujian sesungguhnya.

Sungguh indah nasehat dari Ustadz Badrussalam Hafizhahullaah tentang bahaya futur ini…

“Ketika kita mulai futur (lemah) dari suatu amal..

Segeralah ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Setiap amal ada masa masa semangat dan setiap masa semangat akan mengalami masa futur. Barang siap ketika masa futurnya kepada sunnah maka ia telah mendapat petunjuk. Dan siapa yang ketika masa futurnya bukan kepda sunnah maka ia binasa.” (HR. Ahmad).

Bila kita futur dari membaca al Qur’an tapi berpindah kepada membaca kitab kitab ilmu..

Maka berarti kita mendapat hidayah.

Tapi ketika futur dari membaca al Qur’an..

Lalu berpindah kepada membaca komik dan buku buku tak bermanfaat..

Maka berarti kita telah binasa..

Maka saudaraku..

Disaat kita futur pada suatu amal..

Jangan sampai kita berpindah kepada selain sunnah..

Karena itu kebinasaan..”

Maka berdo’alah agar Allah menganugerahkan hidayah dan menjaganya selalu.. Untuk kita yang sudah lama mengenal sunnah, dan saudara-saudara kita yang baru berhijrah.. 

Dan meneguhkan kita dalam keistiqamahan di atasnya. Senantiasa, sampai akhir kita menutup mata. Karena mempertahankan hidayah itu jauh lebih sulit dari mendapatkannya.

Mengutip kata-kata bijak seorang kawan:

“Jangan sampai kita merasa sedang berproses, namun ternyata kita malah jalan ditempat.”

~ Jakarta, Januari 2017.. yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinik..

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Tumblr ]

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.