Susahnya Jadi Orang Nggak Enakan…

say-what-you-feel

“Keridhaan semua manusia adalah satu hal yang mustahil untuk dicapai, dan tidak ada jalan untuk terselamatkan dari lidah mereka, maka lakukanlah apa yang bermanfaat untuk dirimu dan berpegang teguhlah dengannya.” ~Imam Syafi’i Rahimahullaah

Saya ini orang Jawa (orangtua asli Jawa, lahir dan besar di Jakarta), tapi saya sama sekali nggak punya sifat nggak enakan, pekewuh atau yang semisalnya.

Jika saya meyakini suatu prinsip yang didukung oleh fakta-fakta dan benar adanya, maka tidak ada sedikitpun kekhawatiran atau keraguan akannya.

Seorang kawan pernah bertanya…

“Anti ada beban ga.. ketika nulis.. adakah rasa ga enak.. rasa dijauhi teman.. atau u just dont care..?”

My reply was…

“Alhamdulillah nggak ada tuh, hehe…”

Bagi saya, rasa nggak enak itu hanya muncul ketika saya melakukan sesuatu yang salah. Guilty feeling itu akan selalu menghantui selama saya belum menyelesaikan dan meminta maaf. Always.

Jadi jelas, merasa nggak enak karena memang salah dan mengganggu orang lain dalam konteks memang dalam posisi pihak yang bersalah.

Namun jika apa yang dilakukan benar, sesuai adab, tapi orang lain tidak suka karena mungkin apa yang saya lakukan itu mengusik perasaan mereka, ya itu urusan mereka. Sama sekali bukan urusan saya.

Kewajiban saya hanya menyampaikan apa yang saya tahu dan yakini itu benar, tidak lebih. Hidayah taufik mutlak hak prerogatif Allah. At least my duty is done.

I stand for what I believe and bravely defend it. I speak my mind out loud and clear. I show my true colors. I refuse to pretend that everything is okay, when in fact, well, actually it’s not. I am not good at faking smiles, so when I dislike something, I simply just can’t fake it.

A lack of boundaries invites a lack of respect. People treat us the way we tolerate. I don’t mind if people get bothered by my honesty, I don’t need anyone’s approval to live my life the way it is. Except Allah.

Bagi saya, sifat serba nggak enakan itu menyusahkan pemiliknya. Mau tegas menyatakan sikap, nggak enak. Mau menolak, nggak enak. Mau mengingatkan kesalahan temannya, nggak enak. Mau mundur dari suatu kelompok karena merasa tidak nyaman, nggak enak.

Takut menyinggung, takut dinilai begini dan begitu, takut dijauhi, takut dicibir dan dijadikan bahan gunjingan. Akhirnya memaksakan diri padahal hati berontak karena bertentangan dengan keinginan diri. Ujung-ujungnya merugikan diri sendiri.

Saya selalu teringat akan kata-kata berikut, entah siapa yang pertama kali mengucapkannya..

“Hati-hati sama penyakit nggak enakan, paman Nabi shalallaahu alaihi wa sallam nggak jadi masuk Islam karena nggak enak sama kaumnya.”

Mak to the jleb.

Saya sendiri kenal dengan seseorang yang punya sifat nggak enakan. Apa-apa serba nggak enak. Mau menolak dan bilang tidak, nggak enak. Ditanya komentarnya tentang sesuatu yang sudah jelas kebenarannya, memilih cari aman karena nggak enak kalau sampai ada yang tersinggung.

Enggan menentukan sikap, lagi-lagi karena merasa nggak enak. Maunya dianggap baik dan netral di sana sini. Akibatnya, ia menjadi pribadi yang sangat miskin akan rasa empati, bahkan terhadap kawannya sendiri.

Karena sangat takut membuat orang lain tersinggung, jadilah ia pribadi yang tidak tegas. Inginnya menyenangkan semua pihak. Di sana senang di sini senang. Tanpa berani menunjukkan warna asli, karena takut dicibir dan dijauhi.

To be honest, saya capek lho ngeliat orang yang serba nggak enakan seperti itu. Hidupnya rumit bin ribet ya karena pilihannya sendiri. She can make it more simple, but she chooses not to. Alright then.

We don’t live to please and make others happy

Susah juga kalau kita hidup untuk menyenangkan orang lain. Karena menyenangkan semua orang adalah sebuah kemustahilan. Impossible. Sesuatu yang sangat sulit, bahkan tidak mungkin untuk dicapai.

Sangat mungkin kita akan mengecewakan banyak orang dengan pilihan hidup kita, bahkan mungkin kita akan dibenci dan dijauhi orang lain karena kejujuran kita. Tapi, bukankah itu adalah sesungguhnya kita?

Buat apa kita terus berpura-pura dan memakai topeng untuk membuat orang lain suka, sedang kita tahu persis bahwa jauh di dalam diri ini, kita menderita. Bahwa yang kita tampakkan di luar, bukanlah sesungguhnya kita.

be-assertive

Katakanlah yang haq adalah haq dan yang bathil adalah bathil. Jadilah seorang muslim yang tegas dan asertif. Teguh dalam berprinsip, tidak mudah terbawa arus.

Jadilah seorang muslim yang berani. Berani berbuat dan bertanggungjawab. Berani mempertahankan prinsip yang benar. Berani tampil untuk menyuarakan pendapat. Berani berontak dan melawan ketika dizhalimi.

Berani mengatakan yang benar, tanpa rasa takut dibenci dan dicaci. Berani mengakui kesalahan dan berkata, “Ya, saya salah dan engkau benar..”

Berani mengatakan, “tidak” jika memang tak setuju. Berani menjadi diri sendiri. Berani mengambil resiko. Berani untuk melangkah, karena langkah besar dimulai dari langkah-langkah kecil.

Berani untuk memperjuangkan apa yang diinginkan. Berani untuk menjadi benar. Berani untuk tetap tegar berdiri. Meski hanya seorang diri dalam kebenaran.

It’s simple, we just cannot please everybody and we don’t have to 😉

~ Jakarta, Februari 2017.. disalin dari status FB beberapa hari lalu.

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Pinterest & Tumblr ]

Advertisement

7 thoughts on “Susahnya Jadi Orang Nggak Enakan…

  1. Dalam beberapa kasus rasa tidak enak itu kadang muncul di kondisi ketika kita merasa berkewajiban sedangkan mungkin kita punya beban lain disaat bersamaan, saya tipe orang yg tidak enakan, tahu kalau itu sifat yang menyusahkan diri sendiri, memang kita tidak bisa membuat semua orang senang atas keputusan kita, misalkan kita tahu suatu ilmu, menurutku kita berkewajiban untuk membagi kepada mereka ketika diminta, disisi lain mungkin waktu kita terbatas, permintaan datang disaat kita lelah, dll, aku merasa kondisi seperti itu bagian dari hidup dimana kita diuji apakah kita bisa memberikan diri kita untuk orang lain atau hanya untuk kita sendiri… Rasa tidak enakan juga menahan kita jadi orang yang tidak tahu malu,,,dan ya saya orang jawa juga,,, bnyak kasus dan kondisi, disaat yang tepat menurutku rasa tidak enakan menjadikan kita tahu untuk menempatkan diri.

    Like

    • Kalau menurut saya, yang demikian disebut dengan bijak menetapkan prioritas dan berusaha untuk menghargai orang lain. Ketika dua hal berbenturan, dan kita harus memenuhi keduanya, maka prioritaskan yang paling penting, bukan memutuskan hanya atas rasa “tidak enak”.

      Saya sepakat bahwa sifat nggak enakan itu tidak semuanya tercela. Ada baiknya, contoh seperti yang Anda katakan bahwa rasa nggak enak menahan kita dari menjadi orang yang tidak tahu malu.

      Namun, kebanyakan sifat serba nggak enakan itu merugikan diri sendiri, dan kadang juga merugikan orang lain. Terlebih jika bersinggungan dengan hak orang lain yang perlu untuk ditunaikan namun kita memilih tidak memenuhinya karena rasa nggak enak kita terhadap orang lain.

      Like

  2. halo artikel ini membantu saya percaya terhadap diri saya diri lagi dan lebih fokus. tapi saya mau just discuss, in your opinion apakah people pleasing karena ga enakan apakah jatuhny jd org munafik (hypocrite)?

    Like

    • I think it depends. Menurut saya, tidak semua people pleasing karena nggak enakan jatuhnya munafik. Tergantung niat dan konsistensinya. Kalau terus menerus ngerasa nggak enakan yang berakibat membohongi diri sendiri (dan orang lain), bisa jadi jatuhnya lain di mulut lain di hati.

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.