The Irony of Love & Heartbreak

Ironi adalah…

Ketika seorang istri dilarang membuka akun Facebooknya sendiri tanpa izin suami, keluar rumah dibatasi hanya boleh dalam radius beberapa meter saja, selebihnya dilarang jika tidak ditemani suami..

Namun sang suami malah asyik bercanda ria dengan teman-teman wanita di akun Facebooknya tanpa udzur syar’i, berkirim emoticon dan berhaha hihi tanpa rasa malu. Jauh dari figur suami yang menjaga diri dan hijab dari lawan jenis.

Seketika saya bertanya-tanya.. Apa memang dilarang buka Facebook karena takut aksinya ketahuan oleh istrinya? Atau karena ada alasan lain? Karena suami istri ini berteman lho di Facebook.

Memang tugas suami adalah mendidik istri. Suami bertanggung jawab terhadap istri, sedang istri tidak bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan suami.

Tapi mungkin sang suami lupa (atau sengaja melupakan?), bahwa sebaik-baik pendidikan adalah keteladanan. Sebaik-baik pengajaran adalah contoh nyata dalam perbuatan. Apa-apa yang diucapkan oleh lisan menjadi tak berarti ketika kata-kata menyelisihi tindakan nyata.

Pernah juga saya melihat dengan mata kepala sendiri, seorang suami yang sering banget lebay mengungkapkan rasa cinta ke pasangan. Ever heard about PDA? Nah, semacam itulah. Kalo jalan sama istrinya, pake acara peluk-peluk, cium-cium kepala, ngumbar kata-kata manis. Di depan orang banyak loh ya.

Ternyata, kemesraan yang ditampilkan di publik itu hanya sekadar pencitraan. Di rumah, sang suami adalah sosok yang sangat otoriter dan ditakuti oleh istri dan anaknya. Note this: ditakuti ya, bukan disegani.

Ketika HP berdering, tidak ada satupun penghuni rumah yang boleh mengangkatnya. Meski saat itu ia sedang mandi atau tidur. Lebih baik dibiarkan saja sampai mati daripada diangkat. HP sama sekali tidak boleh dibuka oleh istri atau anak. Apapun alasannya.

You know what? Di luar sana, ia sering janjian dengan wanita lain. Jalan bareng, makan bareng, shopping bareng. Ia juga sering flirting via text, telepon maupun interaksi langsung. Bukan hanya satu dua perempuan, tapi banyak. Udah jadi rahasia umum lah, wong sering ke-gap lagi jalan sama wanita lain.

Dan istrinya? Apakah ia tahu?

Saya yakin istrinya pasti tahu sepak terjang suaminya. Nggak mungkin nggak tahu. And after so many affairs and heartbreaks, she chooses to stay. She even defends her husband after all the things he’s done to her. I don’t know the reason. And I don’t even bother to figure it out.

Ketika kita memutuskan untuk jatuh cinta atau bertahan dalam sebuah hubungan, jangan lupa pakai logika. Berpikir jernih sebelum memutuskan sesuatu, termasuk dalam melabuhkan rasa. Ketika kita jatuh cinta, berusahalah jujur pada diri sendiri..

“Apakah hubungan ini baik untuk saya, agama saya, keluarga saya, masa depan saya? Mungkinkah hubungan ini dilanjutkan ke jenjang yang lebih jauh?”

Jika semua jawaban dari pertanyaan itu adalah tidak, just leave. Leave now before you get more attached and too hard to let it go. Tinggalkan sebelum rasa itu mengakar terlalu dalam. Begitu juga ketika memutuskan untuk bertahan dalam sebuah hubungan. All we have to ask ourselves is:

“Until when? And does this deserve it all? All the pain, all the heartbreaks, all the tears and regrets. Is there really a light at the end of the tunnel, or I was just hoping for something uncertain?”

Always in love with this quote from Darwis Tere Liye,

“Cinta bukan sekedar memaafkan. Cinta bukan sekedar soal menerima apa adanya. Cinta adalah harga diri. Cinta adalah rasionalitas sempurna.”

Rangkaian kalimat yang bagi saya menggambarkan bagaimana kita seharusnya menerjemahkan perasaan dengan akal sehat ketika berhadapan dengan kata cinta. Terlebih rasa cinta yang lebih sering bikin hati ini tersayat-sayat dibandingkan bahagianya.

Allow your heart to fall in love, but never forget to take your brain with you…

Saya pernah mendengar bahwa salah satu ciri-ciri pasangan yang tidak setia adalah terlalu posesif terhadap pasangan dan super lebay dalam mengekspresikan rasa sayang. Lebay yang bikin mual dan eneg, bukan yang naturally romantic.

Serba cemburuan. Cemburu tanpa alasan yang jelas tentunya. Cemburu berlebihan, marah berlebihan, curiga berlebihan. Selalu mengintai gerak gerik pasangan. Tersinggung hanya karena alasan yang sepele dan dibuat-buat.

Tipe pasangan seperti ini, sangat takut dan khawatir pasangannya berselingkuh, padahal justru ia yang berselingkuh. Ia sangat takut pasangannya tak setia, padahal justru ia sendiri yang tak setia.

Tipe yang insecure parah, serba sensitif terhadap perilaku pasangan, super posesif, simply karena khawatir perbuatannya terbongkar. Haha. Kinda ironic, isn’t it?

Sesuai janji Allah, laki-laki baik untuk perempuan baik. Laki-laki yang menjaga diri dan rasa malunya, hanya untuk perempuan yang juga menjaga diri dan rasa malunya. Jika ingin memililki pasangan yang menutup rapat hijab dengan lawan jenisnya, maka mulailah dari diri kita sendiri.

Apalagi suami adalah qowwam. Jangan karena merasa jumawa dengan posisi sebagai suami, lantas membuatnya bersikap otoriter, sewenang-wenang dalam menetapkan peraturan yang ironisnya, justru ia langgar sendiri. It’s unfair to your wife, neither to your children.

And never forget that your children are watching. Bagaimana engkau bersikap sebagai suami dan ayah, akan menanamkan ide di kepala mereka tentang figur seorang laki-laki pertama dalam hidup mereka. Figur seorang laki-laki yang patut diteladani. Children see, children do.

This (sad) reality, suddenly remind me of this phrase,

“Everyone can be a boss, but not everyone can be a leader. Everyone can be a husband, but not everyone can be a good one.”

~ Jakarta after dawn, mid Desember 2017… stop breaking your own heart for someone who isn’t even fighting to keep yours in one piece.

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Pinterest ]

 

Advertisement

4 thoughts on “The Irony of Love & Heartbreak

    • Keputusan untuk berpisah, tentu bukan keputusan yang diambil dengan sermpangan ya. Perlu banyak pertimbangan dan istikharah. Karena saya tidak mengalaminya, maka saya tidak dapat memastikan solusi apa yang tepat bagi sang istri.

      Namun menurut saya, jika sebuah pengkhianatan dilakukan terus menerus, maka hubungan tersebut tidak layak untuk dipertahankan. Karena laki-laki pezina, tidak pantas untuk wanita baik-baik.

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.