Stay Happy, Stay Low Key

Speaking of “ta’addud family”… Beberapa dari teman-teman saya, ada yang menjalani rumah tangga ta’addud (RTT). Ada yang jadi istri pertama, kedua, keempat.

Sejak awal ikut kajian sunnah, saya sudah mengenal bagaimana potret rumah tangga ta’addud dari dekat. Simply karena teman saya itu yang banyak mengenalkan saya dengan sunnah. Beliau juga yang mengubah total persepsi saya tentang wanita bercadar.

Saya sering main ke rumah beliau saat suaminya tidak ada, beliaupun sering main ke rumah saya. Kami sering berbincang tentang banyak hal. Terutama mengenai hal-hal asing yang baru saya dengar, juga soal syari’at yang baru saya ketahui setelah kenal sunnah. Termasuk minta tolong titip pertanyaan ke suaminya lewat beliau.

Tapi seingat saya, tidak pernah sekalipun beliau berbicara tentang ta’addud di hadapan saya. Ketika saya mengungkapkan rasa penasaran saya soal pernak pernik rumah tangga ta’addud, beliau hanya tersenyum dan cenderung malu-malu untuk membahas.

Bahkan ketika berteman di sosmed, tak sekalipun postingan beliau membahas, memamerkan, atau mengkampanyekan ta’addud, baik tersurat maupun tersirat. Apalagi sampai posting  foto selfie dengan suami dan madunya sebagai bukti keakraban mereka.

Padahal suami-suami mereka adalah asatidz yang cukup terkenal. Rutin mengisi kajian via radio sunnah, video tausiyah pun mereka banyak bertebaran di dunia maya. Bukan ustadz dunia maya atau jama’ah Fesbukiyyah yang di-ustadz-kan. Ustadz beneran, bukan abal-abal.

Jadi ketika saya melihat ada sebagian pelaku RTT yang sangat lebay mengekspos kehidupan rumah tangga mereka, show off kesiapan mereka dalam mengamalkan syari’at yang satu itu, seolah-olah bertanya: “Ini loh saya udah mampu ta’addud/dita’addud, kamu kapan?”

Bahkan sampai ada yang terkesan bikin jargon seakan-akan sayalah panutan dalam dunia ta’addud. Alih-alih merasa kagum dan envy, justru saya merasa aneh dan heran.. Kok begitu ya..?

Yang beneran poligami bertahun-tahun dengan “ustadz beneran” aja low profile, nggak suka bragging sana sini. Bahkan cenderung enggan membahas hal yang satu itu (terutama urusan rumah tangga mereka) tanpa alasan syar’i. Rasa malu mencegah mereka untuk melakukannya.

Lalu…

Apakah rumah tangga mereka tidak bahagia jadi tidak pernah diekspos?

Apakah hubungan antara mereka tidak akur jadi tidak pernah posting “bukti” keakraban?

Yang saya tangkap (dari luar) saat itu, rumah tangga mereka cukup bahagia. Lihatnya aja adem banget. Meski pastilah ada konflik di dalamnya. Rumah tangga mana sih yang nggak pernah ribut?

Rumah tangga ta’addud maupun tidak, pasti tidak pernah bebas dari ribut-ribut. Tinggal bagaimana para pelakunya menerapkan manajemen konflik dalam menghadapi badai dan ujian dalam rumah tangga.

Saya rasa, kalaupun mereka mau show off ke sana sini soal pengalaman mereka berbagi cinta, pastilah mereka bisa dan mampu untuk melakukannya. Namun mereka memilih untuk menutup rapat semua celah yang dapat menimbulkan berbagai persepsi tentang kehidupan pribadi mereka. Salute.

Nah ini kenapa yang ngakunya udah paham sunnah, berpoligami untuk mengamalkan sunnah, malah jor-joran sengaja ngumbar personal life mereka. Sampai SS chat sama suami dan madunya dishare ke publik, dikasih caption maha dahsyat seolah-olah rumah tangga mereka full of happiness gak pernah ada konflik dan ribut-ribut.

And the funniest part is… Alih-alih sang suami menasehati perilaku istrinya, SS itu justru direshare oleh suaminya. Sungguh ajaib memang pasangan ini  😅

Orang bilang, jika kita memang bahagia dengan kehidupan kita, kita akan sibuk menikmatinya, bukan sibuk memamerkannya. Jika kita benar-benar enjoy dengan apa yang kita jalani saat ini, kita tidak akan memusingkan pendapat orang tentang hidup kita.

Begitu juga dengan love life kita. Jika kita beneran happy dengan pasangan kita (plus madu-madu kita pada RTT), kita akan stay low key and keep our personal life, private. Kita juga nggak perlu membuktikan ke seluruh dunia bahwa rumah tangga kita adem ayem, tentrem, gemah ripah loh jinawi. Kita nggak perlu melakukan semua itu.

Selain karena alasan privacy, hal terpenting yang harus dipertimbangkan sebelum posting kemesraan berlebihan adalah bahaya ‘ain. The evil eye is real. Belum lagi bahaya hadirnya pihak-pihak yang memang tidak senang kita mendapatkan kebahagiaan. Nggak semua orang bahagia lihat kita bahagia, kan?

Justru semakin sesuatu itu diumbar secara berlebihan, semakin saya meragukan keasliannya. Sesekali mengungkapkan rasa bahagia sih oke-oke aja yes.. Tapi kalau udah overdosis sampai jadi menu sehari-hari, sampai overexpose kehidupan pribadi, sampai bikin eneg yang baca…

Nah, coba deh refleksi diri.. Khawatirnya, ada yang salah dengan niat kita 😊

~ Jakarta, in a peaceful morning of December 2017.. stay low key, not everyone deserves to know everything about you 😉

© AISYAFRA.WORDPRESS.COM

 [ image source: Tumblr ]

Advertisement

One thought on “Stay Happy, Stay Low Key

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.