Menyimak linimasa media sosial hari ini… Lagi rame film remaja yang baru keluar itu ya? Sebetulnya udah lama tahu soal film yang diangkat dari novel ini. Pernah lihat novelnya di salah satu toko buku dan pernah nggak sengaja nengok akun sosmed penulisnya. Pas lagi casting pemeran utamanya kalau nggak salah.
Fenomena film yang tengah digandrungi remaja saat ini mungkin seperti fenomena meledaknya film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) kurang lebih 16 tahun yang lalu. Hype-nya mirip.
Belum tahu juga sih bakal sebooming itukah film ini nanti. Padahal jaman AADC dulu fenomena sosmed belumlah seperti sekarang. Boro-boro punya sosmed, melek internet aja saya belum. Hahaha.
Waktu AADC sedang booming, saya berada di fase remaja usia belasan. Ikut ‘tersihir’ fenomena Rangga dan Cinta? Nope. Jujur, dulu yang saya suka dari AADC cuma album soundtracknya. Probably one of the best soundtracks among Indonesian movies. Dulu ya, sekarang sih udah tobat 😀
Ikut ‘tersihir’ oleh sosok pemeran utama yang ‘pujangga’ abis? Jujur aja saya malah sebel sama sosok Rangga. Cowok nggak jelas, sok misterius. Bikin Cinta bertanya-tanya, menebak-nebak, sekaligus bingung. Definitely not my type. Maap yaa buat fans Rangga, ini bentuk kejujuran akyuh, hehe 😛
Dulu nonton AADC juga waktu diputar di TV. Sengaja nonton di bioskop? Nggak pernah. Kapan ya terakhir nonton bioskop? Mungkin waktu SD. Setelah remaja sampai sekarang, nggak pernah lagi jalan ke bioskop. Mending ke toko buku. Hihihi.
“Jangan jadi perempuan yang gampang digombalin laki-laki. Jadilah perempuan bermartabat yang punya harga diri.”
Sebuah petuah berharga yang melekat kuat sejak saya masih remaja hingga kini. Jadi ketika melihat sosok laki-laki yang demen ngegombal, alih-alih terpesona, saya malah ilfeel. Kecuali suami yang ngegombal ke istrinya ya. Harus itu 😜
Karena bagi saya, cinta itu harus terwujud dalam tindakan nyata. Bukan cuma dalam bentuk rayuan atau gombalan. Kalau ngegombal mah siapa aja juga bisaaa..
Kesejatian cinta teruji lewat pernikahan dan komitmen yang dibuat bersama. Mungkin banyak yang menyatakan cinta, memuja dan ingin menjalin hubungan lebih dekat. Tapi pada akhirnya, hanya satu saja yang cintanya terbukti dan teruji.
Prinsip yang saya pegang teguh ketika belum menikah dulu,
“Jika ia benar-benar mencinta karena Allah, maka ia akan mencinta dalam keridhaan-Nya, yaitu mencinta yang telah halal baginya..”
Remaja-remaja seperti mereka yang tersihir fenomena film abege ini sebetulnya haus akan figur teladan, figur orang yang dikasihi. Sosok yang bisa dicontoh, ditiru dan dijadikan panutan.
Seseorang yang bisa mengerti dunia mereka, menjadi sahabat terdekat, sekaligus pendengar yang baik. Maka larilah mereka pada sosok-sosok fiktif seperti dalam film-film percintaan itu.
Sungguh suatu musibah yang besar ketika kiblat mereka adalah para selebriti sosial media yang tidak takut dosa dan jauh dari aturan agama. Rusaknya generasi muda, adalah awal dari hancurnya peradaban suatu masyarakat.
“Supaya disayangi, aku harus punya pacar. Pacar menyayangi aku tidak seperti orang tuaku. Orang tuaku membosankan, suka mengatur dan tidak mengerti aku.”
Di sini peran orang tua sangat penting. Bagaimana anak memiliki trust dan kedekatan dengan orang tuanya, sehingga tidak lagi membutuhkan figur teladan lain yang justru menjerumuskannya. Bagaimana menjadi orang tua yang asyik dan fun tapi tetap dalam koridor syari’at dan pakem parenting yang benar.
PR besar bagi saya dan pasangan, mungkin juga bagi setiap orang tua, agar dapat menjadi sahabat terbaik bagi anak.
Di tengah dahsyatnya trend kekinian melalui sosial media, peer pressure dalam circle pertemanan dan gempuran teknologi, PR ini bukanlah hal yang mudah. Saya sendiri menyadari bahwa sebagai orang tua, saya masih harus banyak belajar dan berbenah. Masih banyak metode yang harus diperbaiki dan dikoreksi.
Salah satu cita-cita saya.. Ingin menjadi sahabat terbaik bagi anak-anak saya kelak. Ketika mereka merasa sedih karena nilai ulangannya jelek, dimusuhi teman, dibully atau kehilangan sesuatu yang amat berharga, saya ingin menjadi orang yang pertama kali tahu. Bukan temannya, bukan pacarnya, bukan gurunya. Tapi saya, orangtuanya.
Begitu juga ketika mereka jatuh cinta. Saya ingin menjadi tempat curhat pertama ketika bunga-bunga itu mekar di hati mereka. Saya ingin belajar menjadi teman sekaligus orang tua. Berusaha mendengarkan tanpa menyela. Menanggapi tanpa menghakimi. Menasehati tanpa menggurui.
Kelak ketika anak-anak telah beranjak remaja, saya tidak akan melarang mereka untuk jatuh cinta. Karena jatuh cinta itu fitrah manusia. Kita tidak dapat merencanakan kapan, bagaimana, di mana dan dengan siapa kita akan jatuh cinta.
Tapi, sebagai manusia yang dikaruniai akal dan kecerdasan, juga sebagai hamba Allah yang harus rela diatur oleh syari’at Allah, kita memiliki kebebasan untuk memilih apa yang akan kita lakukan dengan perasaan cinta ini.
Kita juga diberi pilihan untuk meluapkan rasa cinta yang belum saatnya ini atau menyimpannya rapat-rapat sampai waktunya tiba. Jatuh cintanya nggak salah, tapi pacarannya jelas salah.
Dua solusi bagi manusia yang dilanda penyakit ‘isyq atau dimabuk asmara: berpuasa atau menikah. Tidak ada pilihan lain seperti pacaran, HTS-an, TTM-an, friendzone atau semacamnya. Menikah atau berpuasa, itu saja.
Jika sudah siap menikah, alhamdulillah. Namun jika belum, redamlah rasa cinta itu dengan berpuasa dan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat. Jangan biarkan perasaan cinta yang seringnya irasional itu mengendalikan jiwa dan membutakan akal pikiran kita.
“Allow your heart to fall in love but don’t forget to take your brain with you…”
One of the best quote I’ve ever heard. Jatuh cinta boleh, tapi harus tetap pakai logika. Buka mata lebar-lebar dan cobalah berpikir realistis.. Jatuh cinta di usia belasan, masih sekolah, belum punya penghasilan, biaya hidup masih nodong orangtua. Trus mau ngapain?
Mau pacaran, jelas dosa. Allah larang kita dari mendekati zina. Mendekatinya aja nggak boleh, apalagi malah melakukan? Kalaupun masih bandel pacaran, coba tengok berita soal bayi-bayi yang dibuang, aborsi gagal berujung kematian, hamil di luar nikah dan lahirnya anak-anak tanpa ayah.
Kalau mau nekat nikah saat ini juga, nanti setelah nikah mau makan pakai apa? Emang cinta aja bisa bikin kenyang? Nikah modal cinta aja mana cukup. Kontrol kehamilan butuh uang, biaya persalinan butuh uang, beli susu dan popok anak juga butuh uang. Mana ada mata uang cinta? 😂
Satu-satunya jalan adalah menundukkan pandangan dan banyak-banyak mendekatkan diri pada Allah. Berpuasa, bersabar, dan mengalihkan pikiran pada hal lain yang lebih berguna. Menyibukkan diri dengan kegiatan yang bersifat positif dan produktif.
Ingatlah konsep jodoh dan rezeki. Jika memang ia jodoh kita, never in a million years ia akan menjadi milik orang lain. Percayalah pada janji Allah bahwa sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk kita, tak akan pernah luput dari kita meski seluruh dunia berkonspirasi untuk menghalanginya.
Dear dedek-dedek emesh yang tengah terbuai sosok kisah cinta rekaan seperti Romeo Juliet era kekinian…
Hidup ini bukan hanya soal cinta-cintaan. Bukan pula hanya soal jomblo atau berpasangan. Masih banyak mimpi yang harus dikejar, masih ada masa depan yang membentang luas di hadapan kalian, masih ada orang-orang yang lebih pantas dibahagiakan, yaitu kedua orang tua kalian.
Jangan mudah terbuai kata cinta. Apalagi cinta berbalut nafsu seperti versi mereka. Cinta sejati adalah cinta yang halal dan murni, cinta yang terjalin dalam ikatan pernikahan. Selainnya hanyalah syahwat yang mengatasnamakan kata cinta.
Cinta, ia tak pernah salah. Jangan mengatasnamakan cinta untuk sebuah pembenaran akan perbuatan maksiat. Cinta, tak pantas direndahkan sedemikian rupa. Cinta yang murni dan sejati, hanya ada setelah pernikahan. Cinta yang halal, berpahala lagi menentramkan. Cinta yang diridhai dan dirahmati Allah Azza wa Jalla.
Bukan cinta tak halal versi manusia yang hakikatnya adalah syahwat dan hawa nafsu yang diumbar tanpa kenal rasa malu. Cinta yang palsu, menipu dan menjerumuskan. Cinta yang berbuah dosa dan kemurkaan Allah.
Cinta sejati, ia meminta satu syarat, yaitu penghalalan berupa pernikahan. Tak peduli apapun yang telah ia berikan. Semanis apapun rayuan dan kata-kata indah yang telah ia ucapkan. Semuanya tak berarti tanpa kesungguhan untuk mengahalalkan.
Karena sesungguhnya yang berat itu bukanlah rindu, tapi terus menerus digombali tanpa dinikahi. Dan ada yang jauh lebih berat daripada digombali tanpa dinikahi, pertanggungjawaban pada Allah atas dosa yang kita lakukan atas nama cinta itu sendiri.
~ Jakarta, end of January 2018.. falling in love isn’t haram, is what you do with that love that makes it haram or halal..
© aisyafra.wordpress.com
[ image source: Pinterest & Pixabay ]
Reblogged this on BISMILLAH.
LikeLike