Pagi ini saya membaca artikel online bahwasanya Masjid Imam Ahmad bin Hanbal Bogor yang lebih sering disebut MIAH, (akhirnya) dicabut perizinannya oleh pihak berwenang setempat setelah berkali-kali mengalami pengusiran dan tekanan dari oknum-oknum tertentu. Seketika terselip rasa sedih sekaligus geram mendengar berita tsb.
Saya seorang Muslim, sangat wajar rasanya jika hati ini merasa marah dan kecewa ketika mendengar bahwa masjid yang seharusnya menjadi tempat ibadah, malah sengaja dihancurkan. Bahkan manusia dihalang-halangi untuk beribadah di dalamnya.
Masjid yang merupakan rumah Allah, tempat manusia menghambakan diri kepada Allah, sengaja diusir, didemo dan dihancurkan. Sedang tempat-tempat maksiat seperti klub malam dan kuburan-kuburan yang dikeramatkan justru tumbuh subur bagai jamur di musim hujan. Dan tidak ada yang berani mengusik apalagi mendemo supaya dibubarkan.
Saya sendiri sudah mengenal MIAH sejak saya belum menikah, tepatnya tahun 2006. Waktu itu bangunannya masih sederhana. Pernah beberapa kali ikut dauroh dan kajian di sana. Saat itu pematerinya adalah Ustadz Yazid Jawas, Ustadz Abdul Hakim Abdat dan Ustadz Fariq Gasim Annuz-hafizhakumullaah.
Dan saya mengikuti kajian Ustadz Yazid saat beliau rutin mengisi kajian di Masjid Al Furqon Dewan Dakwah Islamiyah yang berlokasi di Jakarta Pusat, tahun 2006 awal. Selama itu pula saya tidak pernah mendengar atau melihat adanya hal-hal yang menyelisihi Al Qur’an dan Sunnah yang beliau sampaikan pada saat mengajar, atau di luar waktu kajian.
Selama saya duduk bermajlis di sana (dan di kajian sunnah manapun), tak pernah sekalipun saya mendapati ada ajaran yang sesat, nyeleneh dan menyimpang. Tak pernah pula saya mendengar dengan telinga saya sendiri bahwa asatidz di sana suka mengkafirkan individu tertentu. Apalagi sampai menanamkan pemahaman untuk mencela dan memberontak pada pemerintah.
Menjelaskan penyimpangan dan kesesatan suatu kelompok dan memperingatkan umat dari bahayanya? Tentu. Itulah pokok dakwah tauhid.
Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jangan cuma getol amar ma’ruf aja, nahi munkarnya sengaja ditinggalkan. Islam bukan agama prasmanan, yang bebas dipilah pilih mana yang sesuai dengan selera dan hawa nafsu.
Agama adalah nasehat. Adakalanya nasehat itu terasa pahit dan getir karena itulah kebenaran. Seringkali, kebenaran laksana obat yang pahit namun berkhasiat untuk menyembuhkan.
Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Orang-orang selalu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan. Sedangkan aku selalu bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir (kejelekan tersebut) akan menimpa diriku.” (HR. Bukhari no. 3606 via web muslim.or.id)
Menjelaskan penyimpangan suatu kelompok dan pola pikir, bukan lantas berarti mengkafirkan mereka. Tidak semua yang menyimpang itu layak untuk divonis kafir. Dan tidak setiap Muslim memiliki otoritas untuk mencap Muslim lainnya dengan sebutan kafir hanya karena dosa-dosa yang diperbuatnya.
Soal ini akan saya tulis dalam postingan berikutnya, insya Allah.
Dakwah Salaf bukanlah Khawarij yang mudah mengkafirkan dan menumpahkan darah kaum Muslimin lainnya. Ia bukanlah Murji’ah yang meyakini bahwa hakikat iman cukup dengan pengakuan lisan tanpa amalan badan. Bukan pula Syi’ah yang sangat membenci ahlussunnah dan lihai bertaqiyyah dan berdusta demi memuluskan rencana kejinya.
Dakwah Salaf adalah dakwah yang bertujuan mengembalikan dan memurnikan Islam sesuai dengan metode para pendahulu yaitu Rasulullaah, Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Membersihkannya dari syirik, bid’ah dan khurafat yang bersarang di tengah-tengah umat. Tentang apa itu manhaj Salaf pernah saya tulis di sini.
To be honest, salah satu nikmat hidup yang paling saya syukuri dan tak terlupakan adalah momen-momen ketika saya pertama kali mengenal kajian sunnah. Saya yang tadinya awam meski sudah berhijab, merasa mendapat pencerahan dan ketenangan tatkala duduk mengkaji kitab di majelis-majelis ilmu. Segala pertanyaan yang berkecamuk di benak telah terjawab, dan semua keraguan telah sirna.
Saya jadi tersadar, banyak pemahaman saya yang bercampur dengan syubhat. Banyak pendapat dan pola pikir yang selama ini saya kira benar, ternyata salah besar. Banyak hal-hal yang saya anggap biasa, yang ternyata dalam syari’at terlarang untuk mengerjakannya.
Later I thought…
Sudah merupakan sunatullaah, dakwah tauhid yang bermanhaj lurus itu dianggap aneh, asing, sesat dan memecah belah umat. Bahkan dituduh mengancam kedaulatan negara (somebody enlighten me about this, pls?).
Saya dan suami pernah menghadiri kajian sunnah yang diadakan di Masjid Polda Metro Jaya Jakarta Selatan. Logikanya, jika memang ajaran dakwah sunnah ini sesat, menyimpang dan mengancam kedaulatan negara (i.e bom-bom bunuh diri yang mengatasnamakan jihad dan yang semisalnya) tentu pihak berwajib tidak akan mengizinkan terselenggaranya kajian tsb.
Jadi sebetulnya letak mengancam kedaulatannya dimana ya? Gagal paham saya 😅
Inilah resiko menegakkan sunnah. Berat dan payahnya bagaikan menggenggam bara api. Kita ber-Islam yang “biasa-biasa aja” pasti akan selalu ada aja orang yang membenci kita tanpa alasan. Apalagi jelas-jelas mendakwahkan hal-hal yang asing dan aneh bagi sebagian manusia. Ada harga yang harus dibayar saat memegang teguh prinsip yang benar.
Dan definisi “asing” bagi manusia bukan parameter benar dan salah. Tidak berarti bahwa yang dianggap asing itu pasti salah dan sesat. Islam itu agama yang dibangun di atas dalil yang shahih, bukan atas dasar perasaan, logika, pandangan masyarakat atau “qiila wa qool” alias “katanya katanya”.
Bukan karena “menurut saya”, atau “menurut perasaan saya”, tapi “menurut Allah dan RasulNya”.
Justru dakwah yang tidak pernah melarang umat dari kesyirikan, kebid’ahan dan kemungkaran… dianggap dakwah yang lurus dan benar.
Dakwah yang tidak pernah mencegah manusia dari kesesatan dan pemahaman yang menyimpang… dibilang dakwah yang cinta damai.
Dakwah yang tidak pernah menjelaskan mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang syirik mana tauhid, mana yang sunnah mana yang bid’ah… dianggap dakwah yang paling layak untuk diterima.
Ironis memang, tapi inilah ketetapan Allah. Jika ujian dakwah itu mudah dan mulus, maka akan mudah kita meraih jannah. Sedang harga jannah itu mahal dan tak ternilai, tak sebanding dengan seluruh kenikmatan dunia.
Jannah adalah sebuah tempat yang tatkala kita melangkahkan kaki ke dalamnya, segala kesusahan dunia tak lagi ada artinya.
Put your trust in Allah. Lapangkanlah hati kita atas segala ketetapan Allah. Pengadilan dunia bukanlah segala-galanya. Hanya Allahlah seadil-adilnya pemberi keputusan. Pasti ada hikmah tersembunyi dari tiap kejadian. There’s always a blessing in disguise and Allah knows best.
Meskipun mereka berkehendak untuk memadamkan cahaya Allah dengan lisan dan perbuatan mereka, Allah pasti akan menyempurnakan cahayanya meski mereka benci dan tidak suka. Mereka sibuk membuat makar, namun mereka lupa bahwa makar Allah jauh lebih hebat.
Hadanallaahu wa iyyahum.
~ Jakarta, salin rekat dari status Facebook pagi ini, Maret 2018..
© AISYAFRA.WORDPRESS.COM
[ image source: Facebook & Pinterest ]