Pagi ini ketika membuka news feed, pandangan saya tertuju pada foto headline sebuah berita: “Pengumuman PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) mundur. Sejumlah 78 ribu SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dicoret.”
Ada rasa miris ketika sekilas membaca potongan headline tersebut.. Nggak habis pikir, kok ada sebagian orang tua yang sengaja memalsukan SKTM demi meloloskan anaknya masuk ke sekolah negeri.
Pertama, apa nggak termasuk mengkufuri nikmat-nikmat Allah? Jelas-jelas mampu, tapi ngaku miskin. Sedangkan apa yang kita ucapkan itu do’a, lho..
Hati-hati dengan apa yang keluar dari lisan, boleh jadi Allah benar-benar mengijabahnya. Bahkan tanpa kita sadar pernah mengucapkannnya.
Kedua, apa nggak khawatir memberi teladan buruk pada anak? Sejak dini memberi contoh langsung pada anak, bahwa sah-sah saja menghalalkan segala cara demi memuluskan keinginan. Meski dengan cara curang, menipu dan berbohong.
Tak heran budaya korupsi tumbuh subur di tengah-tengah kita. Wong justru kita yang menanam dan memupuknya sejak anak kita masih polos dan belum mengenal kata korupsi.
Bagaimana mungkin kita mengharapkan kelak ilmu yang didapat anak-anak kita di bangku sekolah akan berkah, jika mendapatkannya saja dengan cara yang tidak halal?
Ketiga, apa nggak termasuk menzhalimi hak orang lain? Ada ribuan anak yang lebih berhak mendapatkan kemudahan berupa fasilitas dari pemerintah, tersingkir gara-gara oknum calon wali murid yang mengaku tidak mampu padahal aslinya sangat mampu. Yang beneran berhak justru nggak dapat, yang nggak berhak justru dapat.
Hanya karena keserakahan akan harta dunia (yang tak akan pernah ada habisnya).. Ada orang lain yang lebih pantas menerima apa yang kita dapat, namun luput dari mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya. Apa itu tidak zhalim namanya?
“Avoid dishonest gain: no price can recompence the pangs of vice.” -Ben Franklin
Jadi ingat setahun lalu ada sosialisasi KJP (Kartu Jakarta Pintar) Plus di sekolah si sulung. Waktu itu walas (wali kelas) menginfokan via grup WA kelas, agar para orang tua datang ke sekolah untuk rapat membahas tata cara mengurus KJP Plus.
Saat rapat gelombang 1 (kelas 1 dan 2) baru selesai, ibu-ibu langsung menghampiri sang operator KJP. Sayapun yang masih belum paham apa itu KJP plus, ikut bertanya soal prosedur, fasilitas, syarat, dan ketentuannya.
Saat itu saya pikir fasilitas tersebut diberikan kepada semua siswa di DKI, tanpa syarat tertentu. Jadi semua siswa berhak dapat, asal mengajukan langsung.
Setelah dijelaskan panjang lebar oleh operator, saya baru ngeh siapa saja yang berhak mendapatkan KJP plus. Seketika itu saya sadar, saya tidak berhak mendapatkan fasilitas ini. Hampir semua syarat tidak terpenuhi.
Saya : “Jadi kalau ‘begini dan begitu’ sudah pasti tidak berhak dapat ya, mas?”
Operator : “Tentu tidak, ibu.. Karena pasti nanti ada survey alias peninjauan langsung dari atas soal layak tidaknya pendaftar mendapat KJP plus. Jika ada data yang dipalsukan, pasti akan ketahuan.”
Saya : “Oh begitu ya mas, wah saya udah pasti nggak bakal daftar ini. Nggak bakal diapprove pastinya, karena nggak berhak dapat juga.”
Operator : “Tapi silakan dicoba saja bu..”
Saya : “Nggak mas, terima kasih infonya. Saya merasa nggak berhak menerimanya. Saya nggak mau makan hak orang yang lebih pantas mendapatkannya.”
Operator : ” Baik bu, terima kasih kembali..”
Dalam perjalanan pulang, saya banyak berdialog dengan diri sendiri. Sebetulnya, saya bisa saja memalsukan data, berdusta, mengaku tidak mampu demi mendapat sedikit saja keuntungan dunia..
Tapi apa yang saya dapatkan itu akan berkah?
Apa hati ini akan tenang hidup dalam kebohongan?
Orang lain mungkin bisa tertipu, bagaimana dengan Allah?
Allah sudah memberikan kemurahan hati dan nikmat-nikmatNya yang begitu banyak pada saya dan keluarga.. Nikmat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu saking banyaknya..
Apakah tidak termasuk menghinakan diri sendiri, sekaligus kufur terhadap nikmat-nikmat Allah yang selama ini saya tidak pernah mampu untuk menghitung-hitungnya? Astaghfirullaah…
Betapa kejujuran adalah barang yang amat langka dimiliki oleh kebanyakan manusia di zaman ini. Demi mendapat keuntungan materi, sebagian manusia rela berbuat apa saja. Bahkan rela merendahkan dirinya sendiri dengan mengaku miskin padahal aslinya sangat mampu.
Saya makin percaya bahwa kaya jiwa itu lebih penting daripada kaya harta. Jiwa yang selalu merasa kaya, selalu mampu bersyukur dengan yang sedikit dan merasa cukup dengan apa yang ada. Sesederhana apapun hidupnya.
Sebaliknya, jiwa yang miskin meski kaya harta, akan selalu merasa kurang. Gersang dari rasa syukur, sebanyak apapun yang telah didapatkan. Tega berbuat curang, menipu dan memperdaya orang lain, demi menumpuk harta dan memuaskan nafsu serakahnya. Tak akan ada puasnya.
Kaya atau miskin, mental sang manusialah yang membedakan. Banyak mereka yang berasal dari kalangan tidak mampu, justru lebih bermental kaya dan menjunjung tinggi harga diri dibandingkan kalangan ‘the haves’ yang serba ada.
Mereka tidak mau hidup dari belas kasihan orang lain, tidak mau berbohong agar diberi, tidak mau jadi benalu alias beban hidup bagi orang lain. Mereka memilih jujur bekerja keras demi menghidupi diri sendiri.
Pun jika menerima bantuan atau fasilitas gratis seperti program di atas, mereka mengambil apa yang menjadi haknya, sekadarnya, secukupnya. Tidak serakah sampai rela mengambil sesuatu yang bukan miliknya.
Semoga Allah memperkaya jiwa kita, menghiasinya dengan sifat qana’ah, menjadikan kita hambaNya yang senantiasa bersyukur, dan menjaga kita dari melanggar hak orang lain demi keuntungan diri sendiri.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih..” (Ibrahim: 7)
~ Jakarta, July 2018.. be thankful of what you have, and you’ll end up having more…
© AISYAFRA.WORDPRESS.COM
[ image source: Pixabay & Pinterest ]
Baarakallaahu fiik mbak meut, persis dgn apa yg sempat ana fikirkan 4 thn yg lalu saat masih SMK. Lihat basic siswa yang wow, yg kalau ke sekolah pakai motor ninja 😀 apalagi wktu pengambilan raport. Sekolah gratis tapi siswa nya naik mobil…
Masuk sekolah negeri itu perjuangan, perjuangan ngalahin ambisi orang2 kaya.
Maap jadi nya curcol hehe
LikeLike
Wafiyk barakallaah 😊
Wah aku gak sempet ngalamin sekolah negri gratis, nih. Anak jaman old, soalnya.. Eheheu.. Dulu ngerasain gap yang jomplang bgt ya pas SMP masuk sekolah favorit. Yang kaya2 gaulnya sama yang kaya2 juga. Yang kaya saya ya gaulnya sesama yang kaya saya 😂😂
Sepertinya ini terkait sistem zonasi di PPDB kmrn ya. Dari berita yang aku dengar, kalo di sini (Jakarta) ada jalur afirmasi khusus untuk pemegang KJP. Dan kuotanya cuma 5% dari total kuota. Sedang di daerah bisa pakai SKTM untuk jalur khusus SKTM dengan kuota sebesar 20%. No wonder sih ya banyak yang nekat bikin SKTM supaya lolos masuk negeri. Tapi ya kan jadi curang namanya.. Wong mampu kok ngaku miskin 😅
LikeLike
Wehehe.. Ngga terlalu old banget juga mbk.
baru2 tahun 2017 kemarin sistem sekolah gratis di hapuskan di surabaya. Karena anggaran daerah sudah tidak lagi di limpahkan ke pemkot, tapi ke provinsi. Jadi tahun terakhirku masih ke bagian bayar spp wkwk
Dan sekarang kuota jalur mitra keluarga di perbesar, sama jalur prestasi juga. Tahun ini di sekolahku buka jalur prestasi hafidz qur’an minim 5 juz.
Dengerin curhatan guru ku yg ngajar di sekolah swasta, mereka ngeluh karena tahun ini mereka ngga kebagian murid.
LikeLike