Gadhul Bashar dan Rasa Cukup

Pagi ini ketika membuka timeline Facebook, saya dibuat sangat terhibur oleh status Ustadz Abduh Tuasikal berikut ini:

“Ada yang bertanya ke redaksi rumaysho:
Ustadz, bagaimana, suami saya ingin saya dandan ala jepang-jepang. Bagaimana pendapat Ustadz?
Padahal saya sudah dandan menarik untuk suami.

Ini seandainya Mas Joko, saya akan beri jawaban:
Mas Joko, kamu terlalu banyak nonton Lee Min Ho 😉

Joko menjawab:
Ustadz, Lee Min Ho itu Korea, bukan Jepang 😅”

Dunno why I feel sooo relate. Bukan karena saya yang pernah diminta suami untuk berdandan demikian, tapi punch line soal Lee Min Ho itu yang bikin saya ngakak.

Ya gimana.. Wong sampai sekarang jujur aja saya masih susah ngebedain mana Lee Min Ho mana Siwon. Ingetnya salah satu ada yang member grup K-Pop Suju alias Super Junior. Itu juga taunya karena dulu adek saya pernah ngefans. Wkwkwk.

Monmaap saya emang buta banget soal Korean Wave. Suka sih sama Korean movies terutama thrillernya. Tapi ya nggak sampai kecanduan drakor gitu. Terakhir nonton series itu juga genrenya mystery-thriller, yang judulnya Signal. Itu juga setelah 15 tahun nggak nonton drakor 😁

Back to topic..

Masih soal status kocak tadi pagi.. Saya coba tengok kolom komentarnya.. sungguh sangat menghibur. Ada yang bilang suruh dandan kostum Doraemon dan Dragon Ball, kebanyakan nonton Detective Conan, sampai Oshin, Sadako, Kamen Rider dan Kim Jong-Un segala dibawa-bawa 😆

Di salah satu komentar, Ustadz meng-highlight satu point yaitu tentang pentingnya menundukkan pandangan:

“Itu sebabnya para suami disuruh menundukan mata agar lebih menghargai istri…

mau dandan secantik semenorr apapun kalau si suami tidak bisa mngendalikan pandangan mata ya begitulah jadinya semua jadi problem besar…”

*komentar bagus


“Nah jadi salahnya itu pada masalah menundukkan pandangan.

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْۚذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْۗإِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” QS An-Nuur: 30

Islam adalah agama yang kaffah dalam mengatur segala sendi dalam kehidupan. Kaum wanita diperintahkan berhijab dan tetap tinggal di rumah demi melindungi dirinya. Kaum lelaki diperintahkan untuk menundukkan pandangannya agar tidak terfitnah.

Jika masing-masing patuh dan taat dalam menjalankan perintah Allah tersebut, maka resiko untuk memfitnah atau terfitnah bisa lebih diminimalisir, insya Allah.

Namun di zaman sekarang ini, menemukan gambar mereka yang tidak menutup auratnya sangatlah mudah. Tinggal buka gadget, buka sosmed, niscaya terpampang nyatalah foto dan video para lelaki dan perempuan yang mengumbar aurat.

Yang paling gampang aja, tiap buka Instagram dan klik tab explore, pasti banyak bertebaran berbagai macam foto selfie para wanita, baik yang berhijab maupun tidak. Ini pula yang menjadi alasan seorang teman untuk menutup akun Instagramnya. Nggak kuat fitnah, katanya.

Hijab bagi seorang lelaki adalah menundukkan pandangannya. Dan sungguh godaan untuk menundukkan pandangan di zaman ini sangatlah berat. Terlebih jika tidak ada iman dan taqwa yang mencegahnya dari perbuatan maksiat seperti zina mata.

Ngeri bangettt..

Saya sendiri punya dua anak laki-laki dan yang paling besar sudah menginjak usia akil baligh. Jadi harus betul-betul menanamkan nilai-nilai pergaulan yang benar pada mereka. Termasuk tentang perlunya menjaga pandangan ini.

Selain anak laki-laki saya juga punya dua anak perempuan yang salah satunya juga segera memasuki fase tersebut. Sering saya dapati ia tengah asyik berdandan di depan cermin, memulas wajahnya dengan bedak dan menyisir rambutnya.

Sering juga saya dapati ia berpose dan berfoto selfie menggunakan filter kamera handphone saya. Sepertinya ia mulai ingin terlihat cantik seperti layaknya anak usia pra-remaja pada umumnya. And it’s totally normal.

Saya juga sering mengajaknya ngobrol..

“Kakak boleh dandan cantik, tapi dandannya buat di rumah aja ya.. Jangan dipakai kalau keluar rumah..

Kakak juga boleh selfie pakai hape Ummi, tapi fotonya disimpen aja di galeri. Jangan diupload atau dijadikan status, ya..”

“Emangnya kenapa Mi nggak boleh?”

“Karena perempuan itu boleh dandan hanya ketika di rumah atau untuk suaminya. Begitu juga foto-foto selfie, boleh tapi nggak buat diupload di internet atau ditunjukkan ke laki-laki yang bukan mahram..

Kakak pernah nggak lihat Ummi selfie-selfie, pakai filter trus diupload di Instagram, Facebook, dll? Coba dicek.. Ada nggak foto wajahnya Ummi di sosmed?”

“Nggak ada, Mi..”

“Nah, begitu juga dengan Kakak ya.. Simpan foto cantiknya Kakak buat Abi, Ummi, dan orang-orang yang berhak aja..”

“Iya, Mi..”

Di satu sisi saya berusaha mendidik anak laki-laki saya agar menundukkan pandangannya dan menjauhi sumber fitnah. Di sisi lain saya berusaha menanamkan pada anak perempuan saya agar menjaga dirinya dan tidak menjadi sumber fitnah.

It goes both ways. Bukan kewajiban salah satu gender saja. Meski tetap fitnah wanita jauh lebih besar daripada laki-laki. Yang ngomong bukan saya lho, ya. Tapi yang menciptakan syari’at ini.

As I’ve said many times before, saya paling alergi sama laki-laki mata keranjang yang suka jelalatan mengumbar pandangannya. Why? Selain karena yang demikian dilarang oleh syari’at, ya karena saya sendiri juga nggak suka berbuat demikian.

Dan tabiat genit, jelalatan, dan suka tebar pesona itu nggak mudah untuk diubah, lho. Jadi jangan pernah berharap seseorang bakal berubah hanya karena cinta (sama kamu) aja. The greatest willing to change comes within themselves.

Imho, sebetulnya nggak salah sih kita punya kecenderungan lebih menyukai gaya atau cara tertentu dalam berpenampilan selama sejalan dengan aturan agama. Masalah selera kan ya.. It’s about personal preference.

Tapi khawatirnya, terlalu sering terpapar (atau memaparkan diri?) dalam memandang yang tidak halal akan mengurangi kelezatan ketika memandang yang halal. Jadi mulailah ada request tertentu ke pasangan. Termasuk yang ngadi-ngadi tadi.

Dan ngerinya, ketika ternyata pasangan tak mampu memenuhi fantasinya, kemudian ia mengambil jalan pintas yaitu menyalurkan hasratnya tersebut pada jalan yang haram. Wal’iyadzubillah.

Gadhul bashar alias menundukkan pandangan dari yang haram, di dalamnya termasuk larangan untuk tenggelam dalam gelapnya pornografi. Banyak sekali penelitian yang membuktikan hubungan antara pornografi dan kerusakan otak.

Bahkan one of the infamous serial killers Ted Bundy pernah mengatakan dalam sebuah interview, pada malam sebelum ia dieksekusi mati pada tahun 1989:

“I’ve lived in prison for a long time now and I’ve met a lot of men who were motivated to commit violence just like me and without exception, every one of them was … deeply influenced and consumed by an addiction to pornography.

… like an addiction, you keep craving something harder, which gives you a greater sense of excitement until you reach a point where the pornography only goes so far.”

Tambahan dari situs Health Kompas:

“Melansir Buku Parenting untuk Pornografi di Internet (2010) karya Ridwan Sanjaya, Christine Wibhowo, dan Arista Prasetyo Adi, kecanduan pornografi juga dijelaskan dapat membuat otak bagian tengah depan (ventral tegmental area) mengecil atau menyusut.

Penyusutan sel otak yang memproduksi dopamine atau zat kimia pemicu rasa senang itu dapat mengacaukan kerja neutotransmitter atau pengirim pesan.

Selain itu, kekacauan tersebut akan menimbulkan turunnya self-control dalam diri seseorang.”

And this is the most highlighted point..

Mau istri didandani dan dipoles secantik apapun, kalau memang sang suami suka mengumbar pandangan dan terbiasa menikmati yang haram.. Ya nggak bakal ngaruh karena inti masalahnya adalah pada hati yang kurang bersyukur.

Kurangilah memandang yang haram, maka akan bertambah kelezatan dalam menikmati yang halal. Jika hanya kepuasan jasadiyah yang dicari, berpindah dari satu sosok ke sosok yang lain, maka niscaya kita tak akan pernah menemukan akhir dari pencarian itu.

Ketika kita merasa bahwa pasangan kita saat ini tidak mampu memenuhi keinginan, hasrat, fantasi, or whatever you called it.. Lalu kita memutuskan untuk terus mencari sosok yang kita kira lebih dan lebih dalam segalanya..

We’ll end up in despair and dissatisfaction. Ya karena memang sosok yang 100% sempurna itu tak pernah ada. Just like us, they will never be good or perfect enough if we keep being ungrateful.

Saya jadi teringat satu quote yang pernah saya repost di Path, yang bersumber dari Tumblr beberapa tahun lalu..

“Akan selalu ada perempuan yang lebih cantik dari kamu. Kamu hanya perlu menemukan lelaki yang tak peduli akan hal itu.”

Find (or be) that man ❤️

~ Jakarta, August 2021.. gratitude, turns what we have into enough.

© AISYAFRA.WORDPRESS.COM

[ image source: Pinterest ]

Advertisement

One thought on “Gadhul Bashar dan Rasa Cukup

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.