“We are writers, my love. We don’t cry. We bleed on paper…”
Tak terasa tahun ini genap sudah 10 tahun saya menulis di blog ini. Tepatnya tanggal 1 Mei kemarin. How fast the time flies, masya Allah…
“We are writers, my love. We don’t cry. We bleed on paper…”
Tak terasa tahun ini genap sudah 10 tahun saya menulis di blog ini. Tepatnya tanggal 1 Mei kemarin. How fast the time flies, masya Allah…
Dulu sekali, sebuah pertanyaan sering mampir kepada saya..
“Kak Meut, nggak tertarik nulis fiksi? Trus dibukukan gitu. Kalo udah siap terbit, aku nanti ikutan PO deh.. Hihihi..”
Jawaban saya kala itu..
“Writing is something you do alone. It’s a profession for introverts who wanna tell you a story but don’t wanna make eye contact while telling it.” – John Green
Sebagian orang mengira bahwa apa yang dituturkan oleh seorang penulis adalah murni pengalaman pribadinya. Ketika seorang penulis bicara tentang suasana hati yang penuh bunga-bunga, kepedihan karena penghianatan, atau curahan rasa seorang korban kekerasan dalam hubungan antara dua manusia, sebagian orang mengira bahwa ia sendiri yang mengalami kejadian yang ia tuliskan tsb.
Jika itu memang asli tulisan kita, mau diubah sebagian isinya, diganti judulnya, dimodifikasi sedemikian rupa, pasti kita akan mengenalinya. It’s simple, karena kita sendiri yang menulisnya.
“Write to write. Write because you need to write. Write to settle the rage within you. Write with an internal purpose. Write about something or someone that means so much to you, that you don’t care what others think.” ~Nick Miller
Ketika kita memutuskan untuk menulis sesuatu di ruang publik, baik itu hanya sebaris status atau sebuah tulisan dalam blog.. Maka kita sudah harus siap dengan segala konsekuensinya, yaitu direspon dan dikomentari.