The Opposite of Love

Sore ini ketika tengah berselancar di Pinterest, saya menemukan sebuah quote yang membuat jari ini berhenti scrolling untuk beberapa saat..

“The opposite of love is not hate, it is indifference, total absence of emotions. If you hate someone, it means that this person is still in your life.”

Total absence of emotions. What a statement. Kalau dipikir-pikir, betul juga. Apa sih yang lebih menyakitkan—sekaligus melegakan setelah melewati sebuah fase patah hati?

Yup, tidak merasakan apapun. Nothing. Empty. Back to where it was before. Strangers with some memories.

Ketika kita mengalami perihnya luka yang akhirnya berhasil sembuh dan pulih, maka next goal atau pencapaian berikutnya adalah melanjutkan hidup. Langkah baru, hari-hari baru.

Bahwa hidup tidak terhenti hanya karena sebuah rasa sakit. Bahwa dunia terus berputar tanpa menunggu kita bangkit dan lepas dari bayang-bayang masa silam.

Ketika kita telah sembuh dan siap melanjutkan hidup, maka kita akan fokus membuka lembaran baru. Kita tidak lagi memusatkan perhatian pada hal-hal yang melukai kita di masa lalu.

Kita tidak menyisakan ruang untuk membenci, karena sadar bahwa rasa benci hanya akan merusak apa yang sedang kita upayakan saat ini: suasana hati dan masa depan yang lebih baik.

Kita tidak lagi ingin membalas menyakiti mereka yang telah menyakiti kita di masa lalu. Kita tak lagi peduli dengan apa yang terjadi dengan mereka.

How they are doing now, we refuse to get involved in those issues. We cut the ties for good so there is no chance for reconnection. Sometimes, we just forgot that they existed.

We’re too invested in moving forward so we don’t have time to keep looking back. We said goodbye to the past, leaving things and people who deserve to stay there.

Kita terus melangkah dan membiarkan waktu menghapus jejak-jejak itu. Kita tak lagi menangisi kepergian atau kehilangan, berbekal keyakinan bahwa sesuatu yang jauh lebih baik akan datang.

Kita sadar bahwa hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dengan rasa sesal atas sesuatu yang luput dari genggaman. Bahwa jika memang ia telah digariskan untuk kita, maka ia akan kembali menjadi milik kita meski terpisah sekian jauhnya.

Later we realized that Allah knows best while we know nothing. So why we keep on crying over things that don’t really matter?

I believe that time alone cannot heal every heartbreak. It’s time, and how we do with it. Waktu mungkin bisa menyembuhkan luka, tapi tak semua luka sembuh dengan berjalannya waktu.

The power lies within us. Selama kita tak berusaha untuk menyembuhkan diri, bahkan terus menyentuh, menangisi, dan meratapinya.. Maka luka itu akan terus menganga.

The best revenge is being happy and moving on. Membenci tak akan membuat kita bahagia. Menyimpan dendam dan membalaskannya tak akan mengubah apa yang telah terjadi. What is done is done.

Dengan melepaskan, memaafkan, dan merelakan, kita telah memberi kesempatan hal-hal baik untuk hadir dalam hidup kita. We attract the same energy we give ourselves.

Kita menyadari sepenuhnya, apa yang Allah pilihkan untuk kita, itulah yang terbaik bagi kita. Dan kita tidak terus menggugat mengapa hidup yang kita jalani penuh liku dan cobaan.

Namun memaafkan tak berarti harus memberi kesempatan kedua, dan menerima rasa sakit itu (dan orang-orang yang menyebabkannya) untuk hadir kembali dalam kehidupan kita.

Terjatuh dan terpuruk hanyalah satu dari sekian banyak fase dalam hidup yang harus kita lewati. Tanpa disadari, semua kesulitan hidup telah membentuk kita menjadi lebih kuat dan tangguh dari sebelumnya.

Sure there are times when we feel sad over the things that don’t matter anymore. When we taste the wound that feels familiar, then sit alone in the dark and cry. That’s okay. Healing works both ways.

Sembuh dari luka bukan berarti kita harus selalu baik-baik saja. Kita boleh mengenang, bersedih, dan menangis. Tapi kita tidak akan membiarkan hal-hal tersebut mengambil alih hati dan pikiran kita.

Don’t worry darling, kelak kita akan sampai pada suatu titik di mana akhirnya bisa berdamai dengan semua luka, amarah, sakit hati, dendam, dan penyesalan yang selama ini terus membayangi dan membebani hari-hari.

Kita akan tersenyum saat mengenang hari-hari yang berat dan sulit, betapa atas izin Allah kita berhasil melewatinya dengan baik. And yes, here we are. We survived.

Kita akan menertawakan kebodohan kita di masa lalu. Saat-saat menggalau dan cengeng hanya karena urusan yang ketika dipikir-pikir lagi, cukup sepele dan tidak penting.

Kita dengan ringan akan menceritakan pada dunia atau menuliskan dalam jurnal harian, setiap detail peristiwa yang menyakitkan.. Karena itulah salah satu cara kita melepaskan beban.

Kita akan menghirup napas dalam-dalam dan merasakan betapa damainya hidup dalam keikhlasan dan penerimaan. Tanpa amarah, sakit hati, atau dendam.

We set ourselves free from any burden that haunts our path, we forgive all the faults we’ve done in the past, we try to make better choices, and reconnect with our memories only to learn a lesson.

Healing takes time. It’s okay if your process is slower than others. That doesn’t mean you’re weak or failed. Each of us experience a different level of pain and struggles. Each of us have different strengths to overcome different situations.

Somesay, growth is sometimes, a lonely process. It feels lonely when you’re changing because you’re no longer the same person you used to be. You know you’re going in the right direction when you feel like you’ve outgrown something in your past.

Drop your emotional baggage and leave them behind. They don’t deserve to be in your future. Our suffering is often caused by holding on to how things might have been, should have been, could have been.

Don’t be ashamed of your story, your journey, your wounds, your scars. They showed you how tough and strong you are. They taught you how to deal with life and its uncertainties.

You are no longer feel any grudge, hate, or anger towards people who hurt you in the past. It’s not love, nor hate, just indifference. Total absence of emotions.

That’s when you could finally breathe. That’s when you’re finally healed completely. That’s when you finally put a smile on that face and said, “Better days are ahead, insha Allah”…

~ Cirebon, end of July 2022.. not everything and everyone you lose is a loss…

© AISYAFRA.WORDPRESS.COM

[ image source: Pinterest & Pinterest ]

4 thoughts on “The Opposite of Love

  1. Barakallahu fiik, Mbak. Selalu menunggu tulisannya dan recehan di FB 😀 Ngomong-ngomong, Mbak pernah nulis tentang kepercayaan diri nggak ya? Lagi berusaha memperbaiki diri tapi rasanya gagal mulu dan nggak pede buat lanjut. Lalu jadi random komnen di sini, mungkin suatu saat nanti aku ketawain sendiri 😅

    Like

    • Ya Allah maaf banget baru balas sekarang komentarnya, Mbak Anisa 🥺🙏

      Walah, kita berteman di FB toh? Jadi malu, hihihi…

      Sepertinya pernah Mbak, tapi aku lupa judulnya.. Coba search di blog dengan tag self improvement ya, mudah2an ada 🤗

      Liked by 1 person

  2. That words really support me in my loneliness recently. I really don’t want to be previous person who is very stupid in loving myself because of boy who didn’t love me. This lonely is a transition. Pray me to be patient through this phase.

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.