Ten Years Journey


Hari ini, tepat sepuluh tahun yang lalu… Allah mempertemukan saya dengan seseorang yang kini menemani saya menjalani hari-hari. Seorang teman hidup, suami, partner, guru, sekaligus sahabat yang sangat memahami dan menerima saya apa adanya.

Seseorang yang mengajarkan saya begitu banyak hal dalam hidup ini, tanpa kesan menggurui. Seseorang yang ketika bersamanya, saya bebas menjadi diri sendiri, sekaligus menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.

Atas rahmat dan kasih sayang Allah, tepat sepuluh tahun setelah janji itu terikat, kami masih ada di sini, berusaha menjaga janji itu dengan sebaik-baiknya. Agar tetap kekal sampai ke ujung usia, dan juga mencapai tujuan utama kami berdua, sampai ke surgaNya.

Sebelum menikah dulu, saya sering mendengar nasehat bahwa yang namanya suami istri, semakin lama menikah, akan ada hal-hal yang berubah. Di antaranya adalah ketika “kekasih” berubah rasa menjadi “sahabat dekat”. Dan itu adalah salah satu tanda sebuah hubungan pernikahan yang sehat.

Setelah mengalaminya sendiri, saya sepakat dengan kalimat itu. Rasa pacaran di awal pernikahan yang serba “loooove melulu”, seiring berjalannya waktu mulai berganti menjadi kedekatan yang jauh lebih erat. Lebih dari sekadar pacar halal atau kekasih biasa. More than friends, more than lovers.

I guess it called: soulmate.

Tak dapat dipungkiri, seiring bertambahnya usia pernikahan, cinta yang menggebu dan meluap-luap akan mulai meredup.. berganti rasa kasih sayang dan saling nyaman ketika berdekatan seperti sepasang sahabat.

Walau begitu, komitmen dan kesadaran akan tanggung jawab kita pada ikatan pernikahan yang telah dibuat mampu menjaganya tetap kukuh dan utuh.. Dan lagi, pernikahan dan rumah tangga tidak hanya melulu tentang cinta.

I believe our soulmate is someone who knows us inside and out. Someone whom we can talk about everything. Someone whom we can share laughters and tears at the same time. Someone who lifts up and help us to be survived after too many battles we’ve fought.

10 tahun berumahtangga…

Banyak hal yang kami lalui bersama. Suka duka, sedih bahagia. Menikmati hidup dengan segala dinamikanya, semua dijalani bersama. Meski terkadang berbeda pendapat mengenai satu hal, namun kami berusaha untuk menaruh respect  terhadap pandangan dan keputusan masing-masing.

Respect. Satu pilar penting dalam pernikahan yang bagi saya, jauh lebih dalam maknanya daripada cinta yang sesaat dan menggebu-gebu. Ketika kita dihargai dan dihormati dengan seutuhnya, diperlakukan sebagaimana seharusnya, maka cinta dan kasih itu akan mengalir dengan sendirinya. Tanpa harus dipaksa.

Pasangan, seharusnya adalah tempat kita bisa berbagi apa saja. Kita bisa curhat dan mengutarakan isi hati tanpa takut disela dan dicela. Kita bebas menjadi diri kita sendiri saat bersamanya, tanpa topeng atau pemanis semata. Kita merasa aman dan nyaman saat bersamanya, tanpa khawatir ia akan menyakiti kita.

I think marriage is a mutual effort. Pernikahan yang baik dan sehat, butuh usaha dan dukungan dari kedua belah pihak. Kuncinya adalah kata “saling”. Karena jika hanya satu pihak yang bekerja keras mempertahankan pernikahan, maka usia pernikahan itu tidak akan bertahan lama. Cepat atau lambat, pasti akan kandas. Jika tidak kandas, maka akan ada satu pihak yang merasa tersiksa.

Husband and wife are one team. Through thick and thin, health and sickness, joy and sorrow. Share the same laughters and tears, hold hands and never let go. Anytime they stumble or stuck, they will always be there to take each other’s hands, look deep into their spouse’s eyes, and softly whisper,

“Here, let me take your hand.. you shouldn’t bear it on your own…”

Terkadang, ujian dan kesulitan hidup menjadikan sepasang suami istri jadi lebih dekat dari sebelumnya. Alih-alih menjauh, mereka merasakan sebuah kedekatan yang menyatukan mereka. Memberi kekuatan untuk tetap bertahan. Mereka merasa inilah fungsi team, saling support dan menyemangati satu sama lain ketika tengah terpuruk.

Setelah sepuluh tahun menikah, saya paham betul bahwa tidak ada konflik yang tidak bisa diselesaikan selama kedua belah pihak mau duduk bersama dan berdiskusi. Bersedia untuk bekerjasama menyingkirkan aral yang merintangi perjalanan.

Bersedia saling mendengarkan, saling menyampaikan. Saling terbuka terhadap perasaan masing-masing. Saling memahami dan berempati. Bukan saling memenangkan ego sendiri dan mengabaikan perasaan pasangan.

Sejak awal menikah, prinsip yang selalu saya pegang teguh adalah: buka kran komunikasi lebar-lebar.

Ketika saya merasa tidak nyaman akan suatu hal, saya akan berterusterang. Begitu juga dengan pasangan. Saya tidak akan mengatakan, “Aku Rapopo”  padahal hati hancur berantakan. Saya tidak akan mempermainkan situasi agar pasangan terus menebak-nebak perasaan saya.

Salah satu komitmen utama dalam pernikahan yang sehat adalah tidak memberi kesempatan hadirnya orang ketiga dalam urusan rumah tangga. Our marriage, our responsibilities. Ini adalah pernikahan kita, maka apapun yang terjadi di dalamnya adalah tanggungjawab kita, bukan orang lain.

Jika ada perselisihan, sebisa mungkin selesaikan berdua. Jika memang tidak bisa, baru minta bantuan pihak luar, seperti orang tua dan keluarga dekat. Itupun harus terlebih dulu ditimbang maslahat dan mudharatnya dengan bijaksana.

Jangan pernah mengumbar persoalan rumah tangga, terutama yang bisa diselesaikan sendiri, kepada orang lain atau sengaja mempublishnya di sosial media. What happens in real life, stays in real life. Keep your private life, private.

Ada yang bilang, pernikahan bahagia itu yang adem ayem, nggak pernah berselisih, nggak ada ada ribut-ribut atau konflik.

Ada juga yang bilang, batas waktu kisruh-kisruhnya sebuah rumah tangga adalah lima tahun pertama perkawinan. Setelah lewat lima tahun, maka biduk rumah tangga akan lebih tenang tanpa ada persoalan berarti.

Pernikahan bahagia adalah pernikahan yang bebas konflik? Tidak. Tidak ada pernikahan yang bebas konflik atau masalah. Pernikahan tanpa konflik adalah sebuah kemustahilan.

Karena pernikahan adalah penyatuan dua kepala, sifat, kebiasaan dan latar belakang antara dua manusia yang berbeda. Gesekan-gesekan itu niscaya, pasti ada.

Justru dari konflik, kita belajar mengenal siapa pasangan. Bagaimana karakter seseorang sebenarnya, terlihat ketika sedang menghadapi konflik. Tidak mungkin seseorang bisa memalsukan karakternya dalam pernikahan, terlebih lagi ketika tengah berselisih dengan pasangannya.

Konflik adalah proses adaptasi dan pembelajaran dalam pernikahan. Dari konflik, kita bisa tahu apa saja hal-hal yang tidak disukai pasangan, untuk kemudian berusaha untuk menghindarinya.

Terkadang konflik juga merupakan sarana untuk mengenali diri sendiri, bagaimana diri kita dilihat dari sudut pandang orang lain. Karena pasangan adalah cermin 24 jam bagi diri kita.

Riak-riak yang tidak terhindarkan itu akan mendewasakan masing-masing pihak. Inilah tahapan pengenalan antara dua individu yang sesungguhnya, ketika keduanya diikat dalam sebuah pernikahan. Bukan saat mereka terikat dalam ikatan yang tidak halal, yang penuh dengan kepalsuan.

Tidak ada batasan waktu ‘aman’ dalam perjalanan hidup berumah tangga. Adaptasi dalam pernikahan bukan berkisar antara lima, sepuluh atau dua puluh lima tahun. Tapi pernikahan itu sendiri adalah proses adaptasi SEUMUR HIDUP.

Dear other half…

We’ve walked a very long road but we are still together. Good years are still ahead. We realize our journey isn’t perfect, but it’s ours. And I’ll stick with you ’til the end, insha Allah.

May Allah strengthen our love and vow, not only in this temporary dunya, but also in our endless and ultimate destination: Jannah.

Aaamiin ❤

~ Jakarta, August 2017.. love is worth the struggle, and the struggle is beautiful 🙂

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Tumblr ]

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.