Entah kenapa, saya seringkali merasa risih ketika melihat atau mendengar obrolan yang menceritakan masalah pribadi suami istri, terkhusus hubungan intim antara keduanya. Baik itu secara vulgar maupun tersirat, sengaja buka-bukaan atau sekadar “ngode” aka “nyerempet”.
Nyatanya, tidak hanya laki-laki saja yang gemar membicarakan hal tersebut, tapi juga perempuan. Yang lebih mengherankan adalah, jika laki-laki tersebut mengaku sudah mengenal agama, atau jika perempuan, sudah menutup auratnya dengan hijab.
Satu topik usang yang selalu laris manis bak kacang goreng, yang ketika dibuka pasti banyak yang nimbrung. Bahkan seringkali sengaja dijadikan bahan candaan atau olok-olokan, tanpa rasa malu atau rikuh. *sigh
Sejak masih single sampai sekarang, satu hal yang pantang saya lakukan adalah membicarakan dan mengumbar urusan ranjang.
Baik itu pengalaman sendiri, pengalaman orang lain, atau sekadar kisah rekaan. Baik terhadap teman, sahabat, saudara, apalagi lawan jenis.
Sungguh saya merasa malu, hal-hal yang seharusnya bukan konsumsi publik, jadi hal yang dianggap biasa untuk leluasa diperbincangkan tanpa udzur syar’i.
Pernah secara tak sengaja, saya terdampar di sebuah grup Facebook yang disetting public. Tiap postingan, ramai sekali yang berkomentar. Jadi penasaran, kenapa bisa seramai ini komentarnya.
“Eh, suamiku kok gini ya? Aku kan jadi ngerasa bla.. bla.. bla..
“Masa sih? Kalau suamiku sih gitu ya, bla.. bla.. bla..”
Daaan masih banyak lagi jenis komentar yang subhanallah, tidak pantas untuk ditulis ulang di sini.
Nggak sampai 5 menit saya sudah out dari grup tersebut. Mereka yang posting, mereka yang berkomentar, tapi saya yang malu. Malu membaca tulisan-tulisan yang menceritakan perihal kebiasaan mereka bersama suami masing-masing di kamar tidur.
Apakah bukan membuka aib namanya, jika sesuatu yang harusnya ditutupi justru dibuka lebar-lebar?
Apakah tidak ada sedikit saja rasa risih, ketika dengan gamblang mengungkap hal yang sangat pribadi kepada orang yang bahkan tidak dikenal di dunia nyata?
Apakah tidak ada rasa khawatir, bahwa dengan menceritakan kelebihan diri maupun pasangan, justru membuka peluang untuk hadirnya orang ketiga?
Dan ketika nasehat itu sampai pada sebagian dari mereka..
“Ngapain malu? Udah pada nikah ini, udah pada tahu dan ngerasain juga kan?”
Speechlessss.
Seolah dengan perubahan status, kita jadi bebas memperbincangkan hal-hal yang seharusnya ditutup rapat-rapat. Seolah karena yang baca semua perempuan atau laki-laki, jadi boleh membicarakan sesuatu yang sifatnya sangat pribadi seperti love and sex life.
Hal-hal yang sifatnya rahasia, aib, tabu dan tidak pantas untuk dibahas bebas di forum-forum. Dalam Islam sendiri, terdapat larangan untuk menyebarkan rahasia ranjang.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri; beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
‘Termasuk orang yang kedudukannya paling buruk di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang berhubungan dengan istrinya, kemudian dia menyebarkan rahasia ranjang mereka kepada orang lain.” (HR. Muslim, no. 1437 via wanitashalihah.com)
What happens in the bedroom, stays in the bedroom. What happened behind the closed doors, should’ve stayed there forever. Hidden and confidential. Nobody needs to know.
Lantas, apakah menceritakan urusan pribadi suami istri terlarang secara mutlak?
Sejauh apa yang saya pahami, diperbolehkan menceritakan rahasia antara suami istri untuk meminta fatwa dan hukum syar’i, atau berkonsultasi dengan yang ahli di bidangnya. Sesuai dengan kebutuhan, itupun lebih baik bahasanya disamarkan, tidak terlalu vulgar.
Jadi bukan hanya untuk seru-seruan pengisi waktu luang, topik tulisan with mature content, bahan jokes dan ledekan di grup atau forum. Biar rame, biar nggak sepi aja. Allahul musta’an.
Semoga Allah menjaga kita dan keluarga dari hilangnya rasa malu, yang sejatinya merupakan awal dari runtuhnya benteng iman terhadap halusnya tipu daya maksiat.
Mengutip perkataan para Salaf…
“Dan jika engkau tidak malu, maka berbuatlah semaumu…”
~ Jakarta, end of August 2019.. a deep reminder for myself.
© AISYAFRA.WORDPRESS.COM
[ image source: Pinterest ]