Sebagian dari kita mungkin pernah ‘mbatin‘ begini ketika ketemu pasangan yang menurut kacamata kita ‘mismatched‘ alias nggak cocok aka ‘njomplang‘..
“Kayaknya kok nggak cocok ya? Suaminya ganteng tapi istrinya biasa aja. Njomplang banget gitu…”
“Padahal si cewek high quality, lho. Paket komplit, udah pinter, populer, tajir pula. Kok dapetnya cowok yang.. yaaahh gitu deh. Padahal kalo mau nyari yang lebih dari itu dia pasti bisa, kok.”
Jujur nih, siapa hayo yang pernah mikir (julid) kayak gini? I did, honestly. Particularly in my younger days. Jaman apa-apa masih diukur oleh hal-hal yang kasat mata. Wait, I don’t talk about ghastly things, okay 😂
But as I grew older.. Saya belajar memahami bahwa alasan kedekatan kita dengan seseorang tak selalu hanya karena physical things seperti contoh di atas.
There are a lot of things we can’t put them into words. There are certain things people can’t see or figure out, but we can feel it. Actually, only we, who can feel it. Something we can’t find in anyone but them.
That feeling of comfort. Rasa nyaman yang sulit dijelaskan ketika kita duduk berdampingan dengan seseorang. Kedekatan yang tak bisa diukur dari angka atau peringkat keduniawian.
As I said in this blog before (lupa postingan yang mana), cinta dan kasih sayang, jangan sekali-kali ditambatkan hanya berdasar atas hal-hal yang akan berubah seiring berjalannya waktu.
Jika kita mencintai seseorang hanya karena parasnya, khawatirlah akan hari di mana penglihatan mulai memudar, kulit mulai keriput, rambut mulai memutih, gigi mulai tanggal.
Jika kita mencintai seseorang hanya karena status dan “kepribadiannya”, such as rumah pribadi, kendaraan pribadi, aset pribadi, rekening pribadi, dan bentuk “kepribadian” lainnya..
Ingatlah bahwa hal-hal di atas dapat dengan mudah musnah dalam sekejap. Tak ada yang sulit jika Allah telah menghendaki. In a blink of an eye.
Jika kita meletakkan rasa cinta kepada seseorang karena faktor-faktor duniawi yang fana, bersiaplah untuk kecewa dan kehilangan.. Karena tak ada satupun yang abadi di dunia ini.
Cintai seseorang karena caranya berpikir, kedalaman ilmunya, tutur kata dan sorot mata yang menyejukkan hati, hingga kenyamanan yang menyatukan dalam keriuhan maupun keheningan.
The one you can laugh, vent, scream, smile, giggle, shout and cry with, time after time. The one who’s looking through the dustiest corner of your soul and still finding you are attractive and lovable.
The one whom you can feel ease with in silence for hours, without any words uttered. The one who listens carefully when you talk or rant, who never belittle you and your problems.
The one who still holds your hands when life gets rough and choose to sit with you in the dark. The one who makes you love your deen even more. The one who keeps you closer to your creator, day after day, years after years.
A love which never fades away….
Sesungguhnya kekufuan yang hakiki, hanyalah kekufuan dalam dien atau agama. Karena sekufu dalam hal-hal duniawi bukanlah jaminan rumah tangga yang bahagia.
Benarlah pesan Nabi yang sangat indah tentang pernikahan.. Pilihlah karena agamanya niscaya engkau akan beruntung. Karena jika agamanya baik, maka insya Allah akhlak dan karakternya pun akan mengikuti.
Jika terjadi perselisihan antara keduanya, mereka yang memiliki bekal agama insya Allah akan lebih mudah mengembalikan persoalan sesuai tuntunan hidupnya, yaitu Qur’an dan Sunnah.
Dilihat dari kacamata dunia saja, kekufuan dalam hal-hal yang bersifat fisik dan materi tidak selalu membuat manusia bahagia. Betapa banyak mereka yang sepadan dan selevel dalam berbagai hal, justru pernikahnnya berakhir dengan perpisahan.
Terkadang kelebihan kita atas sesuatu, berpotensi untuk membuat kita lupa untuk berpijak di jalur yang semestinya. Menjadikan kita lalai memenuhi hak pasangan yang merupakan kewajiban kita.
Selain itu, ada hal-hal yang tidak bisa terdefinisikan oleh kata maupun angka, mengapa chemistry itu hanya bisa kita rasakan dengan orang-orang tertentu saja. Dan tidak kita temukan dalam diri selain mereka.
Seperti selera humornya yang membuat hari-hari kita lebih berwarna, sifat sabar dan ngalahnya yang mampu meredam emosi ketika mulai meninggi, sampai nyambung dan klik ketika diajak ngobrol.
Iya, ngobrol. Nikah itu kan lebih dari 50% waktu dihabiskan untuk mengobrol. Makan, enaknya sambil ngobrol. Mau tidur, ngobrol dulu. Jalan-jalan atau plesiran, ya sambil ngobrol juga.
Duduk diskusi menyelesaikan masalah, merancang mimpi masa depan, sampai cerita soal hal-hal receh pun enaknya sama orang yang asyik diajak ngobrol.
Jangan sampai menikah sama orang yang kita nggak betah ngobrol lama-lama. Entah karena kurang nyambung, nggak ngerti apa yang diobrolin, atau memang tipe yang kurang suka bicara terbuka dari hati ke hati. Wah, menderita sekali rasanya.
Mengutip kata-kata MasGun dalam laman Tumblrnya:
“Kelak ketika kamu sudah tua, kamu hanya bisa ngobrol, maka menikahnya dengan orang yang asik diajak ngobrol.”
~ Jakarta, on a sunny Sunday afternoon of July 2020, inspired by a tweet on my Instagram explore this morning.
© AISYAFRA.WORDPRESS.COM
[ image source: Pinterest ]
Saya rasa,menikah pun adalah sebuah “pilihan”, entah apapun motivasi yang jadi latar belakangnya wkwkwkwk.
Kalau tidak memilih untuk menikah, maka tidak akan menikah. Bila memilih untuk menikah, maka akan menikah. Sesederhana itu.
LikeLike