Ping!

Beberapa saat yang lalu saya mendengar kabar bahwa Blackberry Messenger alias BBM resmi ditutup, dan kemarin adalah hari terakhir BBM bisa digunakan. Laman resmi BBM di Facebook memberi pernyataan sebagai berikut:

“PING !!!

Hari ini adalah hari terakhir kamu bisa menggunakan aplikasi BBM 🙏

Kami mengucapkan terima kasih atas seluruh dukungan dan kenangan yang kamu ciptakan bersama dengan BBM.

Semoga berkesan ya 😊”

Sedih? Iya juga sih. Kenangan sama BBM itu pas awal memulai usaha jualan jilbab. Banyak dapat kenalan pelanggan dari BBM. Zaman masih sistem PO alias made by order.

Suka duka di-spam pakai fitur ‘ping’ tanpa perikemanusiaan, tiap ngedit nama muncul di feeds, dikit-dikit update status pas lagi mager, sampai emoticon khas BBM yang fenomenal banget :)))

Beberapa tahun belakangan ini, saya sendiri sudah lama uninstall BBM ya karena memang sudah sangat sepi. Banyak yang sudah beralih ke Whatsapp, Line, atau Telegram.

Padahal, dulu BBM sempat berjaya di masanya. Masa-masa punya BB adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Tahun-tahun di mana orang lebih hapal PIN BB dibandingkan nomor telepon.

Hingga suatu saat ketika BBM down selama beberapa jam, gemparlah seisi timeline. Bingung mau menghubungi kemana, karena kebanyakan nyimpannya PIN BB bukan nomor telepon 😃

Demikianlah lika-liku hidup, demikianlah dinamika dunia bisnis. Ada saatnya kita berjaya di atas, ada saatnya kita harus legowo berada di bawah. Seperti kekuasaan, kesuksesan juga dipergilirkan oleh Sang Penentu Takdir.

Bahkan brand besar pun bisa kalah saing dengan pendatang baru. Perusahaan ternama yang sudah banyak dikenal pun bisa gulung tikar. Dan hikmahnya, kita jadi bisa banyak belajar dari kisah kesuksesan dan kegagalan orang lain.

Saya jadi ingat percakapan santai dengan seorang teman yang sering bergabung di komunitas UKM..

“Jangan dikira pengusaha-pengusaha besar itu nggak punya masalah. Ada yang kelihatannya hidup enak, karir sukses, bolak balik traveling, jalan jalan ke luar negeri.. Padahal di balik semua itu, usaha yang digelutinya tengah menuju kolaps dan hutangnya bertumpuk dimana-mana.”

Seketika itu saya kembali tersadar, bahwa tidak semua yang kita lihat itu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kita seringkali takjub dengan pencapaian orang lain, di lain sisi ia justru tengah struggling untuk tetap survive.

Dan saat itu pula saya kembali bersyukur, bahwa meski masih kecil dan merangkak, usaha saya dan partner merintis brand di bidang fashion ini bebas dari hutang, alhamdulillaah.

Dengan omzet dan profit yang masya Allah sangat patut untuk disyukuri, dan godaan untuk mengeluarkan budget lebih untuk ini dan itu..

Tapi kami tetap berkomitmen untuk tidak bermudah-mudahan berhutang dan mengajukan pinjaman modal. Ngeri nggak bisa bayar 😦

Saya jadi teringat kembali kata-kata sese-coach di sebuah pelatihan UKM,

“Bisnis yang paling cocok untuk local brand adalah bisnis yang segmented. Gaet loyal customers, yang fanatik sekalian, yang nggak mau pakai brand selain brand kita.

Local brand nggak perlu banting-bantingan harga supaya jualannya laris. Harga murah nggak jamin orang mau beli. Karena banyak yang jual mahal tapi laku, dan banyak yang jual murah tapi nggak laku.

Yang pasti kita harus yakin dulu dengan produk kita, bahwa ini ‘pantas’ dibayar sekian dan sekian. Harus pede bahwa produk kita ini unik, eksklusif, dan worth to buy.”

Jadi ketika suatu saat ada calon pembeli yang membatalkan niatnya untuk membeli produk kita karena menurutnya kemahalan, jangan bersedih hati. Take it easy, mereka jelas bukan target market kita. Karena tiap produk punya target market masing-masing.

Alhamdulillaah tahun ini brand kami, Zafra, menginjak tahun kelima sejak first launching Agustus 2014 lalu. Semoga makin banyak perbaikan dan perubahan ke arah positif dengan bertambahnya jam terbang.

Banyak brand yang mirip-mirip Zafra, kata orang-orang. Sampai salah kira, disangka Zafra ternyata bukan. Alhamdulillah, berarti produk kami diterima dengan baik oleh pasar, sampai-sampai ada yang meniru, masya Allah tabarakallaah 🙂

Seorang senior entrepreneur pernah ngasih wejangan,

“Wajar aja kalo produk kita ada yang niru. Sah-sah aja kok. It’s a wild jungle out there. Kita nggak bisa larang orang niru produk kita. Yang perlu kita lakukan adalah meningkatkan kualitas produk yang kita miliki, keep improve and be original. Jadilah diri sendiri yang punya ciri khas. Tingkatkan pelayanan. Loyal customer yang mengerti kualitas, tahu kemana harus membeli produk yang dicarinya..”

Five years.. And still going strong, insha Allah. We’re always on progress to be better and better day by day. Constructive feedback will always greatly appreciated.

Bisnis yang baik adalah bisnis yang dibuka, bukan hanya dibicarakan tanpa action. Bisnis yang baik adalah bisnis yang terus menerus tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Kalaupun gagal, coba lagi. Jangan patah semangat. Habiskan jatah gagalmu, hingga yang tersisa adalah kesuksesan di depan mata.

Tidak ada yang instan dalam hidup ini, bahkan mie instan saja harus dimasak lebih dulu untuk bisa dinikmati. Begitu pula dengan bisnis yang kita jalankan. Sabar, gigih, ulet, jujur, telaten, tawakkal.

Give the best, then let Allah do the rest :’)

~ Jakarta, end of Ramadhan 2019.. Thank you, BBM. Dari kamu aku belajar, bahwa chat cuma di-read itu rasanya sakit 😊

© AISYAFRA.WORDPRESS.COM

[ image source: Pinterest ]

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.