A Private Life is A Happy Life :)

image

“Tidak semua yang kita miliki itu harus diumumkan. Tidak semua yang kita lakukan itu harus diberitahukan. Tidak semua.

Jadilah seperti gunung es di dalam lautan, yang terlihat hanya pucuk kecilnya saja, sedangkan di bawah, di dalam laut, tersimpan erat bagian raksasanya.

Jadilah seperti lautan dalam. Hening mengagumkan. Dan dia sama sekali tidak perlu menjelaskan betapa hebat dirinya.”

*Tere Liye

Back to the old days of 2009..

The first time I used Facebook and Twitter. That euphoria when I jumped into this virtual society. Tiba-tiba kita (baca: saya) jadi manusia yang hobi eksis sekaligus curhat. Apa-apa serba dipublish. Lagi laper, lagi kangen, lagi traveling, lagi bad mood dan seabrek perasaan plus aktivitas pribadi yang biasanya dituangkan ke diary, sekarang jadi pindah ke sosmed.

Punya sesuatu yang baru, cerita di sosmed. Galau ini itu, cerita di sosmed. Sebel sama orang, cerita di sosmed. Dikit-dikit curhat di sosmed.

Or maybe that is exactly what socmed was created for? Menampung keluh kesah dan isi hati penggunanya. Gimana enggak, wong pertama kali kita buka sosmed langsung ditanya, “What’s on your mind?” 😀

Well, been there and done that. Masa-masa alay bin norak saat pertama punya sosmed sudah saya lewati, alhamdulillah. Kadang kalo pas iseng-iseng throwback via aplikasi Timehop, atau buka Twitter archive, sering saya terkikik geli, menyadari betapa nggak penting dan memalukannya postingan-postingan saya jaman dahulu. Lol, I wish I could turn back time and press Ctrl-Z to undo it all XD

Disadari atau tidak, hadirnya sosmed membuka banyak peluang. Peluang untuk eksis, memulai dan mengembangkan bisnis, sekadar untuk menyambung tali silaturahmi dan silaturrahim, menambah wawasan dan pengetahuan, and last but not least, untuk ajang pamer alias show off.

Yes, it depends. Kembali kepada niat awal ketika membuat akun sosmed. Seiring berlalunya waktu, niat bisa berubah. Baik perubahan ke arah positif atau negatif. It’s we who decide, masih bermanfaatkah sosmed dalam kehidupan kita? Jika ya, lebih banyak positif atau negatifnya? Jika lebih banyak negatifnya, should we leave it for good?

Meski masih eksis di sosmed, saya pribadi sangat menghargai dan menghormati mereka yang memilih untuk menutup akun sosmednya, atau bahkan memilih untuk tidak punya akun sosmed sama sekali. They must do it for a reason. Yang saya tahu, biasanya karena alasan privacy. Alasan lainnya, bagi mereka sosmed tidak banyak memberi manfaat, justru malah menimbulkan mudharat. Cmiiw ya 🙂

Bijak menetapkan batas antara ranah publik dan ranah privat.

Mengumbar tiap detil kehidupan pribadi ke ruang publik, baik online maupun offline, rasanya—in my own opinion—merupakan suatu keputusan yang kurang bijak. Dari segi keamanan juga sangat tidak dianjurkan. Stalkers and criminals are everywhere. Don’t let them find you, only by seeing your public profile on Google.

Therefore I lock all my socmed accounts and filter my friendlist. I fully aware that not everyone need to know what my life feels like. I realize enough, not everyone willing to laugh with me when I’m happy, as well as cry with me when I’m feeling down. I know, not everyone understand the struggle I’ve been through to be here at this point, now.

So far, sosmed masih memberi banyak pengaruh positif bagi kehidupan saya, alhamdulillah. Sebisa mungkin mencoba selektif dalam memilih teman, strict dalam mengatur privacy setting, bijak dalam mempublish kebahagiaan, juga kesedihan di sosmed. Pastikan timeline sosmed kita membentuk pola pikir yang positif lagi produktif, dan bukan sebaliknya.

If we continue to publish our own life—which should remain hidden—then what’s left for privacy? Apa dong yang tersisa untuk diri kita sendiri? 🙂

Rethink before posting.

Apa-apa yang saya publish di sosmed dan blog, sudah melewati berbagai pertimbangan.

“Perlukah?”

“Bermanfaatkah?

“Apa tujuan saya memposting ini?”

“Sudah pasti benar dan valid kah?”

“Sudah siapkah saya dengan reaksi orang lain?”

Baru deh, bismillah.. Klik send.

Ada hal-hal yang boleh bahkan perlu dimunculkan di ruang publik, ada hal-hal yang cukup kita dan orang-orang terdekat saja yang tahu. Tidak semua harus kita tunjukkan pada dunia. Kegundahan, suka cita, impian, keluh kesah, pengharapan. Let’s keep it for ourselves.

Biarlah bahagia itu kita yang rasa, tidak perlu diumumkan kemana-mana. Biarlah hidup kita tetap menjadi milik kita seutuhnya, tanpa intervensi dari mereka yang tidak tahu apa-apa tentang diri kita. Biarlah sisi lain dari kita menjadi rahasia kecil kita bersama Allah. Tak perlu seluruh dunia harus tahu.

Another reminder dari Bang Tere Liye (lagi):

“Cukuplah Allah yang tahu doa-doa terbaik kita. Tidak perlu orang sejagad tahu.

Cukuplah Allah yang tahu amalan-amalan terbaik milik kita. Tidak perlu seluruh dunia tahu.

Pun cukuplah Allah yang tahu keluh kesah, gundah gulana, masalah hidup kita. Tidak perlu semua orang tahu.

Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita, tidak perlu siapapun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan.

Karena sebenarnya yang tahu persis apakah kita itu keren atau tidak, bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia.

Kita hanya perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri.”

I put my respect on people who stay mysteriously hidden. Jadi pribadi yang misterius itu seru, lho. Seseorang yang tersembunyi, sukar ditebak, teguh memegang prinsip dan tidak mudah terbawa arus di era serba latah ini, adalah anugerah tersendiri. It is a rare gift, and only a few can have it. Some of introverts do it very well. That’s why I envy them a lot. Ahahaha.

I am not reclusive. I just have a private life. And I am truly happy with that.

Like a saying,

“She was like the moon, a part of her always hidden away…”

~ Jakarta, on a heavy-rainy-day of January 2016.. Terinspirasi dari postingan bang Tere Liye dalam laman Facebooknya.

© aisyafra.wordpress.com

[ image source: Tumblr ]

16 thoughts on “A Private Life is A Happy Life :)

  1. Aku perlu banyak bljr nih dari tulisan teh meut ini.. Secara aku kadang suka gak sadar, suka byk curhat di socmed.. makanya skrg lg bljr share/ nulis sesuatu yg bermanfaat.. Semoga bisa istiqomah.

    Jazaakillaahu khoiron teh meut syg. untuk setiap tulisan yg menginspirasi & bermanfaat bagi yg membaca nya

    Liked by 1 person

    • Same with me, dear.. Aku pun sering tergoda untuk posting sesuatu yang sebaiknya di-keep untuk diri sendiri. We only human, after all 😀

      Fa anti jazakillah khairan, Sarah.. Thank you for always reading my posts ❤

      Liked by 2 people

  2. Sepakat Mb ^^

    Sedang belajar lebih banyak ‘hidup’ di dunia nyata. Meskipun sudah mencoba beberapa deaktivasi akun twitter dan tanpa sadar diaktivasi lagi 😀
    Fb sudah mulai bye-bye. Masih perlu banyak pembiasaan untuk kontrol diri…hehe

    Liked by 1 person

    • Sama2, mba.. Saya pun 🙂

      Eksis atau absen di sosial media itu pilihan, masing2 pasti memiliki alasan tersendiri mengapa mengambil pilihan tersebut. All we can do is respect other people’s choice 🙂

      Like

  3. Aku puuuun, been there & been doing that. Uhuhuhhuuu… Tapi makin ke sini emang makin ngerti, apa yang layak jadi santapan umum dan mana yang lebih berharga buat dikeep sendiri.

    Mbak tia nih harus banget deh nulis di majalah, tulisannya menginspirasi dan ngena banget. Ihihihhiiii…

    Like

    • Iyaaa.. Life is a process , right? We learn, grow and develop—we hope into a better person. Aku pun 🙂

      Walah.. Ini sekadar oret2an nuangin apa yang ada di kepala aja kok.. Nggak pede kalo sampe masuk majalah :p *tutupmuka*

      Like

  4. you have a great thought! yes you are really right, I have learnt from you to filter my followers on IG, and other socmed.. thankyu for always reminder me through your writing..

    you’re my favorite

    Like

  5. Sudah setengah tahun absen dr sosmed. Sesekali muncul di instagram, path atau wordpress. Sosmed memang penuh dengan keriangan. Tapi justru saya penat. Hidup saya sarat dengan notifikasi tidak bermanfaat. Terima kasih sudah menulis catatan ini ☺

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.