Wants vs Needs

Pagi ini saya membaca sebuah postingan yang dibagikan oleh seorang teman, tentang wacana membeli mobil (dengan cara mencicil tiap bulan) seharga 500 juta dengan penghasilan 50 juta perbulan. Cukup menarik, inspiratif dan eye-opening menurut saya. Betapa di balik cicilan perbulan yang “cuma sekian” itu terselip berbagai biaya tambahan yang sangat lumayan jika dijumlahkan.

Something to be noted from that post is.. yang mahal itu bukan biaya hidup, tapi biaya gengsi 😁

Jadi ingin cerita sedikit.. Dulu saya pernah punya wacana ingin beli mobil. Diskusi sama suami. Pertimbangannya ya karena anak udah banyak (baru tiga sih sebenernya, heheu), udah nggak muat naik motor. Kasian juga mesti dempet-dempetan di jok kayak sarden kalengan 😄

Tapi setelah ditimbang-timbang, keluarga kami belum urgent banget kok butuh mobil. Mudik biasa naik kereta (lebih efisien, hemat waktu dan bebas macet). Anak-anak juga lebih suka perjalanan naik kereta. Lebih seru katanya. Mudik pun nggak mesti setahun 2x.

Buat ngantor? Ngantor tiap hari pakai mobil adalah siksaan tersendiri di Jakarta. Ngebayangin macetnya aja udah bikin drop, apalagi di jam-jam tertentu. Gak efektif, boros waktu (dan umur).

Buat jalan-jalan? Ada jasa taxi online. Mudah, cepat, nggak perlu mikirin garasi, nggak perlu bayar pajak tahunan, biaya pemeliharaan dan sewa parkir kecuali bayar tol kalau pas lewat tol.

Buat belanja kain dan keperluan produksi jilbab? Kami biasa pakai jasa kurir yang alhamdulillah amanah dan jujur. So far lebih nyaman daripada nyetir sendiri. Atau disetirin suami. Nggak mikirin macet. Lagi-lagi, ini Jakarta, guys.

Nganter anak sekolah? Masih bisa ditempuh pakai motor. Si abang malah berjalan kaki ke sekolah, karena jarak sekolahnya sangat dekat dari rumah. Biarin lah belajar prihatin. Dulu juga emak bapaknya berangkat sekolah jalan kaki kok, jauh lagi (loh kok curhat?) 😜

Jadi setelah dipikir-pikir, untuk saat ini kami belum membutuhkan mobil. Entah untuk beberapa tahun ke depan. Kalaupun ingin memiliki mobil, semoga dimudahkan untuk beli cash, bukan kredit meski tanpa riba. Aaamiin.

Punya utang itu nggak enak, guysss. Makan nggak enak, tidur nggak nyenyak. Berasa ada tanggungan. Apalagi kalau qadarullaah barangnya udah rusak/hilang sebelum hutang terlunasi. Nyeseknya tuh di sini.

Solusinya, kami membeli motor matic satu lagi. Buat saya nganter jemput anak sekolah dan ngacir kesana sini beli kebutuhan rumah tangga selagi suami tidak di rumah. Sisi positifnya, akhirnya saya bisa juga bawa motor karena the power of kepepet itu tadi 😂

Memang saat ini lebih butuh motor tambahan dibanding mobil. Selain lebih lincah dibawa kesana-sini, juga lebih gampang diajak nyalip kalau pas macet. Beda sama mobil, kalau udah sampai di titik macet ya paling cuma bisa pasrah dot com 😀

Setelah dipikir-pikir.. Jika memang tidak urgent, buat apa sih beli barang yang belum dibutuhkan?

Sekadar buat gengsi? Sebagai lambang kesuksesan? Biar dicap “wah” sama tetangga? Biar bisa nyombong dikit sama yang belum punya mobil? Biar nggak kalah sama teman-teman yang kemana-mana bawa mobil?

Please lah, hidup kok cuma demi penilaian orang. Apa nggak capek? Kalaupun sampai maksain banget punya mobil, sampai dibela-belain nyicil, dan di kemudian hari ternyata seret bayar cicilannya.. Apa orang lain yang kita pentingin penilaiannya itu itu mau bantuin nyicil? Enggak, kan? 😜

Adik saya yang saat ini tinggal di Jepang pernah bercerita, di sana justru jarang sekali kendaraan seperti motor dan mobil pribadi berlalu lalang. Sebagian besar penduduknya bepergian dengan berjalan kaki, naik transportasi umum dan bersepeda. Rata-rata tertib, nyaman dan minim polusi. Jauh banget sama Indonesia (baca: Jakarta).

Padahal setahu saya Jepang merupakan salah satu negara penghasil kendaraan bermotor terbesar di dunia. Tapi penduduknya malah jarang yang bepergian dengan kendaraan pribadi. Justru banyak yang menggunakan transportasi umum dan sepeda. Hmm, tanya kenapa?

Sebagian orang menganggap bahwa kendaraan pribadi yang wah, rumah megah dan barang-barang branded adalah parameter kesuksesan dan kebahagiaan seseorang. But not for me. To me, happiness never depends on material things, neither do success.

Beli kendaraan pribadi jika memang butuh, ya silakan saja. Tiap keluarga kan beda kebutuhan, beda prioritas pula. Tidak bisa disamaratakan keluarga yang satu dengan yang lainnya. Yang punya anak dua sama yang punya anak lima tentu berbeda kebutuhannya.

Selain butuh, pastikan bahwa memang mampu membeli dan memeliharanya. Biaya maintenance mobil (apalagi mobil mewah) jumlahnya sangat lumayan. Belum kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti nabrak, nyerempet, dan jenis kerusakan yang lebih besar. Tentu membutuhkan biaya lebih besar. Are you ready for it?

Jangan mau jadi budak hawa nafsu. Jangan merasa panas hati hanya karena tetangga punya mobil baru. Mampu tapi nggak butuh aja ngapain beli, apalagi nggak mampu tapi memaksakan diri sampai terjerat riba yang dosanya ngeri banget. Bukannya untung malah buntung. Di dunia sengsara, akhirat apalagi.

Kita nggak akan dihisab karena nggak punya mobil dan rumah, tapi kita akan dihisab jika memilikinya dengan cara riba, atau mati dalam keadaan meninggalkan hutang di mana-mana. Wal’iyadzubillaah.

~ Jakarta, on a sunny morning of March 2018… buy what you really need, not what other people said you need.

© AISYAFRA.WORDPRESS.COM

[ image source: Google & Pinterest ]

 

Advertisement

2 thoughts on “Wants vs Needs

  1. Setuju Mbak. kalau mau beli sesuatu harus benar-benar karena butuh, bukan buat gaya-gayaan. memang sih kadang tergoda buat memiliki sesuatu yang keliatan ‘wah’ dan mentereng, tapi pas dipikir-pikir lagi, sayang uangnya. lebih baik buat sesuatu yg bener-bener penting aja.

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.