“Relationships are like glass. Sometimes it’s better to leave them broken than try to hurt yourself putting it back together” -Anonymous
Pagi ini saya ngobrol via Whatsapp dengan seorang teman yang kemarin kabarnya akan berpisah dengan pasangannya. Suddenly my head is spinning. Pusing.
Pernah dengar nggak bahwa salah satu alasan dalam perceraian adalah karena “perselisihan yang berlarut-larut dan sulit diselesaikan”?
Dulu tuh saya nggak paham, maksudnya apa sih. Memangnya ada gitu permasalahan dalam rumah tangga yang nggak bisa diselesaikan dengan duduk berdua, bicara dari hati ke hati mencari solusi? Kan keduanya masih saling mencintai.
Now I know that particular reason does exist. Terdengar klise tapi ternyata memang terjadi. Saya cukup paham karena mengikuti masalah ini dari awal. And somehow it hurts, though I’m not in their shoes. I can empathize what they’re going through.
Beberapa tahun lalu, saya pernah menemani seseorang mengurus kasus perceraiannya di kantor pengadilan agama. Saat itu saya duduk di ruang tunggu ruang mediasi. Ruangan tersebut terdiri dari beberapa bilik yang atasnya bolong alias tidak tertutup.
Saat itu ada tiga pasangan yang sedang konseling dengan mediator. Dua bilik lainnya cukup senyap, walaupun suara berbisik masih bisa terdengar. Di satu bilik bagian pojok, pembicaraan antara sepasang suami istri terdengar makin sengit.
Mereka saling berteriak, menyebut aib masing-masing dengan suara lantang. Dari mulai urusan uang sampai ranjang, bahkan mengungkit tuduhan perselingkuhan.
Saya melirik mbak-mbak di meja petugas. Beliau tenang dan kalem aja. Oh, mungkin sudah terbiasa.
Don’t know why, that incident feels traumatic to me. Saya yang saat itu hanya diam menyimak, tak kuasa menahan tangis. Lebih ke shock, miris, sedih aja.
How can two people who were once in love with another, could said such awful things? How can two former lovers could be so toxic for each other?
I just didn’t get it 😦
Saya meraih sehelai tisu dari tas, menyeka air mata yang menggenangi pipi. Lalu menghela napas panjang dan mengambil air minum untuk menenangkan diri.
Welcome to the other side of marriage life.
Hard, heavy, weary. But this is real, this is what happened to some of us in everyday life. Nggak ada yang menikah hanya untuk berpisah kemudian, kecuali nikah mut’ah ala Syi’ah.
Tapi ada hal-hal, bahkan banyak sekali faktor yang berada di luar kendali kita. No matter how hard we’ve tried to compromise or stay.. In the end we just can’t make it work. Qadarullaahu wa masya’a fa’al…
So this is another (bitter) reality of life. We can’t always have what we wish for. It’s not always run smooth like we want it to be. It’s not always end up happily ever after. This is life, let’s try to face it with grace.
My only wish, semoga kita tidak pernah mengalami semua ini. Aamiin.
~ Jakarta, end of March 2021.. so sorry for messing up your perfect day by these unpleasant words. I just need to pour it out, sometimes…
© AISYAFRA.WORDPRESS.COM
[ image source: Pinterest ]
Saya belum menikah. Dan jika saya menikah, tentu tidak ingin pernikahan saya berakhir. Tapi saya tidak bisa mengendalikan segala hal yg ada di kehidupan saya sendiri.
Saya sangat berharap masih ada orang lain yang tidak menghakimi saya saat kegagalan menghampiri saya, termasuk dalam hal pernikahan. Saya ingin dirangkul, karena saya hanya manusia biasa.
LikeLiked by 1 person
[…] inget kan tulisan saya sebelumnya yang berjudul Another Side of Marriage Life? Itu saya nemenin sidang cerai di pengadilan agama aja sempat trauma ketika berada di ruang […]
LikeLiked by 1 person