Time has tell.. Yang namanya sesuatu, pada akhirnya bisa karena telah terbiasa. Yang tadinya A bisa jadi B karena terbiasa. Yang tadinya benci bisa berubah jadi cinta karena terbiasa.
Ada seorang teman yang tadinya strict banget soal aktivitas mempublish foto diri, pokoknya anti selfie selfie club gitu deh. Nggak pernah saya lihat fotonya bertebaran di dunia maya. Exclusively hidden, like a pearl.
Beberapa saat berlalu… Ketika berselancar di sosmed, saya sempat kaget melihat profil salah satu sosmednya. Loh, kok.. Pasang foto separuh badan. Dicrop sampai bagian perut. Ada lagi yang dicrop sampai batas leher. Sekilas, kayak bukan dia banget deh pose begini.
Tapi yaudahlah, nggak terlalu deket juga kok, di sosmed aja kami nggak saling follow. Kenal sih kenal but not too close. Mau ujug-ujug nasehatin udah tahu juga karakternya gimana. Malah nanti timbul salah paham.
A few years later.. Nggak sengaja nemu sosmednya (lagi) waktu surfing di explore IG. Lebih kaget lagi, kali ini selfie full body menghadap cermin dengan wajah ditutup kamera yang dipegang sendiri. Sengaja selfie, bukan difotoin orang.
I am totally shook. Karena setahu saya, dialah salah satu teman yang sering share postingan tausiyah, sering kampanye anti-selfie, waktu hijrah ghirohnya luar biasa, nggak lama hijrah langsung memutuskan bercadar.. Lha kok sekarang..
Tetiba saya dihampiri ketakutan yang amat besar… Gimana kalau saya nanti seperti dia? Sering nasehatin, “Niqabis jangan selfie, di mana rasa malumu..”
Beberapa saat kemudian justru saya melanggar semua yang pernah saya ucapkan. Berubah 180 derajat dari saya yang dulu. Na’udzubillaah 😭
Ibroh penting yang saya ambil dari kisah teman saya tsb.. Jangan sekali-kali meremehkan perbuatan dosa. Sekecil apapun. Pertama coba-coba ah upload dikit, lama-lama nagih..
Enak juga ya selfie..
Enak juga ya menampilkan sosok diri..
Enak juga ya dilihat orang..
Enak juga ya diperhatikan dan dipuji…
Perlahan mulai berani pose setengah badan, lanjuttt sampai leher, lalu nggak tanggung-tanggung full body sekalian. Wes kadung menikmati.. Toh nggak sampai kelihatan ini wajahnya. Next, mulai berani posting foto wajah yang berbalut niqab.
Sungguh talbis iblis soal selfie ini sangat halussss yaa akhawat… Tanpa sadar, kita yang tadinya istiqamah memegang teguh prinsip, bisa dengan enteng meninggalkannya tanpa beban. Biasa aja, ya karena udah terbiasa.
Kita yang tadinya sangat malu sosok diri ini dinikmati mata-mata manusia, kini mulai menikmati ketika pandangan dan likes tertuju pada story, post dan profile picture kita yang makin “terbuka”..
Seperti satu kisah nyata yang saya saksikan sendiri saat baru berhijrah dulu.. Seseorang yang saya kenal, mulai enteng keluar rumah dengan menanggalkan kaos kakinya. Alasannya ribet.
Makin lama, jilbabnya yang dulu panjang makin pendek. Yang tadinya kemana-mana pakai rok, sekarang sering bercelana panjang ria. Terakhir ketemu, dia bilang mau lepas jilbab aja. Gerah.
Laa hawla wa laa quwwata illa billaah…
Betapa mahalnya hidayah. Yang sudah mendapatkan, belum tentu mampu mempertahankan. Yang tampak kokoh, belum tentu tak akan rapuh diterjang gelombang fitnah.
Hati manusia amatlah lemah. Tanpa kuasa Allah, dengan mudah kita dapat berubah arah. Tanpa pertolonganNya, kita dapat dengan mudah kembali dalam gelapnya masa-masa jahiliyah.
Yes, people change, as the time goes by. And Allah is the Turner of the Hearts. So pray for Him to firm our hearts in the right path.
“Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinik..”
Dan kita berlindung kepada Allah dari apa-apa yang pernah kita ingkari untuk mengerjakannya.
~
Terkhusus untuk diriku…
Ketika teman-temanmu yang dulu paling anti menampakkan secuil dari bagian tubuhnya di sosmed..
Kini mulai berangsur-angsur mengubah prinsipnya.. Bermudah-mudahan menampilkan sosok diri tanpa udzur syar’i..
Semoga kamu tetap istiqamah. Tetap teguh dengan prinsipmu. Tetap tegar, tak tergoyahkan.

~ Jakarta, mid September 2018.. a deep reminder for myself.
© AISYAFRA.WORDPRESS.COM
[ image source: Pinterest ]
Mbaaa..bacanya ikutan “deg!” di hati. Saya sering punya pikiran kaya gitu ketika liat org lain yg mulai membelok, gmn kalo itu saya, siapa yg menjamin diri ini akan istiqomah, duh mana ilmu masih secuil banget, takut kembali ke masa jahiliyah dulu.
Saya juga pernah liat kejadian sejenis, bahkan lebih dr ini. Jadi sering ngerasa takut, karena ga ada yg jamin akhir kehidupan sy akan baik.
Cuma Allaah yg bisa nolong, Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah.
LikeLiked by 1 person
Iyaaa 😦
Hati mudah berbolak balik.. Sedang amal seseorang tergantung pada akhir-akhirnya.. Dan tidaklah seseorang diwafatka melainkan di atas kebiasaannya.. Saya pun kadang merasa takut.. Sadar bahwa kalau tidak Allah kuatkan, mungkin saya sudah jauh terbawa arus..
Semoga Allah istiqamahkan kita di atas kebaikan ya, Karin 🙏
LikeLike
Subhanallah, terimakasih remindernya kak, semoga kita selalu istiqomah dijalan Allah
LikeLike
Reblogged this on BISMILLAH.
LikeLike